Banjirembun.com - Beberapa tahun lalu hingga sekarang ini masih lumrah ditemui barang dagangan di situs "gelap" yang menjual belikan hal-hal yang haram, bajakan, ilegal, atau semacamnya. Dari sanalah penipu mendapatkan data rahasia atau data pribadi calon korban yang meliputi email, nomor ponsel, tanggal lahir, nama ibu kandung, nomor rekening, jumlah penghasilan, dan yang lainnya.
Bisa jadi penipu tak membelinya secara langsung dari tangan pertama. Melainkan membeli "eceran" di penjual kedua yang memperjualbelikan lagi ke banyak orang. Berangkat dari kepemilikan kumpulan data yang dibeli itulah penipu nekat menghubungi korban melalui email, SMS reguler, chat, telepon, atau menggunakan modus lain.
Pada intinya, tujuan utama penipu yaitu ingin mendapatkan data rahasia korban. Meliputi PIN, password, kode OTP, nomor kartu, kode CVV, atau akun penting lain milik korban. Termasuk salah satunya membuat situs palsu (phising) yang tampilan dan item di dalamnya mirip dengan situs profesional milik perusahaan. Padahal itu hanya modus.
Demi menjaga keamanan dan kenyamanan lebih baik abaikan dan hindari ketika siapapun menghubungi kalian dengan meminta melakukan sesuatu sambil dituntun olehnya. Termasuk orang yang mengaku-aku sebagai pengelola akun aplikasi, pihak bank, maupun teman lama yang hilang kabar. Sebab kebocoran data sekarang ini makin mengkhawatirkan.
Di antara cara lain penipu mendapatkan data calon adalah dengan memasang iklan survei. Iklan yang bikin penasaran dan penuh tantangan tersebut disebarkan ke sejumlah situs (website) dan media sosial. Saat calon korban menjawab semua pertanyaan di form/isian (blanko) yang diberikan, di waktu itu pula penipu satu langkah lagi dapat menjerat mangsa.
Ada cara yang lebih tak manusiawi. Yakni, mengaku sebagai mualaf yang kaya raya di media sosial. Dia menceritakan diri sebagai mualaf dengan tulisan panjang lebar disertai status/postingan lainnya yang mendukung. Padahal itu semua palsu. Lantas memberikan janji bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Namun, ada syaratnya yang mudah tapi berbahaya.
Di antara beberapa syarat yang diberikan bagi orang yang ingin menerima bantuan uang yang lumayan besar yaitu wajib membagikan data diri. Meliputi foto KTP, Kartu Keluarga, alamat, foto rumah, foto keluarga, bukti rekam medis bagi yang sakit, data sekolah atau kampus bagi pelajar, surat keterangan tidak mampu, hingga kronologi bisa hidup susah dan terjerat hutang.
Kalau dulu banyak penipu online atau via telepon beraksi mengandalkan keberuntungan seperti sedang berjudi, sekarang ini mereka sudah canggih sehingga semua terencana rapi. Calon korban tertarget sehingga sudah diketahui jelas seperti apa karakter dan kondisinya. Tentu itu sangat memudahkan.
Setelah mengetahui data-data itu, penipu akan menghubungi korban lewat telepon. Serta merta demi meyakinkan korban mereka langsung menyebutkan nomor rekening, nama, tanggal lahir, atau data lain terkait sasaran penipuan. Dengan begitu korban menjadi lebih yakin dan percaya. Lantas penipu mulai berani minta dan menyuruh "sesuatu" dari korban.
Jangan merasa percaya diri apalagi sombong ketika menghadapi orang yang dicurigai penipu. Salah sedikit bisa lengah membuat penipu leluasa "menghipnotis" korban. Lebih baik langsung matikan sambungan telepon dan blokir akun media sosial milik penipu. Selain karena buang-buang waktu meladeninya, juga lantaran penuh risiko saat dilayani.
Menolak atau menghindari telepon dari siapapun adalah hak setiap manusia. Kalian tidak salah dan berdosa ketika menolak dihubungi orang yang tak dikenal. Termasuk dari pihak resmi dari perusahaan sekalipun. Sebab, perusahaan bidang keuangan sangat jarang sekali memberikan informasi lewat telepon. Biasanya informasi diberikan lewat email atau saat nasabah datang ke bank.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Begini Cara Penipu Mendapatkan Data untuk Mengeruk Uang, Pulsa, dan Pinjaman Online Milik Calon Korban"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*