Banjirembun.com - KPR atau Kredit Pemilikan Rumah adalah fasilitas cicilan berbunga dan berjangka waktu yang diselenggarakan oleh perbankan kepada nasabah perorangan yang hendak membeli hunian.
Syarat untuk disetujui mendapatkan KPR di bank tidak mudah. Begitu pula setelah lolos KPR tak kalah bikin ribet. Terutama bagi kalangan yang anggaran keuangannya teramat ketat. Berakibat sangat sensitif tatkala ada perubahan suku bunga.
Sebelum membeli rumah lewat KPR pahami dulu kerugiannya. Selain menurut hukum agama diharamkan karena riba, ternyata ada sejumlah risiko lainnya. Berikut ini 5 hal rumit transaksi beli rumah dengan KPR:
1. Melelahkan Fisik dan Pikiran
Bayangkan saja setelah capek "meneliti" lokasi, jejak rekam developer, spesifikasi rumah, menyesuaikan kemampuan finansial, dan lain sebagainya ternyata masih dituntut untuk mendapatkan bank yang mau mendanai KPR.
Saat ke bank calon pembeli rumah diperintahkan mengisi blangko atau isian formulir. Tahapan selanjutnya biasanya bank akan melakukan wawancara, validasi dokumen calon nasabah, BI checking atau SLIK, hingga survei lapangan. Pada saat inilah posisi nasabah seperti "terdakwa".
Setelah di-ACC atau disetujui bank, nyatanya enggak bisa langsung istirahat. Masih harus menunggu berapa plafon kredit (besaran nominal pinjaman dari bank). Di mana, plafon ini menentukan jumlah DP yang harus dibayar. Sungguh bikin dag dig dug.
Baca juga: 7 Konsep Perumahan Syariah yang Saling Menguntungkan Penjual dan Pembeli
2. Biaya-biaya Tambahan
Appraisal adalah penaksiran atau penentuan harga yang sesuai keumuman pasar melalui tindakan survei, dokumentasi, dan investigasi. Selain untuk KPR, appraisal juga dipakai saat aset ingin dijaminkan atau diagunkan.
Sayangnya, pihak bank yang ingin mengetahui nilai jual rumah itu terkadang melibatkan pihak ketiga. Oleh sebab itu, ada biaya tambahan dikeluarkan sebesar 150 ribu sampai 1 jutaan. Sudah barang tentu calon pembeli rumah yang diberikan beban tersebut.
|
Perumahan KPR Syariah Subsidi Pemerintah |
Biaya administrasi lainnya seperti provisi (imbalan atau balas jasa) biasanya juga dikenakan oleh pihak bank maupun developer. Belum lagi biaya asuransi kebakaran dan asuransi jiwa. Semua itu tentu tidak perlu dikeluarkan tatakla beli rumah secara lunas.
3. Butuh Ketelitian Ekstra
Beli rumah secara kontan saja butuh kecermatan. Apalagi beli secara kredit. Tentunya perlu ketelitian ekstra ketika membaca dokumen-dokumen persyaratan dan perjanjian yang disodorkan bank. Jangan sampai terkena jebakan batman yang berujung penyesalan.
Baca juga: 3 Tips Beli Rumah Agar Tidak Tertipu
Kecerobohan akibat terburu-buru ingin segera menempati rumah yang diidam-idamkan bakal menimbulkan kerugian yang amat besar. Bisa saja ada sengketa dan masalah di kemudian hari. Misalnya, setelah cicilan lunas ternyata SHM tidak segera bisa dikuasai.
Hilang fokus di waktu awal mengurus persetujuan KPR dapat menjadi malapetaka. Tidak cuma memakan waktu dan biaya. Lebih mengerikan menguras pikiran dan bikin stres. Maunya untung tapi hasilnya justru buntung. Bukan keberkahan yang didapat, malah musibah.
4. Membayar Bunga Lebih Besar dari Seharusnya
Menanggung pembayaran bunga yang melambung melebihi yang telah diwajibkan merupakan risiko KPR yang menghantui. Apapun alasannya, jangan sampai tergiur dengan promo diskon atau bonus dari bank serta developer.
Lebih baik bandingkan sistem KPR di satu bank dengan bank lainnya. Tentu perbandingkan juga rumah yang diincar dengan alternatif pilihan rumah lainnya. Intinya, hindari fanatik agar pikiran tak sempit yang berakibat mudah didekte mereka.
Angsuran biasanya dikenai bunga kombinasi antara floating (mengambang sesuai suku bunga acuan BI) dengan fix (tetap). Di mana, 3-5 tahun pertama bunganya tetap. Kendati seperti itu ternyata cicilan tersebut hanya membayar bunga. Belum mengurangi harga pokok atas tanggungan pinjaman rumah.
Kenyataannya, penetapan bunga dari bank seringkali melanggar ketentuan acuan suku bunga BI. Meski suku bunga BI turun ke 3,5% faktanya bank tetap membebani bunga sekitar 6% pada nasabah. Lebih baik pilih bank yang "berani" memberi bunga tetap (fix) selama 10 tahun atau bahkan sampai lunas. Itupun amat jarang kecuali subsidi pemerintah.
5. Membebani Keluarga atau Ahli Waris
KPR joint income adalah penggabungan penghasilan antara suami dan istri untuk pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah. Artinya, jika salah satu meninggal dunia maka pihak yang hidup masih dikenai kewajiban menanggung cicilan.
Nah, masalahnya asuransi jiwa tidak akan berlaku untuk mekanisme joint income KPR. Kecuali, kedua belah pihak yang tercantum tersebut semuanya meninggal dunia. Kendati seperti itu, ketentuan lain ketika tanda tangan asuransi bisa dirubah.
Nasabah di waktu tanda tangan asuransi KPR bisa mengajukan untuk merubah klausul (ayat, pasal, atau pernyataan) di perjanjian supaya salah satu pihak yang meninggal dunia sudah boleh klaim asuransi. Dengan demikian, pihak asuransi akan membayar lunas rumah sehingga ahli waris tidak terbebani.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "5 Risiko Transaksi Beli Rumah Melalui KPR"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*