Banjirembun.com - Sebuah pembangunan fisik berupa jembatan tidak bisa dilakukan tanpa perhitungan matang. Apalagi proyek tersebut berskala nasional penghubung antar pulau. Pasti butuh dana yang besar dan waktu penyelesaian lama.
Bagi orang awam yang cuma antusias pada adanya pengadaan sarana transportasi dan infrastruktur besar-besaran mungkin "gatal" lantaran tak kunjung dibangunnya jembatan di selat sunda dan di selat bali.
Mereka tidak terpikirkan dampak negatif secara geologi, sosiologi, hingga ekonomi. Biasanya yang namanya pembangunan jembatan memang menguntungkan secara ekonomi. Namun, dalam keadaan tertentu justru bikin rugi.
Berikut ini alasan jembatan selat sunda dan selat bali sulit direalisasikan:
1. Jembatan Selat Sunda
Di selat sunda ada gunung aktif bernama Krakatau. Untuk sementara ini memang letusan gunung yang berada di tengah lautan itu masih skala kecil. Akan tetapi ancaman letusan super dahsyat bisa saja terjadi tiba-tiba. Tentu itu dapat dengan mudah merusak jembatan.
Lokasi gunung Krakatau (Google Maps) |
Lagi pula ukuran selat sunda jaraknya teramat panjang. Serta kedalaman lautnya lumayan curam. Tentu butuh biaya pengerjaan yang mahal. Perlu waktu cukup lama agar ongkos yang dikeluarkan bisa balik modal. Akibatnya, investor asing bakal pikir-pikir berinvestasi di sini.
Jembatan selat sunda yang direncanakan punya panjang 27 Km itu setidaknya butuh biaya 185 triliun. Nominal segede itu bisa dialokasikan untuk pembiayaan proyek lain yang jauh lebih dibutuhkan bagi masyarakat. Padahal angka tersebut dapat dipakai proyek Tol Trans Sumatera ribuan kilometer.
Lebih baik alokasi dana sementara ini dipakai dulu menambah kapal very yang layak dan murah. Serta merenovasi atau menambah dermaga penyeberangan sehingga kendaraan tidak lagi lama mengantri. Dengan begitu "jarak" antara Jawa dan Sumatera semakin terjangkau.
2. Jembatan Selat Bali
Alasan sulitnya dibangun jembatan selat bali yang jaraknya tak lebih dari 4,5 Km ini mayoritas adalah faktor eksklusivitas masyarakat bali. Mereka tidak ingin agama dan budaya bali terpapar oleh paham-paham di luar kepercayaan yang selama ini telah dijaga.
Dari sini kita paham bahwa sifat eksklusif atau menutup diri dari pengaruh dunia luar bukan jadi masalah. Sebab semua masyarakat Indonesia punya hak sama untuk menjaga, melestarikan, dan menyiarkan keyakinan yang dianut.
Pulau bali memang bukanlah milik golongan tertentu saja. Bali milik Indonesia. Kendati seperti itu, penduduk di sana boleh saja "radikal" dan menutup diri dari kehidupan luar. Begitu pula masyarakat Indonesia lain juga boleh melakukan hal seperti itu sebagaimana warga di bali.
Andai proyek jembatan selat bali diwujudkan, dijamin akan banyak protes besar-besaran oleh kaum "radikal" di bali. Mereka bakal menolak tegas lantaran sejumlah alasan. Terutama terkait risiko terganggunya tatanan kehidupan sosial-agama.
Baca juga: Al-Umm, Bagian dari Yayasan Islam Radikal di Kota Malang ini Punya Keanehan
Sebaiknya, rakyat Indonesia memang harus berbuat adil dan bertoleransi secara jujur. Jangan cuma menerima masyarakat bali yang boleh menutup diri, tapi di sisi lain menolak umat agama tertentu yang juga ingin menjaga keyakinannya. Jangan mengatakan mereka sebagai intoleran, radikal, eksklusif, dan rasis.
Masyarakat Nusa Tenggara Timur, Manado, Dayak, Toraja, Papua, Pontianak, dan wilayah-wilayah lain berhak juga untuk hidup aman dan nyaman. Terbebas dari gangguan pihak yang ingin merusak peradaban dan kepercayaan setempat. Begitu pula masyarakat Aceh, Madura, Maluku, Makassar, Banjarmasin, dan lain-lain juga memiliki hak sama.
Tentu cara-cara yang dipakai dalam "mempertahankan diri" tersebut secara elegan, cantik, dialogis, dan penuh perdamaian. Bukan secara arogan, kasar, terlebih lagi menggunakan langkah kekerasan. Agama apapun tidak mengajarkan untuk mendahulukan demonstrasi atau unjuk rasa sebelum diadakan komunikasi lebih dulu.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Alasan Jembatan Selat Sunda dan Selat Bali Sulit Direalisasikan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*