Banjirembun.com - Pengelolaan uang pribadi dengan keuangan milik organisasi, lembaga, atau perusahaan sangat jauh berbeda dalam mengurusnya. Barangkali dalam mengatur uang sendiri tidak begitu rumit dan ketat dibanding duit milik "bersama". Toh, itu kan milik-milik sendiri dan punya hak penuh atasnya.
Kendati demikian, meski manajemen keuangan pribadi tampak sepele saja sehingga "mengentengkan" justru berisiko bikin petaka yang berbahaya bagi sendi kehidupan. Dampaknya, bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga pada keluarga dan berpeluang diderita dalam jangka panjang.
Rumus pasti dalam mengelola uang pribadi agar tetap aman terkendali yaitu "Milikilah penghasilan sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang sangat efektif dan efisien mungkin". Sayangnya, pernyataan itu tak segampang saat penerapan kehidupan sehari-hari.
Seringkali ketika mengalami peningkatan jumlah pendapatan bulanan, malah kebanyakan individu juga memperbesar nilai pengeluarannya. Bukan malah jumlah uang yang ditabung atau disisihkan dengan rutin untuk disimpan semakin banyak, yang ada "uang sisa" tetap konstan seperti sebelumnya.
|
Ilustrasi mengelola uang pribadi (sumber foto koleksi pribadi) |
Nah untuk itu, diperlukan manajemen pengeluaran uang pribadi supaya dalam mengeluarkan duit tetap berhati-hati. Tidak langsung main "hantam" keluar anggaran semena-mena lantaran merasa telah punya pundi-pundi rupiah melimpah.
Baca juga Bukan Hanya Dituntut Tangguh di Tengah Keterbatasan Finansial, Tapi Juga Wajib Waspada Ketika Uang Melimpah
Berikut ini manajemen pengeluaran uang pribadi demi mencegah kemiskinan, kebangkrutan, dan himpitan ekonomi secara mendadak:
1. Hindari Mempertaruhkan Uang
Maksud mempertaruhkan dalam tulisan ini yaitu sesuatu yang lebih mengerikan ketimbang "menggadaikan" barang. Di mana, orang yang mempertaruhkan uang berarti telah bermain-main dengan nasib keuangannya.
Parahnya, tujuannya bukan hanya untuk melipatgandakan uang melainkan pula sudah kecanduan. Dengan kata lain, mencari hiburan "pakai uang" dengan cara yang naif (konyol).
Contoh tindakan mempertaruhkan uang yaitu digunakan untuk ikut arisan (baik arisan uang, perhiasan, kendaraan, bingkisan hari raya, atau yang lainnya), investasi "misterius" yang ternyata bodong, perjudian, hingga togel (totoan gelap).
Pertaruhan lain yang dibungkus iman dan keagamaan yaitu bersedekah maupun mengutangi seseorang di luar kemampuan diri. Berharap dengan melakukan sedekah dan memiliki piutang tersebut mendapat "balasan" berupa harta yang dipunya bisa berlipat-lipat.
Faktanya, memang benar harta yang diperoleh bisa bertambah. Namun, itu belum tentu terjadi segera sesuai harapan. Apalagi, angka sedekah dan mengutangi itu di luar batas kemampuan. Artinya, memaksakan diri dengan "dalih" iman di dada yang kuat.
Disarankan estimasi anggaran untuk bersedekah atau mengutangi maksimal 10% dari uang yang tak terpakai dalam jangka panjang. Kalau misal uang yang dipunyai mengendap/menganggur pada waktu yang lama hanya 1 juta, berarti hanya 100 ribu yang disedekahkan.
Jangan memaksakan diri menghutangi 500 ribu ketika hanya sanggup 100 ribu. Lebih baik kehilangan teman gara-gara marah tidak diberi hutang sesuai nominal yang diminta, daripada mempertaruhkan kesehatan atau kestabilan ekonomi sendiri.
2. Tinggalkan Perilaku Boros
Perilaku boros umumnya disebabkan oleh kebutuhan psikologis. Sangat jarang tindakan boros diakibatkan oleh kebutuhan biologis yang "serakah". Seboros-borosnya orang makan masih ada batas kenyang perut. Seboros-borosnya miras, zina, dan kebutuhan olah raga masih ada batasannya.
Akan tetapi, ketika boros yang dilakukan terkait kejiwaan sangat sulit untuk dibatasi. Bagaimana tidak, mau makan saja sangat pilih-pilih demi menjaga gengsi hidup. Bukan hanya kenyang perut yang ingin diraih tetapi juga biar bisa "dipuji" orang karena mampu beli makanan mewah.
Tatkala seseorang mau mengendalikan mentalnya agar tak berperilaku boros, sejatinya dia akan sanggup untuk mengontrol pengeluaran uang. Termasuk tidak silau ketika ada obral diskon (potongan harga), bebas ongkor kirim, hadiah, atau iming-iming lainnya yang sebenarnya itu bukan barang yang dibutuhkan untuk dibeli.
3. Jangan Berhutang untuk Memiliki
Berhutang untuk memiliki barang maupun demi menikmati jasa tertentu dapat menjadi cara buruk dalam mengeluarkan uang. Pengeluaran uang pribadi yang dihasilkan atau bersumber dari hutang sejatinya itu bersifat "panas". Alasannya, kapan pun masih ada kekhawatiran kelak tak terbayar lunas.
Ironisnya, bagi sebagian orang memilih untuk berhutang dianggap wajar. Malahan dikatakan hebat. Sebab, dengan berhutang seseorang jadi semangat untuk bekerja. Pihak seperti itu mungkin belum pernah merasakan dipecat, diberhentikan kerja, atau kondisi musibah lain yang berakibat penghasilan turun drastis.
Baca juga Memahami Dana Darurat Dengan Benar, Agar Terhindar Hutang dan Jadi Beban Orang Terdekat
Ditambah, terdapat pembelaan alias "pembenaran" diri bahwa orang yang punya cicilan atau kreditan dibilang sebagai manusia yang bertanggung jawab sekaligus taat kewajiban. Kalau tidak bisa bayar cicilan sudah tahu risikonya bakal kehilangan barang yang dibeli.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "3 Manajemen Pengeluaran Uang Pribadi"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*