Banjirembun.com - Resistansi adalah daya tahan yang sangat kuat terhadap sesuatu yang mengancam keberlangsungan hidup. Di mana, mikroorganisme yang resisten pada antibiotik dan obat-obatan berarti telah kebal dan mampu beradaptasi supaya terus bertahan eksis.
Sedangkan, mikroorganisme atau mikroba adalah makhluk hidup yang teramat kecil yang tak bisa dilihat kasat mata kecuali menggunakan alat bantu mikroskop. Contoh mikroba meliputi bakteri, jamur mikroskopis, virus, alga mikroskopis, dan lain-lain.
Sebagaimana makhluk hidup lainnya, mikroba juga ingin mempertahankan hidup mereka. Barangkali, dosis (takaran) dan jenis antibiotik maupun obat-obatan kelas "teri" awalnya memang mampu membunuh organisme super mungil itu.
Sayangnya, lantaran musuh alami manusia itu sudah terbiasa dihajar oleh zat-zat kimia buatan pabrik, lambat laun fisik mereka beserta anak turunnya melakukan evolusi. Tujuannya, tentu demi keberlangsungan hidup spesies dari ancaman punah.
Pada akhirnya, butuh dosis "penawar" berupa antibiotik dan obat-obatan yang lebih besar. Serta, jenis levelnya yang makin "keras" agar efektif. Alhasil, memaksakan pakai cara pengobatan lama hasilnya bakal tak mempan. Tetap saja mustahil sembuh dengan cepat.
Superbug, Saat Patogen Kebal Antibiotik dan Tak Manjur Dengan Pengobatan Biasa
Ancaman resistansi antibiotik dan obat-obatan biasa bukan omong kosong. Baru-baru ini, kasus di India menunjukkan bukti ada evolosi mikroba menjadi mikroba "super". Bukan maksud menakut-nakuti, tetapi itulah fakta yang patut diwaspadai.
Fenomena di atas disebut sebagai superbug. Yakni, infeksi maupun peradangan yang disebabkan oleh berbagai jenis patogen yang resisten terhadap antibiotik dan obat-obatan "tingkat" umum. Patogen tersebut meliputi bakteri, parasit, virus, sampai jamur ukuran mikroskopis.
Superbug secara bahasa berarti terdapatnya celah, kesalahan, atau serangan masif yang berisiko merusak tatanan mapan. Penyebabnya, bisa karena sistem pertahanan internal tidak akurat dan relevan lagi maupun lantaran si penyerang yang berevolusi makin ganas.
Dampak buruk yang paling ringan dari superbug yaitu biaya pengobatan semakin mahal. Sebab, beberapa waktu lalu cukup dengan obat dan antibiotik yang tersedia luas sudah sanggup bikin sakit mudah sembuh. Kini, diperlukan varian pengobatan jenis baru yang tentunya berbayar mahal.
Menurut CDC Amerika Serikat terdapat 18 jenis penyakit yang masuk kategori superbug. Terdiri dari 3 tingkatan yaitu mendesak, serius, dan mengancam. Di mana, salah satu mikroba golongan superbug adalah escherichia coli yang umum ditemukan pada usus.
Kemudian, ada klebsiella pneumoniae yang jadi penyebab sakit paru-paru. Bahkan, infeksinya bisa menjalar ke otak yang berujung meningitis. Lalu, bakteri bernama staphylococcus aureus yang terbawa di makanan dan tetesan lembut air melayang di udara (aerosol).
Hal yang lebih mengerikan adalah hadirnya penyebab superbug bernama acinetobacter baumannii. Sumber penyebab penyakit yang resisten obat-obatan ini menyerang paru-paru pasien kritis pemakai alat bantu hidup di instalasi gawat darurat.
Ilustrasi penampilan acinetobacter (sumber gambar) |
Berhubung tak semua pasien mampu membeli obat-obatan maupun antibiotik versi terbaru yang lebih tinggi, membuat penderita superbug berisiko kematian. Lagi pula, menambah dosis antibiotik "kelas" biasa serta terus-menerus dicekoki malah berbahaya.
Tidak cuma merugikan bagi pasien itu sendiri. Lebih dari itu, kendati pasien bertahan hidup akan berpotensi melahirkan jenis mikroba baru yang resisten. Patogen tersebut berevolusi. Disusul, melakukan perkembangbiakan. Tentunya, menyebarluas menular ke banyak orang.
Hal yang bikin cepat meluasnya "wabah" superbug ialah penyalahgunaan antibiotik sembarangan tanpa kontrol pengawasan. Sakit ringan saja langsung diberi resep antibiotik. Parahnya lagi, dosis yang diberikan tak sesuai kebutuhan.
Pemakaian antibiotik terlalu banyak dalam satu resep pengobatan sangat riskan. Begitu pula, kadarnya amat sedikit tak kalah berdampak negatif. Keduanya, sama-sama berpeluang terjadi resistensi. Malahan, kemungkinan bisa terjadi pandemi superbug ketika tidak segera diterapkan tindak pencegahan.
Dari sini dapat diketahui bahwa walau beberapa individu punya penyakit sama tetapi peluang sembuh dengan antibiotik yang sama tetap beda. Barangkali, di suatu wilayah hanya 45% infeksi pneumonia yang bisa ditangani dengan antibiotik pada tahun tertentu.
Di tahun berikutnya dibutuhkan antibiotik lebih kuat untuk melawan penyakit. Tetap memaksakan memakai antibiotik lama berisiko keparahan sakit dan kematian. Tentunya, bertambah besar ancaman wabah superbug terjadi di masa mendatang.
Berdasarkan data, pada ranah global di tahun 2019 paling enggak 1,27 juta meninggal akibat superbug. Sebuah infeksi yang awalnya mudah dikendalikan berubah mematikan gara-gara penyalahgunaan antibiotik dan obat-obatan pereda infeksi.
Disclaimer: Tulisan tentang ancaman mikroba akibat pemakaian pemakaian antibiotik dan obat-obatan secara berlebihan hanya bersifat memberi wawasan tentang dunia kesehatan. Tidak dapat dijadikan rujukan maupun "alat pembenar" dari prasangka sebelumnya. Oleh sebab itu, guna mendapatkan kesimpulan utuh diperlukan membaca artikel-artikel lain tentang topik atau pembahasan terkait.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ancaman Nyata Mikroba "Super" yang Resistan Antibiotik dan Obat-obatan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*