Banjirembun.com - Emangnya kalau menyewa kenapa? Memangnya ketika lebih pilih mengontrak mengapa? Toh kebalikannya, apa bakal dapat jaminan aman dan selamat harga diri seseorang maupun keuangannya saat memutuskan cicil KPR? Gagal bayar hutang KPR risikonya berat bos! Itulah sedikit pertanyaan sekaligus sebagai bahan renungan yang berasal dari kalangan anti hutang dan menolak beli properti lewat KPR bank.
Di sisi lain ada sanggahan atau pembelaan penuh semangat dari kaum pendukung KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Mereka berasumsi dan berambisi setinggi langit, salah satunya dengan percaya diri, mengatakan bahwa dengan membeli properti secara KPR sanggup meningkatkan gengsi dan gaya hidup. Agar banyak yang bilang sudah punya banyak aset properti sendiri, sehingga dipandang berduit atau kaya. Padahal, itu kepalsuan dan semu belaka. Masih rentan "hilang" dari tangan.
Baca juga: 5 Risiko Transaksi Beli Rumah Melalui KPR
Lebih parah lagi, golongan penikmat hutang itu memakai aset properti yang dibeli secara KPR sebagai jaminan berhutang. Artinya, barang yang dibeli secara hutang tersebut sesudah direnovasi lalu dijaminkan (dijadikan agunan) kepada pihak penghutang. Alhasil, hutangnya menumpuk. Di mana dikatakan, dengan tersedianya aset properti "berstatus" hutangan dan modal dana "panas" itu bisa digunakan untuk buka usaha kos-kosan, kios, ruko, hingga bisnis waralaba (franchise).
Nahasnya, angan-angan kerapkali tak sesuai kenyataan. Usaha yang dijalani suram. Laba yang diperoleh dari hasil bisnis, tiap bulannya tak mampu menutupi hutang-hutang yang dicicil. Kalau sudah begitu tentu tekor. Hitung-hitungan awal nyatanya berbanding terbalik dengan fakta lapangan. Akhirnya bangkrut. Ujung-ujungnya aset properti disita. Tatkala harga lelang rendah, dampaknya uang setoran pelunasan yang dibayar tiap bulan menguap tanpa boleh ditarik lagi.
Apapun dalih dan pembelaan diutarakan, sebenarnya membeli properti melalui metode KPR alias berhutang, sampai kapanpun aset yang diangsur tersebut statusnya belum menjadi hak milik. Hingga pada waktunya semua cicilan telah lunas lantas SHM (Sertipikat Hak Milik) dibalik nama dan dikuasai si pembeli, barulah kepemilikan penuh bisa terjadi. Sebelum seluruhnya tuntas, statusnya masih sama saja yaitu "menumpang" dengan cara elegan.
Sangat disarankan bagi pembeli properti untuk pertama kali hindari melakukan transaksi dengan mekanisme hutang. Apalagi ketika properti itu mau dipakai sendiri untuk kehidupan keluarga sehari-hari. Baik dalam waktu jangka pendek maupun berperiode panjang. Serta yang hendak diwariskan pada anak kandung dan pasangan (ahli waris). Lebih bijaksana beli dulu tanah ukuran kecil, murah, dan lokasinya berada di dalam yang jauh dari keramaian lalu lintas.
Bahaya "Sampah" Berwujud Motivasi dan Tips yang Disertai Pamer Hasil Bisnis Properti di Internet
Polemik alias prahara akibat KPR bukan hanya terkait tersandung permasalahan finansial. Lebih dari itu menguras kesehatan jiwa, tenaga, pikiran, waktu, hingga merusak hubungan pertemanan dan keluarga. Oleh sebab itu, sebelum memutuskan beli properti bertujuan untuk bisnis amat disarankan menyewa dan mengontrak dulu. Pastikan bisnis yang telah dijalankan benar-benar dikuasai sepenuhnya serta telah mapan anti goyang. Setidaknya, masa sewa perlu waktu 1-3 tahunan.
Bagi yang hendak bisnis kos-kosan juga bisa mengontrak gedung atau rumah pribadi. Lebih bagus lagi adakan kerja sama dengan pemilik properti untuk gabung bisnis kos-kosan. Rasakan terlebih dulu bagaimana sensasinya cari konsumen penghuni kos, bagaimana pengelolaan, sampai hal-hal detail lainnya. Nah, setelah betul-betul siap terjun totalitas dengan segudang pengalaman di bisnis kos-kosan barulah patut untuk diperjuangkan menapaki tantangan lebih tinggi dengan segala risiko yang makin berat.
