Banjirembun.com - Sebenarnya ponsel atau handphone yang saya beli pada 11-09-2020 yang lalu, performanya patut dikatakan bagus. Meski umurnya sudah lewat 2 tahun, masih amat layak untuk dipertahankan. Serta walau juga ditambah ada kerusakan cukup "mengganggu", nyatanya tetap sangat sayang dilepaskan begitu saja.
Perlu diketahui bahwa andai saya tidak memperbaiki ponsel tersebut sebenarnya tak apa-apa. Toh, dapat digunakan. Namun, secara keindahan bikin tak tega dilihat. Serta kadang berdampak enggak nyaman untuk dipakai. Dalam artian, kebutuhan menservice belum mendesak. Umpama ditunda dulu, bukan suatu masalah yang berisiko berat.
Merk smartphone yang butuh service ringan tersebut adalah Samsung Galaxy A21s. Terkait ulasan saya pribadi tentang gadget atau gawai merk negeri korea itu bisa dibaca pada Keunggulan Samsung Galaxy A21s Dibanding Samsung Galaxy A11, Berdasar Pengalaman Pribadi. Di mana, varian atau seri A11 juga saya pakai di periode bersamaan sampai kini.
Biasanya umur HP pintar yang saya beli masa pakai tak lebih dua tahun. Penyebabnya di antaranya lantaran hilang, software malfungsi, atau gara-gara terkena air tawar serta laut. Wajib disyukuri, kali ini tergolong awet. Barangkali salah satunya karena ada pembatasan aktivitas di masa pandemi. Alhasil, HP aman sentosa di rumah.
Sumber gambar koleksi pribadi |
Kemungkinan awetnya handphone berikutnya ialah saya menggunakan 2 HP sekaligus. Yakni, Samsung Galaxy A21s dan Samsung Galaxy A11. Kedua perangkat itu saya beli dalam waktu berdekatan. Selisihnya cuma 1 hari. Terbukti itu bikin awet kedua-keduanya. Selengkapnya baca 5 Cara Terampuh Agar Ponsel Pintar yang Baru Dibeli Tahan Lama dan Bandel.
Pengalaman Servis HP di Jalan Sumbersari Malang
Jalan Sumbersari di Malang membujur dari Universitas Islam Negeri (UIN) Malang atau ujung jalan Gajayana hingga perempatan lampu merah jalan Sigura-gura. Jalan tersebut membentang tak terlalu panjang. Jaraknya kurang lebih 700 meter. Kendati demikian, jalan di sana terkenal macet sebagaimana jalan sambungannya yaitu Jl. Gajayana.
Lintasan yang banyak ruko dan kios service komputer dan handphone itu, lebar aspal terbilang sempit. Wajarlah tatkala lalu lintasnya kerap mengalami padat merayap sampai macet total. Oleh sebab itu, saat sedang mencari lokasi tertentu di wilayah tersebut sebaiknya siapkan ketelitian mencari titik yang dituju. Tentu pula, pastikan sediakan energi biar punya ketelatenan berkendara.
Jadi ceritanya begini. Saya browsing di Google Maps terkait lokasi service HP terdekat dari domisili saya tinggal. Ketemulah sebuah nama kios. Berhubung enggak buru-buru, akhirnya baru beberapa hari setelahnya saya ke sana. Tepatnya pada tadi malam saya menuju ke sasaran tuju. Jujur saja, saya mencari secara acak. Tidak terpaku pada hasil pencarian peta digital terkenal itu.
Saya mengendarai sepeda motor dari simpang empat lampu lalu lintas sigura-gura menuju arah Dinoyo serta juga mengarah jalan Gajayana. Teramat pelan dan konsisten berada di lajur paling pinggir. Sambil sesekali mata menoleh ke kiri. Saya tak mau ambil risiko tengok ke kanan. Selain menghadapi keramaian kendaraan malam, kondisi sakit saya belum pulih betul.
Tiba-tiba ketemulah kios. Sebenarnya agak ragu itu kios "beneran" atau hanya "main-main". Setelah berhenti dan memasang standar motor, penjaga kios itu langsung menyambut antusias. Saya awalnya ragu, pesimis, dan curiga. Khawatir ditipu atau setidaknya biaya service digetok mahal. Akan tetapi, kenyataan berbanding terbalik.
Saya langsung bertanya "Mbak, bisa ngelem (merekatkan) casing yang renggang ini?". Sambil menunjuk titik rusak yang tak begitu parah, sebab yang menganga cuma bagian layar sisi atas. Itupun enggak bisa dikatakan lepas atau pisah sepenuhnya.
Dia menjawab "Oh, bisa Mas ini dilem saja sudah beres".
Tanpa basa basi saya tanya "Biayanya berapa Mbak?".
Dijawab "Dua puluh ribu".
Sungguh kaget diri ini. Kok betapa murah banget.
Dia mengimbuhi "Tapi yang biasanya service sudah pulang Mas, besok baru ke sini lagi".
Saya bertanya "Besok jam berapa bukanya?".
Ditimpali "Jam setengah sembilan".
Tanpa babibu sambil pamit saya berucap "Yaudah Mbak saya cari-cari dulu di tempat lain, untuk besok jadi (service) atau tidak saya tidak janji ya Mbak".
Dengan santai tanpa menunjukkan raut wajah tersinggung maupun kecewa dia bilang "Oh iya Mas".
