Banjirembun.com - Ramadan hadir cuma 1 bulan sekali dari 12 bulan dalam setahun. Itu artinya hanya 29-30 hari di antara sekitar 360 hari. Alokasi tersebut kurang dari 10% dibanding jatah tahunan jumlah hari yang disediakan oleh Allah SWT.
Sebenarnya kita memang tak boleh hitung-hitungan terkait persoalan amal. Kuncinya adalah patuhi apa yang diperintahkan Allah, terutama yang diwajibkan. Sebaliknya, apa yang dilarang harus ditinggalkan. Sesederhana itu cara masuk surga.
Puasa Ramadan sejatinya bukan cuma sebagai wujud kepatuhan pada-Nya. Lebih dari itu, inilah kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan amal ibadah, memperbaiki akhlak (baik pada Allah maupun pada makhluk), dan intropeksi.
Mengisi Ramadan dengan memperbanyak baca al Quran dan zikir merupakan cara cerdas mendulang pahala. Meski bacaan Al Qurannya salah karena masih belajar tetap akan mendapat nilai baik di sisi Allah. Begitu pula zikir yang tak boleh diremehkan.
Merbaiki akhlak juga tak kalah penting. Justru akhlak yang baik inilah penentu diterima tidaknya amal. Sebab dia merupakan perwujudan taqwa pada Allah. Bisa dibilang akhlak mulia menjadi kunci penentu yang posisinya paling depan.
Sungguh merugi orang-orang yang tak dapat apa-apa di bulan puasa kecuali cuma rasa lapar serta dahaga. Mungkin saja amal puasa diterima. Namun, nilainya tak begitu besar. Sebab, hari-harinya diisi dengan hal-hal seperti di hari biasa.
Baca juga: 6 Tingkatan Pintu Iblis Dalam Menggoda Hati Manusia
Padahal ibadah dan doa yang berkualitas di bulan Ramadan sangat mungkin membuat dosa-dosa terampuni. Di bulan yang penuh berkah ini menjadi anugerah dan nikmat yang agung bagi seluruh umat Islam.
Seumpama pahala di Ramadan diperlihatkan niscaya semua manusia berbondong memungutnya. Tak lagi sibuk mengurusi dunia. Libur dulu dalam satu bulan penuh. Mereka menjadi manusia egois. Terlena meninggalkan semua demi dapat pahala.
Sebagaimana kisah di bawah ini:
Ada panglima yang sedang berjalan beserta rombongan tentara yang dipimpinnya. Mereka dalam perjalanan pulang sesudah memenangkan peperangan. Beristirahat sejenak di sore hari untuk memulihkan tenaga.
Panglima itu berpesan pada prajuritnya "Nanti malam saat kalian menyeberang sungai ambillah apa-apa yang diinjak di dasar sungai".
Tibalah malam gelap gulita. Satu persatu tentara melewati sungai. Perbincangan pun terjadi.
Tentara pertama "Aku tidak akan mengambil apa-apa yang ada di sungai ini. Paling cuma batu dan kerikil".
Tentara kedua "Aku akan mengambil secukupnya. Tak mau kepayahan lantaran menahan beratnya bawaan".
Tentara ketiga "Aku akan membawa sebanyak-banyaknya. Sebisa dan sekuat yang kumampu".
Esok pagi pun tiba. Tentara ketiga begitu gembira bukan kepalang. Ternyata apa yang dia pungut semalam adalah perak, emas, dan intan.
Sedangkan tentara kedua walau senang di dalam hatinya masih tersisa penyesalan. Mengapa yang diambil sedikit. Akan tetapi itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pasca peperangan.
Baca juga: Renungan Bagi Umat Islam yang Masih Ragu Terhadap Adanya Kehidupan Abadi Setelah Kematian
Adapun tentara ketiga jauh lebih menyesal. Dia berandai-andai seharusnya tadi malam ikut memungut isi dasar sungai. Meski jumlahnya sedikit setidaknya dia memperoleh sesuatu untuk diberikan keluarga.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Manfaatkan Bulan Ramadan Seoptimal Mungkin Agar Panen Pahala dan Dapat Ampunan Dosa"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*