Banjirembun.com - Modus penipuan sangat beragam dan luas aspeknya. Ada yang dilakukan secara langsung dan terang-terangan sehingga tampak jelas aksi tipu-tipu yang dilancarkan. Terdapat pula yang "malu-malu" dan tertutup rapat lewat "celah" tertentu sehingga sulit disebut sebagai penipuan.
Ambil contohnya terdapat pihak "penipu" yang menjerumuskan pembeli properti agar mau mengeluarkan uang "kecil" untuk hal-hal yang tak perlu. Padahal, walau nominal ratusan ribu hingga 1 jutaan tetaplah ada risikonya. Sayangnya, penipu tak bisa dipidanakan karena masuk ranah hukum perdata.
Biasanya makelar, sales, atau agen properti memiliki banyak alasan supaya korban mau mengeluarkan uang "pembuka" berjumlah kecil dibanding harga jual, sebelum akad jual-beli dilakukan. Baik itu dengan cara memberi "ancaman" bakal gagal punya aset properti maupun mengasih iming-iming.
Berkali-kali diingatkan pada artikel di situs Banjir Embun ini terkait jual-beli properti ditekankan hindarilah terburu-buru. Lebih baik kehilangan atau gagal mendapatkan objek properti yang diidamkan ketimbang ditipu. Sebab, saat telaten mencari masih banyak lokasi lain yang tentu jauh lebih unggul dan menggiurkan.
Sebelum melanjutkan baca, bagi pihak-pihak yang butuh referensi bermanfaat tentang permasalahan properti silakan buka tautan berikut https://www.banjirembun.com/search/label/Properti. Di sana, dijamin akan menemukan bacaan-bacaan baru yang belum pernah terpikirkan dan diketahui.
Tipe atau karakter korban penipuan yang kerap jadi sasaran empuk oknum pegiat investasi properti adalah sebagai berikut:
1. Tenaga Kerja Wanita
Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri sering jadi sasaran tembak makelar tanah dan rumah bekas/seken. Nahasnya, saat transaksi posisi TKW masih bekerja di luar negeri. Serta-merta percaya saja pada broker properti lantas transfer uang ke rekening pribadinya.
Harus dimaklumi, TKW seringkali berlatar belakang dari keluarga ekonomi bawah. Di masa lalunya enggak pernah pegang uang gede. Sekali mempunyai sendiri malah bingung buat apa. Apalagi kebutuhan hidup dan belanja barang mewah untuk keluarga di kampung sudah dia penuhi.
Sisa tabungan yang ada akhirnya diputuskan dialokasikan investasi properti. Berhubung sibuk kerja serta enggan belajar tentang dunia properti akhirnya terkena tipu. Hal tersebut mungkin juga akibat menggampangkan urusan duit. Menurutnya uang mudah didapat.
Fenomena uang TKW yang dibawa kabur oleh makelar jahat sangat mudah ditemukan dalam dunia jual-beli sawah, pekarangan, dan rumah di perkampungan. Masih "beruntung" sebagian uang tersebut nilainya tak lebih dari 10 juta. Adapun sebagian lain 150 lenyap begitu saja di tangan broker.
Tips menghindari penipuan beli tanah bagi TKW yaitu jangan transfer uang ke siapapun. Lebih baik simpan uang sampai masa kontrak kerja habis lalu pulang ke Indonesia. Lakukan transaksi sendiri. Jangan lupa pelajari dulu seluk beluk dunia properti. Selain bertujuan terhindar penipuan, itu juga untuk mencegah salah memilih bidang investasi.
Kalau masih ada di hati perasaan ngebet atau kebelet segera pengen beli aset properti sebaiknya libatkan keluarga. Transfer uang ke keluarga, kemudian berikan surat kuasa kepadanya untuk melakukan akad jual-beli. Surat kuasa ke PPAT penting dibuat agar sertifikat tanah atau rumah atas nama TKW sendiri.
