Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Alasan Grup Media Sosial Keluarga, Alumni, dan Tetangga Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Mental

Banjirembun.com - Berada di grup media sosial yang peserta atau anggotanya sudah banyak dikenal (diketahui asal usul alias latar belakangnya) tentu perlakuan diri dalam berinteraksi wajib berbeda ketimbang masuk grup "asing". Ada beberapa etika atau nilai moralitas tersendiri agar martabat dan harga diri tetap terjaga.


Memang sih diakui bagi sebagian orang mengikuti group medsos tidaklah penting. Menurut mereka yang utama adalah saat di dunia nyata. Buat apa ketika di dunia maya jago basa-basi dengan tutur kata mempesona tetapi saat berjumpa langsung, justru berbanding terbalik. Alhasil, daripada bikin renggang di dunia nyata lebih bijak tak ikut grup medsos.


Adapun bagi sebagian lain, menjadi peserta grup medsos merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh guna menyambung ikatan dengan kehidupan masa lalu. Terutama bagi para perantau. Di mana, dengan berinteraksi di internet dengan orang-orang yang dikenal pada masa lalu membuat mereka merasa tetap terhubung dan terjalin ikatan.


Dengan bergabung grup medsos milik keluarga besar, alumni (sekolah atau kuliah), hingga anggota komunitas (organisasi, paguyuban, warga kampung/perumahan) merasa diakui kebaradaannya. Tatkala tak ikut bakal dianggap terkucilkan atau tersingkirkan. Serta hal penting lain, dengan ikut grup tersebut akan banyak informasi-informasi aktual yang diperoleh. 

Ilustrasi grup medsos alumni sekolah

Intinya, manusia butuh interaksi satu sama lain. Perbedaannya mungkin terletak pada durasi, kadar (keintiman/keakraban), frekuensi (tingkat keseringan dilakukan), sampai dengan topik pembicaraannya sejauh mana. Tentunya ada yang dilakukan secara berlebihan, sedang, dan kurang. Tergantung pada individu masing-masing.


Kalau zaman dulu demi mengobati rasa kangen atau sekadar ingin ngobrol ringan alias receh, butuh perjuangan tersendiri. Berkorban tenaga, waktu, dan duit. Misalnya, diperlukan naik sepeda angin atau motor dulu. Namun sekarang ini, cukup melalui medsos sudah mampu menebus rasa penasaran. Salah satunya terkait seperti apa kondisi orang yang dikenal.


Begitu juga, hendak mencari kenalan (bukan temannya atau kenalannya dari teman) dari "dunia berbeda" agar menjadi teman, sungguh menyulitkan. Alhasil, teman yang dipunya cuma itu-itu saja. Sekitaran rumah, teman sekolah, rekan kerja, atau setidaknya mendapatkan kenalan baru seorang dari temannya keluarga atau sahabatnya teman.


Dampak Buruk Grup Medsos Keluarga, Alumni, dan Tetangga

Memang sebaiknya grup media sosial keluarga, alumni, dan tetangga (satu RT atau Rukun Tetangga) dimanfaatkan sekadarnya. Keluar grup atau pilih tak mau dimasukkan merupakan jalan paling akhir. Nah, demi menghindari konflik batin lebih baik anggap saja grup tersebut merupakan tempat "sakral". Kalau tidak penting banget enggak bakal mau "terlibat".


Menciptakan ketenangan batin tanpa dibumbui emosi di group medsos keluarga, alumni, dan komunitas tertentu merupakan keharusan. Lebih baik diam tidak aktif berkomentar di dalam grup ketimbang menimbulkan salah paham. Sebab, meski sudah saling kenal pun terkadang potensi gesekan akibat "salah ketik" tetap ada.


Bila memutuskan paksakan diri ikut aktif berkomentar dan posting maka semakin besar risiko fatal yang diperoleh. Bahkan tatkala sudah diam, hati terkadang masih jengkel. Penyebabnya, ada anggota grup lain yang gemar pamer atau unjuk diri. Akibatnya, grup medsos bukannya merekatkan jalinan malah merenggangkan hubungan.


Dampak buruk mengikuti grup medsos keluarga, alumni, dan tetangga selanjutnya ialah interaksi tatap muka makin menurun. Sesama tetangga untuk nimbrung bareng dan berkomunikasi cukup lewat media sosial. Akibatnya, pos kamling atau warung tempat nongkrong tak begitu ramai. Dengan kata lain, lokasi bercengkrama beralih ke grup medsos.


Kendati tetap ada yang duduk bersama-sama, sensasi ngobrol sudah tak semenarik saat di medsos. Bagaimana tidak demikian, segala canda dan informasi hampir semuanya telah tercurahkan di media sosial. Di waktu berjumpa di alam nyata sudah minim sekali bahan-bahan omongan. Kalaupun ada topik itu terkait hal yang sangat penting, rahasia, dan me-ghibah sesama.


Efek negatif grup medsos keluarga, alumni, dan tetangga yang terakhir yaitu enggak baik untuk kesehatan mental/jiwa. Dengan catatan, sejak awal sebelum masuk grup medsos sudah ada bibit-bibit keretakan. Akhirnya, setiap membuka grup medsos tersebut rasanya bikin tak nyaman. Hati rasanya ingin uring-uringan dengan orang sekitar di dunia nyata.


Oleh sebab itu, bagi yang merasa tak diikutsertakan dalam grup di atas tidak perlu minder. Apalagi merasa dibuang. Barangkali itu malah jalan terbaik untuk kehidupan. Buat apa mengikuti grup tersebut tetapi berakibat tak baik bagi perjalanan hidup ke depan. Toh, masih bisa hidup normal walau tak dilibatkan dalam grup semacam itu.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Alasan Grup Media Sosial Keluarga, Alumni, dan Tetangga Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Mental"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*