Seketika saya meluncur melanjutkan perjalanan menyusuri sepanjang jalan Sumbersari. Akhirnya, ketemulah konter dan service HP. Langsung parkir kendaraan. Lalu, meletakkan helm di atas speedometer. Kemudian, menuju etalase kaca. Di baliknya, ada pria yang tengah asyik main ponsel. Sejurus kemudian, dengan penuh santai dan dingin dia berdiri terdiam sambil menatap saya.
Saya bertanya "Mas bisa mengelem HP ini?"
Dengan wajah datar dia balik tanya "Ini masih menyala?".
Jawab saya "Masih mas, yang renggang hanya bagian atas saja".
Dengan penuh 'birahi' tinggi dia bersuara "Ini perlu dibuka semua, dibersihkan dulu lem yang lama, baru dilem lagi biar awet kuat".
Tanya saya "Berapa biayanya?"
Dijawab "Seratus ribu, langsung dikerjakan".
Enggak perlu bertanya lagi, sudah ditebak saya langsung tak melanjutkan transaksi deal. Setelah mengucapkan minta maaf, saya lanjutkan proses mencari tukang servis ponsel lain.
Nah, gayung bersambut saya menemukan kios kecil non permanen. Lapaknya semacam gerobak. Letaknya 15 meteran dari lokasi servis ke-2 tadi, mengarah ke jalan Gajayana. Dengan meniadakan rasa tak tega serta penuh nekatnya saya menghampiri.
Tidak disangka, di balik "gerobak" atau mungkin etalase portable, munculah penjaga yang bersembunyi di baliknya.
Seorang cewek menyambut "Ada yang bisa dibantu Kak?"
Saya respon "Ini Mbak, HP saya layarnya hampir copot, bisa tidak dibenahi?"
Jawabnya "Bisa Mas, nanti biar dibenahi teman saya, tapi besok hari Sabtu dan Minggu libur. Buka lagi hari Senin".
Ditengah dia bicara itu, matanya jelalatan ke arah HP dan tangannya nampak gatal ingin memegang HP saya. Melihat gelagat itu, saya belum berani untuk memberikan dengan menjulurkan ke arahnya maupun menarik menjauhkan darinya.
Sebagai gantinya saya bertanya "Biayanya berapa?"
Dengan enteng dia berucap "Tiga ratus lima puluh ribu, entar HP nya dititipkan sini. Biar besok Senin dikerjakan".
Hati saya tergelitik penuh tawa terbahak-bahak. Sambil bergumam di batin "Kok ya ada pencari nafkah seperti ini? Sebenarnya uangnya buat apa sih?"
Barangkali, penjaga kiosnya tidak menyadari suara di jiwaku yang terpingkal-pingkal akibat dagelan tersebut. Sebab, saya tak merubah mimik muka secara mendadak. Alasannya, saya sudah berpengalaman dengan peristiwa semacam ini. Saya telah menyiapkan diri tatkala mengalami situasi tak mengenakkan kayak gini.
Dengan terbebani rasa kasihan terhadapnya, saya utarakan basa-basi sekaligus sebagai bentuk pamit untuk sopan santun "Maaf Mbak, saya pertimbangkan dulu".
Wajahnya nampak kecewa berat, ditambah agak sinis. Sungguh pantas dikasihani.
Singkat cerita, pada esok harinya (siang tadi di hari Sabtu) saya putuskan service di lokasi pertama. Biayanya tetap 20 ribu. Tidak ada revisi alias perubahan. Sayangnya, saya harus dioper atau "dilempar" ke tempat service lain yang barangkali dijaga suaminya. Penyebabnya, tukang servis yang biasa bertugas sedang repot.
Masalah di atas bukan suatu hal yang besar. Lagi pula lokasinya tak begitu jauh dari jalan Sumbersari. Setiba di sana, saya disambut ramah oleh Mas yang berjaga. Saya yakin, Mbak di Sumbersari tadi sudah memberitahukan pada Masnya. Terkait detail warna jaket dan sepeda motor yang saya kenakan.
Walau tempat di sana tidak sepi konsumen, seolah saya didahulukan dan diutamakan. Saya jadi sungkan sendiri. Terlebih waktu pengerjaan membenahi HP cepat. Sungguh cekatan tanpa disertai kesan seperti "sulit" sehingga butuh menguras tenaga dan pikiran. Pelayanannya juga totalitas.
Demi memastikan lem merekat kuat Mas yang ramah itu mengareti layar Handphone saya. Jumlah karet gelang yang diikatkan ada 4 buah. Kualitas karetnya bagus. Jenisnya yang kuat dan tak mudah putus.
Sambil menggelangi hp, Mas itu bertutur lembut "Nanti karetnya dibuka setelah 2 jam ya Pak, biar lemnya kering dulu."
Walau setelahnya dia sedang melayani pengunjung lain, saya berani tanya "Berapa biayanya Mas?"
Tanpa ragu menjawab "20 ribu".
Betapa merinding diri ini. Melihat dan mengalami sendiri "keajaiban" yang langka sekali dijumpai. Padahal, meski diminta tarif 50 ribu pun saya masih "berani" bayar.
Sekian dan selesai sampai sini cerita ini.
Semoga kisah di atas bermanfaat.
kak, boleh tau nama kios yang pertama ga kak? makasi
BalasHapusKak boleh kasi tau nama kios yang pertama ga kak?
BalasHapus