2. Perintis Bisnis Properti
Sebagai pemula yang berkecimpung di dunia properti tentunya sadar diri bahwa dalam merintis diperlukan banyak ilmu, pengalaman orang lain, dan latihan sendiri. Pelaku baru pada bisnis properti kerapkali pemuda yang tengah cari kerja, orang berduit yang punya waktu, emak-emak tajir, hingga pensiunan.
Sebagaimana diketahui, bisnis kos-kosan saat ini lumayan hits jadi tren tersendiri. Begitu pula investasi pembelian unit ruang apartemen. Maksud hati emak-emak ingin menempatkan uang di sektor tepat semisal properti tetapi malah yang terjadi rugi uang, waktu, dan tenaga. Loh kok bisa seperti itu?
Beberapa tahun lalu amat marak iklan seminar properti, buku properti, pelatihan atau bimbingan properti, hingga pendampingan bisnis properti. Kenyataannya, itu semua hanya modus untuk meraup uang dari peserta yang membayar biaya seminar, latihan, sampai untuk beli buku.
Barangkali gelombang pertama kegiatan di atas memang benar-benar terlihat "menghasilkan" sehingga menyilaukan. Akan tetapi untuk gelombang kedua dan seterusnya hanya basa-basi. Tujuan utama penyelenggara fokus meraih uang dari korban. Tanpa peduli peserta ke depannya untung atau rugi di bisnis properti.
Setelah anggota komunitas pejuang properti di atas menerapkan sendiri membuka kos-kosan dan menyewakan unit apartemen realitanya semua rugi besar. Properti rumah kos yang dimiliki enggak laku. Setali tiga uang, ada peserta lain yang menyewakan ruang apartemen juga cuma mampu laku dengan harga sewa murah.
Baca juga: Sejarah dan Arti Ungkapan 'Setali Tiga Uang'
3. Orang yang Kebelet Punya Properti
Bentuk "penipuan" pada korban bertipe ini sering dilakukan oleh sales marketing maupun makelar alias perantara. Yakni, dengan cara membujuk atau sedikit "memaksa" calon pembeli untuk membayar uang muka alias DP. Setidak-tidaknya bayar ITJ (Ikatan Tanda Jadi) sudah cukup bagi mereka.
|
Contoh kwitansi ITJ (Ikatan Tanda Jadi) beli rumah |
Loh, letak penipuannya di mana? Sebenarnya ini "mustahil" akan disebut penipuan. Terkadang sales atau broker properti tidak terbuka tentang risikonya. Misalnya, ITJ ternyata dapat hangus atau tak bisa ditarik lagi ketika batal beli. Begitu pula DP mungkin boleh diambil. Namun, kena potongan antara 5-10%.
Kasus hangusnya uang "pembuka" transaksi ini sering terjadi salah satu sebabnya lantaran KPR calon pembeli tak disetujui bank. Adapun penyebab ITJ dianggap penting yaitu demi mencegah kaveling, rumah, atau objek properti lain yang sudah diincar "direbut" oleh konsumen lain.
Bentuk penipuan yang sesungguhnya dalam poin ke-3 ini berupa harga properti yang super murah. Di mana, developer bodong ini sejak awal punya niat menipu. Menyebar iklan ke mana-mana melalui pamflet, brosur, reklame, hingga promosi gratisan di media sosial. Menjerat para kaum awam yang kebelet dan tergiur ingin punya aset properti.
Setelah properti berhasil dibayar lunas, cicilan tempo, maupun sekadar DP-nya ternyata aset tersebut bukan milik "penjual". Si penjual posisinya cuma sebagai pengelola lahan untuk dibisniskan kaveling. Lebih parah lagi, ada orang yang mengaku-aku memiliki lahan di lokasi tertentu untuk dijual. Realitanya, lahan tersebut lama nganggur diabaikan pemilik asli.
