Banjirembun.com - Bagi investor rumah yang masih pemula sering kali belum tahu istilah-istilah teknis yang dipakai dalam pembelian rumah. Tak terkecuali tentang bagaimana status tahapan atau proses proyek pembangunan perumahaan yang diincar.
Sayangnya, amat jarang orang "dalam" yang mau menjelaskan tentang maksud dari ungkapan khas pengembang perumahan tersebut. Baik itu sales, agen properti, makelar, hingga sekelas manajer sekalipun.
Selain karena tidak telaten, dianggap buang-buang waktu, serta memang dasarnya tak mau bagi-bagi ilmu ternyata menjelaskan detail istilah tertentu pada konsumen justru dianggap "bodoh" oleh mereka.
Para penjual rumah tersebut bakal menggunakan kesempatan atas ketidaktahuan dan minimnya wawasan calon pembeli sebagai cara mengeruk uang lebih banyak. Ada saja siasat yang digunakan.
Baca juga: Perilaku Pihak Penjual, Sales, dan Broker Jual Beli Properti yang Patut Diwaspadai
Meski para "perantara" developer di atas tidak menipu secara vulgar, faktanya tetap merugikan. Di mana, seharusnya dengan uang 225 juta pembeli sudah mempunyai rumah yang diincar tapi nyatanya mesti merogoh lebih dalam lagi.
Sebagai salah satu upaya agar terhindar penipuan berikut ini istilah dari developer perumahan tentang status proses pembangunan rumah yang harus dipahami:
1. Inden
Beli secara inden pada developer perumahan adalah membeli rumah dengan cara memesan dan membayar dulu baik hanya dengan uang muka, mencicil, maupun lunas. Pemesanan dilakukan karena wujud rumah yang dijual memang tidak ada.
Pada tahap lebih dini, terdapat pengembang yang sudah berani jual rumah. Padahal, bidang tanah calon lokasi perumahan masih belum rata sehingga memerlukan alat berat untuk menatanya. Butuh waktu satu atau dua tahun lagi agar rumah siap ditempati.
Prinsip beli rumah secara inden mirip dengan beli inden sepeda motor dan mobil. Barangnya belum ada (tak di tangan penjual) dan mungkin juga belum dibuat, dirakit, atau diproduksi. Kadang tanpa jaminan pasti kapan barang bisa diterima pembeli.
Pembelian rumah model inden ini sering diplesetkan sebagai "Developer yang sedang menjual gambar rumah (di poster/pamflet), bukan menjual bangunan rumah". Ejekan tersebut kerap menjadi senjata bagi pesaing.
Hal di atas wajar. Sebab, umumnya rumah yang dipesan masih belum memiliki legalitas. Sambil menunggu izin dan syarat lain turun, developer menghimpun dana dari pembeli yang order rumah. Di mana, lahan yang sudah laku itu dapat pula menjadi "magnet" bagi peminat lain.
Faktor lain kenapa developer menjual rumah menggunakan sistem inden adalah sertifikat tanah masih diagunkan atau dijadikan jaminan di bank. Daripada tanah dianggurkan, lebih baik dijual ke pembeli yang sabar menunggu hingga pembangunan dilakukan. Setelah hutang dilunasi baru proyek dikerjakan.
2. Siap Bangun
Lahan atau kavling yang siap bangun statusnya sudah layak dan legal untuk didirikan bangunan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sekarang diganti PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) telah keluar. Intinya, tanah sudah benar-benar siap dibangun.
Begitu pula SHM (Sertifikat Hak Milik) dan SHBG (Sertifikat Hak Guna Bangunan) sudah split atau dipecah. Artinya, ketika rumah sudah selesai dibangun sertifikat tersebut sudah siap dibalik nama ke pembeli. Tanpa menunggu dipecah dulu per unit rumah.
Ada alasan developer tidak segera membangun rumah saat belum ada pembeli. Penyebab utamanya ialah tak ada dana untuk biaya pembangunan. Selain itu, kalaupun sudah terbangun jika rumah tak segera laku maka cepat kusam karena tak segera ditinggali.
Mekanisme pembayaran rumah siap bangun ini umumnya melalui model inhouse. Yakni, pembelian secara kredit atau mencicil langsung kepada pihak developer tanpa melalui pihak ketiga sebagai pemodal seperti bank.
Biasanya waktu yang dibutuhkan antara akad (transaksi) sah sampai adanya Serah Terima Kunci (STK) antara 4 - 6 bulan. Tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Pembeli akan munasi setelah rumah sudah rampung 100%.
Akan tetapi, ketentuan lain mungkin berlaku. Terutama terkait adanya diskon dan bonus yang dijanjikan. Oleh sebab itu, saat PPJB (Perjanjian Pengikat Jual Beli) pembeli wajib teliti serta tak sungkan minta revisi ketika menemukan kejanggalan atau tak sesuai anggaran keuangan.
3. Ready Stock
Rumah ready stock bukan berarti rumah sepenuhnya siap huni. Terkadang masih perlu finishing. Misalnya ada pembersihan, pengecatan, atau hal lain yang bersifat sekunder untuk dituntaskan.
Jarang sekali pengembang perumahan yang mau menjual rumah ready stock. Kalau pun ada yang ready dikarenakan pembeli sebelumnya membatalkan transaksi lantaran kredit yang diajukan ke bank ditolak atau alasan lainnya.
Ilustrasi rumah ready stock, menunggu pembeli |
Harga rumah ready stock juga lebih mahal daripada yang siap bangun terlebih lagi dengan yang inden. Kendati demikian, kalau pembeli mau membayar secara kontan (cash keras) harga bisa saja jauh lebih murah. Ditambah belinya di awal ketika proyek perumahan mulai dibangun.
Baca juga: 5 Masukan Berharga Sebelum Memutuskan Investasi Rumah
Kelemahan beli rumah ready stock yaitu pembeli tidak bisa merubah denah rumah. Enggak tahu persis bahan baku rumah. Tak cuma itu, untuk menunggu ketersediaan rumah baru bangun yang siap huni di sebuah perumahan juga sulit. Tatkala sudah ada sangat sukar dimiliki. Selain harga mahal, juga sudah dibeli investor kakap.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Perbedaan Beli Rumah pada Developer Perumahan Secara Inden, Siap Bangun, dan Ready Stock"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*