Banjirembun.com - Penyakit hati manusia sangat beragam jenisnya. Dua di antaranya yaitu ingin menampilkan diri pribadi berstatus benar (menunjukkan "muka" sebagai orang benar, sedang pihak tertentu yang salah) dan berambisi menang (harus mendominasi alias posisi di atas dibandingkan kalangan lain).
Saking memburu nilai "benar dan menang" sehingga berharap di mata manusia bisa terkesan mulia serta hebat, seseorang nekat menghalalkan segala cara. Di pikirannya cuma satu "Asal nama baik sendiri tetap terjaga selamat, menginjak maupun menghancurkan kehormatan orang lain tak apa-apalah".
Kebenaran yang dipoles dan ditonjolkan menjadi citra yang melekat pada dirinya dipakai sebagai alat kemenangan. Berharap dengan menyalah-nyalahkan orang lain bakal membangun opini yang bikin posisi dia benar. Nah, dengan begitu akhirnya diperolehlah kemenangan. Tentu, menang dengan cara licik.
Adapun, di sisi berbeda orang yang "diserang" tetap memutuskan diam. Lebih pilih rela disebut salah dan kalah menurut pandangan manusia. Padahal, itu hanya kesalahpahaman. Dia menjadi terdakwa yang "disalahkan" lantaran hasutan, fitnah, adu domba, dan bualan. Dia dikatain telah kalah sehingga disebut pengecut, pecundang, dan penakut.
|
Ilustrasi sosok yang rela kalah dan salah di mata manusia (sumber gambar koleksi pribadi) |
Kenyataannya, dia menerima perlakuan buruk di atas dengan tabah. Dia bersikap menahan diri atau bersabar. Di mana, baginya cibiran dan tatapan tajam mata orang-orang sekitar yang merendahkan dan meremehkan sebagai latihan mengelola kekuatan hati. Buat apa marah-marah dan kesal. Apakah Tuhan tidur sehingga tak melihat penderitaan hamba-Nya?
Hitung-hitung guna membenahi diri dengan mendidik mental agar tak terpengaruh dan gampang dipermainkan oleh sikap negatif manusia di sekelilingnya. Tentu, asal mereka enggak main fisik seperti merusak aset pribadi dan mengancam jiwa bukanlah sebuah masalah serius. Ingat kembali, Tuhan tidak mengantuk. Hukum balasan pasti ada.
Daripada tergoda dan terpancing sehingga salah satunya tersulut emosi, dia menetapkan diri teguh menatap ke depan. Tanpa merasa terbebani oleh perkara "benar dan menang". Bagaimanapun, kalah dan salah menurut sudut pandang insan cuma bersifat sementara. Kelak, cepat atau lambat pasti kebenaran serta kemenangan sejati diperoleh juga.
Ngomong-ngomong kalau kemenangan dan kebenaran sudah digapai memangnya mendapatkan apa sih? Apa memperoleh kepuasan? Bukankah kepuasan tak ada ujungnya? Semakin ditutupi malah berdampak ketagihan. Apakah memburu harta dan jabatan dunia? Serendah itukah kehidupan sehingga berbuat tolol?
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Benar dan Menang Belum Tentu Berakibat Baik, Justru Sebaliknya Malah Menghinakan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*