Banjirembun.com - Sebagian umat Islam sudah tak diragukan lagi punya kekuatan iman yang kokoh terhadap anjuran atau keutamaan untuk melakukan silaturahim. Di mana, maksud bersilaturahim di sini adalah menjalin atau menyambung hubungan kepada insan yang masih satu rahim atau kandungan di perut.
Kendati demikian, hubungan keluarga yang dimaksud bukan berarti hanya pada sesama saudara kandung. Melainkan, aspeknya sangat luas hingga hubungan kerabat atau nasab dari atas ke bawah. Diutamakan keluarga besar dalam lingkup satu kakek (sesama kakek) yang meliputi paman dan sepupu.
Jadi, menyambung silaturahim sangat berbeda dengan menjalin ukhuwah. Sebab, silaturahim hanya menyangkut erat kerabat yang tentunya sedarah daging. Akibatnya, menjalin hubungan kental penuh kasih sayang dengan di luar kerabat bukan disebut bagian bersilaturahim.
Salah satu hadis yang populer membahas faedah menjaga silaturahim yaitu yang telah diriwayatkan oleh al Bukhari:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia bersilaturahim .
Sebagian ulama berpendapat bahwa makna "dilapangkan rezekinya" ialah dijadikan banyak dan diluaskan rezekinya dalam maksud aspek kuantitas seperti angka atau nominal nyata. Artinya, orang yang bersilarahim cepat atau lambat setelah dihitung bakal bertambah jumlah hartanya.
Pendapat lain mengatakan yang bertambah hanya kualitasnya atau keberkahan harta (misal nilai guna alias kebermanfaatan). Sebagai contoh, mungkin harta termewah yang dimiliki hanya sepeda motor. Akan tetapi, setelah bersilaturahim ternyata kendaraan tersebut bikin hidup bahagia dan makin semangat ibadah ke Masjid.
Begitu pula dengan ungkapan "dipanjangkan umurnya". Terdapat ahli agama mengartikan apa adanya tanpa ditafsirkan. Sebaliknya, ada yang mengartikan 'sekadar' bertambah keberkahan usia. Inilah barangkali yang disebut dengan terdapatnya perbedaan pemaknaan tekstual dengan pemaknaan kontekstual (makna kiasan, sejarah penyebab munculnya teks, dan lain-lain.).
Melawan Logika Takdir Sesat: Membenturkan Ketetapan Allah dengan Tindakan Manusia Nah, lantas muncul pertanyaan "Kalau begitu konsep takdir bahwa jodoh, rezeki, dan mati sudah ditentukan berarti salah dong?"
Guna menjawabnya harus dipahami dulu tentang Algoritma Takdir Ditinjau dari Segi Filsafat Ilmu Komputer . Intinya, takdir tidak dapat dirubah sehingga mustahil Maha Pencipta bersifat plinplan. Semua (termasuk getaran 1 butir atom) sudah ditentukan dan ditetapkan oleh-Nya. Dalam ilmu-Nya seluruh isi maupun pola takdir (algoritma takdir) telah ditulis dan diketahui-Nya.
Selanjutnya, perlu dipahami bahwa pandangan berubahnya kadar rezeki dan umur akibat bersilaturahim merupakan dari sudut kacamata ilmu malaikat. Yakni, malaikat maut dan malaikat pembagi rezeki. Para malaikat itu mendapatkan perintah untuk merubah harta dan usia hamba-Nya lantaran manusia sudah bersilaturahim.
Lebih lanjut, hubungan keterkaitan antara silaturahim yang bisa memperpanjang umur dan menambah rezeki sudah diketahui serta dikehendaki-Nya. Namun, hubungan tersebut bukan sebab-akibat (jika-maka) tetapi hubungan ketetapan-penerapan (karena-maka).
Hubungan logikanya seperti ini:
Bukan "Jika ingin berumur panjang dan bertambah harta maka harus bersilaturahim" tetapi "Karena seseorang sudah ditetapkan panjang umur dan bertambah rezeki maka dia juga ditetapkan untuk menerapkan bersilaturahim".
Hubungan logika takdir di atas sama seperti:
Bukan "Jika ingin hujan turun maka sholatlah istisqo" tetapi "Karena sudah ditetapkan hujan mau diturunkan maka umat Islam juga sudah ditetapkan takdirnya menerapkan sholat istisqo sebelum hujan turun".
Lebih detail, dalam kasus terkabulnya do'a umat islam di tengah perjalanan pulang ternyata dia memohon pada-Nya agar hujan ditunda dulu sampai sudah tiba di rumah. Ternyata doa itu terkabul. Ajaibnya, hujan turun beberapa detik setelah dia memarkirkan kendaraan.
Supaya tidak sombong merasa do'anya mustajab (mudah terkabul) sebaiknya gunakan logika takdir di bawah:
"Karena ditetapkan hujan turun tepat saat dia sudah tiba berada di rumah maka seseorang itu ditetapkan pula untuk bedo'a minta tunda hujan sebelum tiba di rumah"
Untuk lebih jelasnya silakan tonton video di bawah. Paparan di bawah memberikan penjelasan secara singkat yang lebih detail dari tulisan di atas:
VIDEO
Dengan demikian, menurut ilmu Allah hakikatnya ajal manusia sudah ditentukan sehingga tidak dapat dimajukan maupun diundur. Begitu juga rezeki, setiap manusia sudah ditetapkan sehingga sebelum jatah rezeki habis mustahil kematian datang.
Pembahasan terkait ilmu Allah bukankah sudah ada di Ayat Kursi di al Quran Surat al Baqarah ayat 255 yang terjemahannya:
" Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya . Luasnya Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Argumen di atas berkonsekuensi bahwa "Seberapa besar pun upaya ingin kaya dan ingin panjang umur kalau bukan rezekinya serta sudah jadi mautnya tetap mustahil tercapai".
Lagi pula, angka atau jumlah bertambahnya rezeki maupun usia tidak ditentukan. Apakah bertambah Rp. 5.000, Rp. 100.000, Rp. 8.000.000.000, atau berapa? Apa umur bertambah 1 menit, 1 hari, 1 tahun, 10 tahun, atau berapa?
Baca juga 3 Cara Agar Ridho Terhadap Takdir Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Dari sini dapat dipahami bahwa hadits di atas tentang lapang rezeki dan panjang umur karena bersilaturahim tidaklah menyalahi takdir.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Membantah Logika Takdir yang Sesat Tentang Mustahil Menyambung Silaturahim dapat Memperpanjang Umur dan Bertambah Rezeki"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*