4. Pemilik Properti yang Butuh Uang
Namanya butuh uang pasti kondisinya kepepet. Posisinya serba salah. Ingin tetap mempertahankan kepemilikan properti tapi nyatanya butuh uang. Mau menjual properti risiko yang dihadapi nilai jualnya terlalu besar daripada angka uang yang dibutuhkan. Akibatnya, uang sisa penjualan bingung dipakai apa.
Pada akhirnya jalan yang diputuskan ialah sertifikat SHM digadaikan ke pihak bank. Bukannya diberi pinjaman sesuai kebutuhan justru oknum bank menawari jumlah pinjaman lebih besar. Di mana, taksiran harga objek properti itu 300 juta. Sedang kebutuhan uangnya 50 juta. Pihak bank menawarkan pinjaman 150 juta.
Alasan oknum pegawai bank "memaksa" nasabah menerima pinjaman melebihi pengajuan nasabah tujuannya ingin mengejar target. Semakin banyak nominal angka pinjaman yang diterima bank makin besar pula bonus yang didapat. Serta tentunya target yang ditetapkan sesuai aturan bank sudah terpenuhi.
Ketika pinjaman 150 juta diterima nasabah, sejatinya pihak bank tidak memiliki risiko apapun. Penyebabnya, jika peminjam gagal bayar maka aset properti yang diagunkan bakal dilelang bank. Dari sisi peminjam, berpotensi kehilangan nilai uang 150 juta lebih dari harga properti yang ditaksir 300 juta. Sebab, mungkin saja harganya mampu lebih besar lagi.
Kasus seperti ini juga tak mungkin dapat dikatakan sebagai penipuan. Sebab, kedua belah pihak sama-sama dianggap melakukan transaksi legal tanpa ada unsur paksaan. Kendati seperti itu, faktanya klausul atau pernyataan dalam perjanjian yang dibuat mayoritasnya menyudutkan nasabah yang berhutang.
Bukan hanya tersandung masalah hutang-piutang. Umumnya orang butuh duit tunai juga kerap rela menjual atau kadang menggadaikan aset properti dengan nilai rendah. Nahasnya, disebabkan saking mendesak apalagi ditambah awam di dunia properti bikin pemilik tanah rela menjual properti dalam kondisi "tertekan". Alhasil, disalahgunakan oleh broker atau pembeli.
5. Penerima Tanah Warisan
Ketiban durian berupa warisan merupakan target empuk bagi penipu di dunia properti. Terlebih warisan tersebut berupa tanah luas. Modus yang dilakukan berupa jual-beli tanah yang pada dasarnya mengandung penipuan. Terkadang pula melakukan sistem kerja sama mengkavling-kavling lahan.
Penipu menjanjikan untung besar bagi pemilik lahan luas yang telah dipetak-petak. Cukup dengan berdiam saja tanpa ikut aktif kerja. Sayangnya, kenyataan miris terjadi. Setelah sebagian kaveling laku si penipu itu melarikan diri. Pemilik tanah cuma kecipratan uang sedikit dari transaksi penjualan kaveling.
Beruntung tatkala kepemilikan lahan belum beralih tangan ke pembeli. Dengan demikian, yang "bersengketa" cuma si penipu dengan pembeli tanpa melibatkan pemilik tanah. Meski seperti itu, kesan buruk pada lahan yang dimiliki bakal melekat di masyarakat yang berakibat disebut sebagai tanah panas.
Tak cuma soal jual-beli properti. Para penerima warisan berwujud properti juga rentan tersandung masalah dalam menyewakan maupun bagi hasil dari bisnis properti. Hal itu disebabkan kurangnya pengalaman para pemilik properti. Contohnya, tanah sawah warisan yang digarap orang lain ternyata bagi hasilnya tidak transparan.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "5 Pihak yang Kerap Jadi Sasaran Empuk Penipu Spesialis Aset Properti"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*