Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Sebuah Kisah, Ketika Istri Kurang Ajar Berkoar-koar Seolah-olah Menjadi Korban Suaminya

Banjirembun.com - Tak tahu diri, enggak tau balas budi, atau tidak punya rasa berterima kasih. Barangkali, itulah yang pantas dilayangkan untuk seseorang yang kurang ajar. Sudah diberikan perlakuan baik, diperlakukan layak, dan diberi kesempatan berkali-kali justru tak punya simpati maupun empati. Sungguh menguras sisa kesabaran di jiwa.


Kondisi di atas, amat mirip tentang kisah sikap seorang istri pada suaminya. Dia mengira sangat berjasa besar pada suaminya. Perlu diketahui saja, dia dulu yang mengajak nikah suaminya. Bahasa "kasarnya" dia yang menembak suaminya untuk mengajak nikah. Bahkan, dia yang menelepon duluan dan mengajak bertemu di rumah adiknya.


Wajar saja, lelaki tersebut memang ingin pula segera nikah. Namun, ia sangat ragu menikahi wanita siapapun yang dikenalinya. Hingga beberapa kali sudah dijodohkan oleh teman, senior, dan dosennya sendiri pun tetap gagal total. Dia masih takut enggak bisa menafkahi istrinya, takut dikrecoki mertuanya kelak, dan berbagai alasan lain yang juga tak kalah menentukan dalam berpikiran dua kali untuk menikah.


Padahal, saat nikah posisi pria punya tabungan sebesar 32 juta. Baginya dulu, angka tersebut masih kurang untuk berumah tangga. Akhirnya, dia tetap merasa ketakutan untuk menikah.  Khawatir salah langkah memilih pasangan. Nah, dengan menikahi orang yang "benar-benar mau", lantaran dibuktikan wanita itu mengajak nikah secara serius, membuat lelaki yakin bahwa perempuan tersebut bakal menerima dia apa adanya.


Apalagi, istri sudah punya rumah sendiri. Enggak perlu lagi memikirkan masalah biaya kontrakan maupun kepikiran pilih tinggal bersama mertua. Uang 32 juta bisa untuk menafkahi istri dengan layak selama berbulan-bulan sekaligus modal usaha. Salah satunya berusaha bisnis tanaman Aglaonema. Selain itu, uang itu juga digunakan biaya beli tiket pesawat pribadi, penginapan ketika jalan-jalan bersama, dan lain-lain.


Uniknya, saat menempati (numpang) di rumah adik kandungnya itu, dia enggak pernah terus terang pada lelaki calon suaminya. Alhasil, terjadi simpang siur. Calon suaminya mengira wanita yang minta segera nikah tersebut punya 2 rumah dan memiliki 1 aset bidang tanah. Intinya, perempuan itu ingin menunjukkan "kelebihan" harta agar lelaki mau menikah.


Lebih parah lagi. Tanpa diminta oleh laki-laki sebagai calon suami, si wanita itu telah menjanjikan membelikan mobil baru langsung turun dari dealer sehari setiba akad nikah. Entah apa tujuannya. Nyatanya, bagi lelaki tersebut menikah dengan orang yang mau menerima dia apa adanya serta menerima keluarganya (terutama ibu kandung sang pria) sudah lebih cukup untuk hidup bersama.


Kalau pun istri punya rumah sendiri itu sebagai bonus. Bagi laki-laki, rumah tangga tidak diganggu oleh orang tua maupun mertua sudah lebih cukup. Alhamdulillahnya, mertua selama pernikahan tidak pernah mengganggu sama sekali. Baik secara langsung maupun melalui telepon. Jangankan tega mengemontari (berkomentar) atau mengantur-atur rumah tangga, memerintah mantu-nya pun tidak pernah dilakukan.


Bisa dikatakan, salah satu tujuan utama lelaki yaitu berumah tangga tanpa gangguan dan ikut campur dari mertua sudah berhasil. Nahasnya, tujuan yang lain begitu sulit tergapai. Yakni, memiliki anak kandung serta punya istri yang menghargai suaminya belum terkabul. Salah satu sebabnya, si istri merasa telah punya rumah sendiri membuat perilakunya seenak jidat.