Atap rumah yang sedang dikontrakkan |
Ingatlah, jangan tergiur motivasi dan tips bisnis properti di media sosial seperti YouTube, Facebook, Instagram, TikTok, dan lain-lain. Walau sekalipun itu mereka juga telah pamer dan menunjukkan bukti-bukti kesuksesan hasil bisninya. Waspadalah, penipu yang berkedok MLM palsu maupun trading abal-abal juga dimulai dengan cara pamer harta hasil "bisnis". Kenyataannya, itu hanya trik untuk memancing biar diikuti jejaknya kemudian masuk lubang jebakan.
Kalau pun memang harta yang dipamerkan dan aset-aset bisnis properti di atas faktanya terbukti hasil jerih payah sendiri, bukan hal cerdas serta-merta mengikuti jejak mereka. Renungkan tentang konsep rezeki dan profesi. Barangkali profesi mudah ditiru tetapi rezeki tiap-tiap individu tidaklah sama. Bidang bisnis dan strateginya boleh persis mirip 100% tapi jangan berharap hasil yang diterima juga setara. Masing-masing manusia punya jatah masalah dan solusi di waktu serta lokasi berbeda-beda.
Mulai sekarang cegah diri langsung tergiur ucapan-ucapan pebisnis properti di video miliknya. Sebab, bisa jadi orientasi mereka berbagi ilmu bukan tulus demi kemanusiaan. Melainkan ada motif finansial. Setidaknya, dengan memajang dan menyebarkan video-video di media sosial mereka akan memperoleh duit dari tayangan iklan. Intinya, mereka masih butuh uang. Sungguh aneh terlalu percaya pada omongan orang yang doyan recehan. Itu rakus atau karena punya beban hutang?
Baca juga: Ketika Orang Kaya, Motivator, dan Artis Gemar Mengeruk Receh di Media Sosial
Tatkala diselidiki, beberapa konten kreator atau influencer yang "menjerumuskan" pengikutnya supaya hutang KPR ternyata tengah melakukan kerja sama dengan pihak bank. Diakui, mungkin sejumlah mayoritas konten yang mereka up load atau posting sama sekali tanpa menyebutkan merk perbankan tertentu. Kendati disebutkan pun, pada satu-dua video, terdapat yang malu-malu untuk berterus terang secara gamblang. Akhirnya, biar tak terlalu mencolok dibuat samar-samar.
Mirisnya saat di balik layar antara motivator dan pebisnis properti itu tertawa bersama dengan pegawai bank. Di mana, video-video yang telah mereka sebarkan dijadikan alat pemulus mengajukan KPR pada bank. Sebab, propaganda atau promosi KPR telah dilakukannya. Boleh dibilang, jelas-jelas terdapat oknum dari mereka kongkalikong dengan perbankan. Barangkali sedikit saja yang seperti itu. Namun, mencurigai dan mengantisipasi bukanlah perbuatan terlarang.
Lebih sadis lagi, setelah gembar-gembor mengajak KPR properti lalu orang-orang yang mengikuti jejak mereka mengalami gagal bayar hal yang terjadi yaitu ditake over. Taktik tersebut diterapkan semata-mata bukan untuk menolong. Justru sebagai tipu daya. Dengan me-take over kredit properti milik "korban", mereka tak perlu repot lagi menemukan hingga menawar properti pada warga lokal. Alasannya, penduduk lokal biasanya enggan menjual properti pada orang yang tidak jelas asal-usulnya. Misalnya, suku dan adatnya beda.
Pebisnis properti beserta kroni-kroni yang memotivasi, membimbing, dan memberikan tips berupa video di media sosial anggap saja sebagai wawasan tambahan. Hindari langsung begitu saja mengikuti jejak mereka. Apalagi fanatik dan menganggap hebat. Pantaskah mereka dibilang sang "penyelamat"? Sedangkan video mereka saja "dipasang" atau muncul iklan yang kerap nongol di TV, berisi tawaran beli buku, mengajak ikut seminar berbayar, menjual barang tertentu, serta menyarankan untuk install aplikasi di ponsel.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pilih Sewa dan Mengontrak Properti atau Beli Pakai Cicilan KPR?"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*