Banjirembun.com - Populasi manusia di Indonesia semakin terus bertambah besar angkanya. Terutama usia remaja hingga dewasa awal yang diperkirakan beberapa puluh tahun ke depan bertumbuh pesat. Namun, bonus demografi tersebut sejatinya patut diwaspadai. Bukan malah tergiur membayangkan efek enaknya saja.
Dampak meningkatknya jumlah individu, akan banyak singgungan di antara mereka semua. Setidaknya, kalau tidak di dunia nyata pasti interaksi satu sama lain di internet yang amat sulit dicegah. Di mana, satu sama lain lambat laun saling tukar pikiran dan pengalaman pribadi di media sosial. Bahkan, juga disertai berbagi hal-hal yang menyimpang.
Beberapa di antaranya meliputi tentang dunia percintaan yang menjurus hubungan bebas, hobi ekstrim misalnya mempertaruhkan kesehatan serta nyawa, tukar foto maupun video dewasa, bergabung ke grup atau komunitas penyuka sadisme/kekerasan (gore dan psikopat), sampai bentuk kesesatan dalam masalah keagamaan.
Terlebih lagi, bagi mereka kelahiran tahun 2000-an yang sangat terbiasa memanfaatkan gadget seperti laptop dan ponsel secara efektif. Tidak seperti angkatan generasi sebelumnya, yang masa kecilnya penuh perjuangan guna membahagiakan diri. Seringkali harus keluar rumah dulu untuk menghibur diri maupun mendapatkan informasi penting.
Sebenarnya, mereka semestinya terlalu diberi beban dan digadang-gadang mampu produktif membangun peradaban maju negeri tercinta. Lebih bijak, hindari bangga apalagi berharap banyak pada mereka ketika tatanan sosial tak disesuaikan dengan zaman. Langkahnya, selami kehidupan mereka. Bukan sebaliknya, selalu memaksakan mereka memahami budaya lama.
Baca juga: 5 Perbedaan Produktif dan Sibuk
Pahami segera sebelum terlambat. Dilarang lengah, dengan cara jangan biarkan mereka gampang terpedaya dan merasa hidup lebih bahagia di dunia maya ketimbang berinteraksi dengan keluarga. Betapa kasihan mereka. Hidup penuh kepura-puraan menjalani tradisi kuno, tapi di sisi lain keluarganya enggan menghormati modernisasi yang mereka peroleh di dunia maya.
Dampak Negatif Bonus Demografi
Bonus demografi adalah suatu kondisi negara yang jumlah warga usia produktif lebih banyak daripada bayi, anak-anak, dan manula. Di mana, mayoritas penduduknya (60%-70%) berumur 15 - 64 tahun. Mereka tentunya butuh wadah untuk beraktualisasi, bekerja, berkarya, hingga menyalurkan apapun yang ingin mereka tunjukkan pada bublik.
Video tentang istirahat di tengah aktivitas produktif
Sekilas, bonus demografi begitu menjanjikan bagi masa depan bangsa. Akan tetapi tatkala dicermati, bonus demografi juga menjadi ancaman berbahaya. Sebut saja banyaknya pengangguran. Ujung-ujungnya terjadi persaingan dan konflik di antara sesama mereka. Alih-alih tenaga dan pikiran untuk produktivitas, justru dipakai "menghabisi" teman sendiri.
Mereka semua butuh penyaluran ekspresi diri secara tepat. Enggak melulu beraktivitas yang tujuannya terkait gaji, memperoleh tunjangan beasiswa/uang, atau pekerjaan. Kebutuhan psikologis juga tak boleh diabaikan. Sebab, hidup ini bukan serta-merta urusan biologis. Bisa jadi, masalah kejiwaan jauh bikin menenangkan ketimbang materi alias fisik.
Persiapan yang matang sangat diperlukan untuk mengatasi membludaknya jumlah angkatan kerja yang butuh aktivitas berguna. Apapun kegiatan itu, diharapkan sanggup menambah nilai harga diri. Nahasnya, ruang untuk belajar berlatih dan mengembangkan diri tersebut sangat minim jumlahnya. Kalaupun ada, biayanya mahal.
Begitu juga lapangan pekerjaan. Para pemberi lowongan kerja mendapat posisi menguntungkan. Dalam mencari dan memilih calon pekerja jadi lebih selektif. Kualifikasi dan persyaratan yang ditetapkan pemberi kerja lebih memberatkan. Bahkan, untuk profesi "sepele" sekalipun, tak sembarangan orang bisa memasuki. Di sinilah, akan terjadi ketidakseimbangan.
Belum lagi terkait urusan mencari pasangan pernikahan. Sebagai masyarakat berbudaya timur, tentulah menikah merupakan hal pokok yang wajib dijalankan. Jangankan menolak menikah, "sekadar" menunda saja sudah jadi gunjingan. Berakibat, penuh siksaan tersendiri. Padahal, kondisi ekonomi maupun jiwa belum betul-betul siap untuk menjalani bahtera rumah tangga.
Faktor berikutnya yang patut diwaspadai terhadap adanya bonus demografi selain pekerjaan yaitu kesehatan dan pendidikan. Buat apa usia produktif berjumlah banyak ketika mereka sakit-sakitan, kecanduan natkotika, tak mengenyam pendidikan secara layak (berkualitas), hingga memiliki moralitas yang rusak. Alhasil, bukannya meringankan yang ada menjadi beban keluarga dan negara.
Kegagalan proses pendidikan suatu bangsa berisiko hancurnya peradaban. Bagaimanapun, melalui pendidikanlah suatu corak sosial dan arah negara ditentukan seperti apa nantinya. Asumsinya, dengan membludaknya populasi Indonesia dikhawatirkan lembaga pendidikan dikelola dengan asal-asalan. Penyebabnya, lebih tergiur memperbanyak jumlah peserta didik daripada kualitasnya.
Terakhir, dampak buruk bonus demografi ialah semakin sulitnya memutus mata rantai generasi sandwich. Yakni, satu lingkaran setan berupa ketergantungan hidup kaum lansia pada keturunannya. Peluang terjadi fenomena itu di masa depan makin parah. Selengkapnya baca Upaya Memutus Mata Rantai Generasi Sandwich, Agar Hidup Jadi Lebih Bahagia.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ancaman di Balik Kebanggaan Bonus Demografi Indonesia yang Wajib Diwaspadai"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*