Banjirembun.com - Menganggap kuper (kurang pergaulan) pada orang lain tetapi dirinya sendiri wawasannya ternyata cuma level seputaran lokal. Sungguh pantas dikatakan bagaikan katak dalam tempurung. Begitu pula layaknya "Maling teriak maling". Menuduh orang lain anti sosial tapi dirinya malah sering terkaget dan tergagap saat menerima informasi "unik" di internet.
Barangkali masih banyak orang yang merasa percaya diri menyatakan pergaulannya luas tapi tak tahu tentang adanya kepulauan milik australia yang dekat Sumatera. Di atasnya, ada Masjid serta penduduk yang berbahasa Melayu. Yakni, sebuah tutur lisan yang mengakar kuat di Indonesia beserta pula di negeri Jiran seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Baca juga: Arti Kata "Jiran" dan Keterkaitannya dengan Negeri Malaysia
Gugusan pulau yang dikuasai oleh australia itu bernama Kepulauan Cocos alias Keeling. Lokasinya di selatan pulau jawa agak di sisi beratnya sehingga sangat jauh dengan benua australia. Di mana, kumpulan pulau tersebut memiliki jumlah penduduk sekitar 500-1000-an jiwa. Mayoritasnya dihuni oleh orang bersuku Jawa-Melayu yang beragama Islam.
Sisanya, orang keturunan eropa-australia yang beragama kristen. Mereka berdomisili menyendiri berada di pulau sisi paling barat (tepatnya barat daya) yaitu di West Island. Di sanalah ada bandara udara Cocos Island-West Island. Serta sejumlah "tandon" penyimpanan minyak, SPBU, dan fasilitas umum lain yang nampak lebih modern ketimbang lokasi lainnya di kepulauan Cocos.
West Island dan home Island di kepulauan Cocos (sumber gambar dari Google Earth) |
Ironis, West Island berukuran besar tapi populasi penduduknya paling kecil. Berbanding terbalik dengan sebelah utara yang ukuran daratannya mungil tapi warganya cukup padat. Terbukti, terlihat dari Google Maps formasi rumah di pulau terpadat yang disebut Home Island itu mirip perumahan. Deretan rumah menumpuk jadi satu berjejer tertata rapi. Tak ada satupun rumah yang "menyendiri".
Parahnya lagi, urusan administrasi terpusat pula di West Island. Tentulah, para keturunan bule yang lahir di australia daratan yang menjadi petugasnya. Sedang, sebagian lainnya lebih banyak bekerja di bidang pertanian kelapa. Lantas, dalam jumlah lebih sedikit ada yang menggeluti bidang usaha kelas kecil. Artinya, bukan hal bikin heran ketika kopra jadi komoditas ekspor yang utama.
Meski dataran rendah, potensi tenggelam sangat kecil lantaran pijakan kepulauan Cocos berupa "gunung" besar di bawah lautan (sumber gambar dari Google Earth) |
Sebagian besar kondisi geografis kepulauan Keeling yaitu dataran rendah. Tinggi maksimal di sana kisaran 6 meter di atas permukaan laut. Beruntungnya, curah hujan di sana lumayan tinggi. Ditambahi suhu udara rata-rata antara 25⁰ C - 29⁰ C. Alhasil, iklimnya hangat tetapi disertai lembab. Cuaca tersebut sebagaimana umumnya yang terjadi pada negara tropis lainnya.
Lokasi kepulauan Keeling dekat pulau Jawa dan Sumatera (sumber gambar dari Google Earth) |
Sejarah Kepulauan Cocos
Coco artinya kelapa. Disebut demikian lantaran sangat banyak pohon kelapa di sana. Bahkan, dalam sejarahnya yang kelam kepulauan tersebut pada zaman dulu dikenal produksi kelapa. Sayangnya, bukan dilakukan secara manusiawi. Namun, sistem perbudakan yang diterapkan. Tentunya mudah ditebak, orang-orang keturunan Melayu yang diperas tenaganya dengan paksa demi panen harta.
Adapun penyebutan Keeling sebagai nama lain dari kepulauan Cocos ialah bermula dari penjajah eropa di bawah naungan VOC. Dia bernama William Keeling yang pada tahun 1691 mengklaim penemuan pulau tersebut. Sebagai kapten kapal misi penjajahan, tentunya Keeling memiliki keistimewaan tersendiri. Salah satunya, namanya dipakai untuk "menandai" pulau yang disinggahi.
Sebelum dimiliki negara australia, awalnya kepulauan Cocos "diduduki" oleh John Cluines-Ross. Mulanya memang sudah ada budak-budak di gugusan pulau tersebut. Akan tetapi pada tahun 1827-1831 Ross mendatangkan lebih banyak korban kerja paksa keturunan Melayu ke sana. Dipekerjakan untuk memanen kelapa. Nah, baru di tahun 1978 keturunan Ross menjual sebagian properti di pulau itu pada pemerintah australia.
Jangan heran sampai sekarang banyak penduduk di kepulauan Keeling yang setidaknya berjumlah 27 pulau tersebut lebih suka menonton acara siaran televisi dari Indonesia. Begitu juga, adat istiadat masih amat kental terikat dengan leluhur mereka. Selain itu, iklim dan cuaca di wilayah tersebut sangat cocok bagi mereka. Wajar saja fenomenanya seperti itu, lantaran lokasinya tak jauh dari pulau Jawa.
Hal-hal Unik di Kepulauan Cocos
Kondisi alam meliputi lautan, hamparan pasir pantai, hutan, hingga pemandangan langit (terutama sunset dan sunrise) amat menggoda di sana. Sebetulnya, ketika dijadikan sebagai destinasi wisata juga tak begitu mengecewakan. Agar penghasilan serta "kebahagiaan" penduduk di kepulauan Cocos makin sejahtera. Salah satunya, bisnis penginapan meningkat.
[Lokasi kupulauan Cocos di tampilan Google Maps]
Seperti halnya kepulauan di Maladewa yang penduduknya 100% Muslim, walau berupa gugusan pulau kecil tapi fasilitas di sana terbilang lengkap. Mulai dari Masjid, sarana pendidikan, instalasi kesehatan, sampai pada akses internetnya yang dilarang keras meremehkannya. Terkait akhlak penduduknya tentunya sangat ramah, sopan, serta serba mudah menolong. Umumnya orang Indonesia yang punya sifat "tak enakan" tatkala tidak memberikan pertolongan.
Baca juga: Bukan Saudi, Inilah Satu-satunya Negara yang 100% Penduduknya Muslim
Berhubung ukuran luas seluruh pulau hanya berkisar 14 Km² serta lebar jalan yang tak besar, kendaraan yang digunakan di sana bukan mobil. Akan tetapi semacam ATV dan mobil Buggy (kerap dipakai di lapangan golf) yang ukuran boddy-nya imut. Lebih mengagumkan, kesenian batik dan wayang cukup populer di sana. Oleh sebab itu, bagi orang melayu yang ke sana ibarat datang ke kampung halaman sendiri.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ada Masjid dan Berbahasa Melayu, Gugusan Pulau yang Dikuasai Australia ini Sangat Dekat Sumatera"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*