Banjirembun.com - Stroberi atau strawberry adalah buah ukuran kecil berwarna merah kehitam-hitaman yang kulitnya berbintik-bintik dengan tekstur saat matang sangat lembut, rapuh, dan mudah busuk. Saking ringkihnya membuat buah ini gampang sekali lumer di mulut tatkala dikunyah dengan gigitan ringan saja.
Lantas apa hubungannya antara stroberi dengan istilah "generasi stroberi" yang dikatakan berpotensi jadi beban keluarga? Dari definisi di atas, sebenarnya sudah dapat ditebak bahwa generasi stroberi ialah angkatan kelahiran manusia yang begitu tampak indah, memukau, serta potensial tetapi amat lunak sehingga ditekan sedikit saja langsung hancur.
Generasi stroberi sesungguhnya sangat potensial lantaran kemampuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang dipunyai. Mereka memiliki daya kreatif dan inovatif yang umumnya melebihi generasi sebelumnya. Namun, di sisi lain mereka juga sering buru-buru menyerah serta mudah sakit hati ketika digores sedikit saja.
Generasi stroberi dikatakan sebagai angkatan kelahiran yang di umur kanak-kanak sudah terbiasa dengan teknologi. Akses internet, smartphone, laptop, dan jenis produk perangkat mutakhir lainnya merupakan hal biasa sehingga menjadi teman mereka sehari-hari. Hidup mereka sulit lepas darinya.
Mereka sangat berbeda dengan keturunan manusia sebelumnya yang baru bisa menikmati teknologi modern di usia dewasa. Alhasil, kegiatan harian generasi stroberi tentu sudah terikat dengan digitalisasi. Sebut saja seperti chatting dengan teman, main game online, main media sosial, video/film online, dan lain-lain.
Generasi stroberi disinyalir mudah mengeluh, gampang menuntut untuk cepat-cepat mendapat hiburan sebagai kompensasi, tidak betah menghadapi beban hidup yang makin bertambah berat, hingga enggak merasa tertantang sama sekali saat memperoleh tugas-tugas baru yang dianggap "aneh" serta beda dari kehidupan sebelumnya saat remaja.
Boleh pula disebut bahwa generasi strawberry belum siap menjadi manusia dewasa. Tatkala dibilang sebagai generasi manja pun bukan suatu hal berlebihan. Alasannya, mereka masih tetap ingin berada di zona nyaman tanpa mau diganggu dengan masalah kehidupan yang sama sekali asing bagi mereka.
Misalnya menolak berkuliah secara serius, malas kerja cari uang, sampai enggan menjalani kehidupan sosial layaknya orang dewasa. Seolah hidup mereka ingin tetap di masa anak-anak atau remaja. Di mana, tetap merasa aman dan nyaman lantaran mendapat perlindungan serta perhatian dari orang-orang sekitar.
Penyebab lahirnya generasi stroberi:
1. Mendapat Pola Asuh dan Pendidikan yang Terjamin Kejahteraannya
Keadaan ekonomi makro yang semakin membaik menjadikan pola asuh dan sarana pendidikan generasi stroberi amat terjamin. Mereka jauh dari kata bersusah payah saat belajar. Terlebih lagi, tentu terhindar dari pola didik yang berbasis "kekerasan" (tegas). Orang tuanya sendiri juga enggak tega melihat anaknya menderita menghadapi kerasnya kehidupan.
Pendidikan yang terlalu mengurung wawasan dan mengekang daya filosofi hidup, membuat generasi stroberi mengalami kegagapan. Bukan gagap teknologi. Akan tetapi kegagalan diri dalam menjalani realitas kehidupan yang jauh lebih kejam, lebih sulit, dan lebih besar dari yang telah dialami saat pembelajaran di sekolah maupun di rumah.
Anak-anak generasi strawberry sebaiknya memang diajarkan untuk tak terlalu puas dan berbangga di kala juara alias berprestasi di sekolah. Sebab, ranking di raport maupun piagam-piagam yang mereka peroleh belum tentu berguna sepenuhnya di masyarakat. Dalam artian, menjadi juara di sekolah belum tentu juara di kehidupan nyata.
2. Termakan Kata-kata dan Optimisme Semu di Internet
Konten video, tulisan, atau yang semacamnya di internet isinya berbagai jenis. Ada yang berupa succes story, motivasi, ajakan untuk ikut meraih keberhasilan bersama, serta hal-hal terkait. Itu semuanya terkadang sekedar konten tanpa isi. Malah bermuatan kebohongan. Tujuannya demi memperoleh penonton sebanyak-banyaknya.
Internet yang menyajikan beraneka macam suguhan tersebut telah sanggup memperdaya generasi stroberi. Akibatnya, mereka makin kebelet untuk segera sukses. Bahkan, punya harapan yang tak realistis. Mereka tidak sadar bahwa hidup ini bukan maraton apalagi sprint. Di mana, terus berjalan tanpa perlu lari merupakan langkah tepat untuk melalui kehidupan.
Baca juga: Hidup ini Bukan Maraton Apalagi Sprint, Jadi Hindari Kebelet Sukses
Lebih dari itu. Mereka sangat mudah terbawa suasana ketika membuka internet. Akibatnya, sedikit-sedikit mereka cepat mengikuti tren yang tengah populer di media sosial. Suasana hati mereka mudah dipengaruhi oleh musik yang didengar, video yang ditonton, sampai tulisan-tulisan singkat yang penuh nasihat serta motivasi.
Parahnya, dengan sembrono lalu serta merta mengaitkan apa yang telah ditemukan pada media sosial itu sangat sesuai dengan kondisi pribadi mereka. Seakan memaksa-maksakan diri untuk menyamakannya atau sebaliknya menyimpulkan "bertentangan". Maksudnya, hanya ada hitam dan putih tanpa ada alternatif abu-abu. Semua di internet "dipenggal" secara paksa.
3. Analisa dan Diagnonasa Tentang Diri Sendiri Tanpa Melibatkan Ahli
Guru, pelatih, pembimbing, atau tutor mereka bukan hanya di dunia nyata semisal pada lembaga pendidikan. Mereka juga begitu aktif mencari pengalaman, bimbingan, arahan, maupun pedoman hidup di internet. Sayangnya, alih-alih bersikap bijaksana. Terkadang, cuma berbekal ilmu dari internet mereka terburu-buru dalam menyimpulkan tentang kondisi diri sendiri.
Mereka begitu sembrono sedikit-sedikit mengatakan "sedang butuh liburan dan hiburan (healing)". Padahal, sejatinya tubuh dan jiwa mereka masih teramat kokoh dalam menghadapi masalah hidup. Andai ditahan dulu dengan menunda healing bukan suatu masalah. Justru, itu sangat baik bagi prestasi dan karirnya.
Kendati terpaksa mesti tetap hiburan pun dilakukan dengan cara sederhana. Lokasinya dekat, murah, bisa segera dilakukan, serta tidak menguras waktu. Dengan demikian, sebenarnya mereka bukan butuh healing tetapi refreshing. Yakni, mengambil jeda sebentar dulu untuk menyegarkan otak.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "3 Penyebab Munculnya Generasi Stroberi yang Berpotensi Jadi Beban Keluarga"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*