Kini situasi berbeda, dengan dibantu oleh orang tua kandungnya pihak suami juga sudah punya rumah sendiri (tanpa bantuan istri). Kalaupun tega dan tak punya perasaan pasti suami sudah menceraikan istri. Berhubung suami orangnya tahu balas budi, punya perasaan, memberi kesempatan pada istri sekali lagi (berkali-kali), serta menghargai arti sebuah hubungan nikah bikin dia enggan untuk memutuskan tali pernikahan secara gesa-gesa.

 

Ditambahi, terdapat alasan lain yang jauh lebih penting lagi yang membuat si pria masih tetap mempertahankan hubungan rumah tangga. Yakni, demi menghormati kedua mertua yang baik hati. Di mana, andai kata mertuanya ikut campur masalah rumah tangga sedikit saja, sudah pasti si pria mentalak tiga seketika itu juga. Nah, demi menghargai orang yang sepuh, lelaki itu memutuskan banyak pikir dulu menceraikan istrinya.


Anehnya, meski diberi kesempatan berkali-kali (salah satunya sudah ditegur) nyatanya si istri tetap saja bikin ulah. Bertingkah kurang ajar dengan koar-koar menyebarkan hal-hal miring terkait suami. Sebagian yang disebarkan mungkin benar tetapi ada fakta "positif" yang lebih banyak pada suaminya yang disembunyikan sehingga hanya kejelekan yang dimunculkan dengan tambahan-tambahan. Namun, sebagian yang lain merupakan murni fitnah.


Bukan malah melindungi dan menjaga kehormatan suami. Sebaliknya, harga diri suami diinjak-injak. Jasa-jasa suami diabaikan begitu saja. Harkat, martabat, dan nama baik suami dijadikan keset (alas kaki). Lebih detailnya, istri tersebut hanya mau menang sendiri. Bukan cuma mau mendominasi terkait urusan besar, mirisnya persoalan sepele pun tak mau kalah.


Baca juga Berhentilah Jadi Keset, Agar Hidup Tak Selamanya Diinjak


Sadisnya, penyebab hubungan tak harmonis itu sejatinya berasal dari istri. Artinya, sumber masalah utama dari pihak istri. Sayangnya, bukannya sadar diri atau semacamnya, yang ada memutarbalikan keadaan. Si istri seolah-olah menjadi korban suaminya. Kenyataannya, suami yang telah mengalah berkali-kali. Andai adu data, fakta, dan hitung-hitungan uang pasti si istri kalah.

Ilustrasi sosok suami (sumber gambar koleksi pribadi)

Memang, semua manusia tidak ada yang sempurna. Akan tetapi tatkala visi dan misi sudah enggak lagi sama. Diperparah perlakuan istri layaknya berposisi "suami" tentu sangat keterlaluan. Di mana, istri ingin menangan sendiri dan sok mengatur tanpa mau kompromi. Tentulah, sebuah pernikahan tidak lagi dikatakan sehat. 


Buat apa berumah tangga kalau di dalamnya ada "dua matahari"? Lantas, kalau sudah begitu siapa yang dipimpin? Terkadang, dunia di mata orang normal (umum) akan sangat aneh ketika melihat orang yang terlalu baik. Bukannya orang baik tersebut diapreasiasi atau diarahkan justru dimanfaatkan dan ditindas berkali-kali. Itulah alasannya, menjadi manusia terlalu baik sangat tidak dibolehkan.


Baca juga 5 Bahaya Menjadi Pribadi yang Terlalu Baik Sama Orang Lain


Ngomong-ngomong, jangan kepo (pengen tahu) cerita ini benar atau tidak. Cukup jadikan pelajaran saja bahwa fenomena kehidupan ini sangat beragam. Apa yang terlihat, diceritakan seseorang, maupun dibaca cukup dijadikan bahan pelajaran untuk pengembangan diri. Jika cerita di atas benar maka tak perlu sok tahu siapa pelakunya di dunia nyata.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Sebuah Kisah, Ketika Istri Kurang Ajar Berkoar-koar Seolah-olah Menjadi Korban Suaminya"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*