Banjirembun.com - Banyak yang belum tahu tentang keberadaan dua ormas Islam yang akan dibicarakan dalam tulisan ini. Jangankan di seluruh Indonesia, malah walau sudah tahu tentang keduanya masih banyak orang-orang di Kediri sendiri yang salah memahami maupun keliru menyalahartikan tentangnya.
Dua sekte yang dimaksud di atas yaitu Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Wahidiyah. Kedua komunitas itu disebut sekte lantaran mereka mempunyai pandangan dan kepercayaan tentang agama Islam yang sama akan tetapi ada hal-hal lain yang berbeda padahal sudah lazim diterima serta diakui oleh para penganut agama pada umumnya.
Sebuah kelompok aliran agama dikatakan sebagai sekte biasanya umurnya masih muda dan tidak banyak pengikutnya. Selain itu sekte juga dapat lahir atau muncul dari sempalan aliran terbesar. Oleh sebab itu, tak heran ketika sebagian ritual-ritual yang dilakukan hampir mirip dengan pandangan agama yang lama.
Terkait LDII silakan baca tulisan kami tentangnya di tautan berikut https://www.banjirembun.com/search?q=LDII. Silakan kalian buka judul-judul artikel di sana yang menyinggung tentangnya. Adapun tentang Wahidiyah kami akan menyinggung agak lebih mendalam di sini. Lantas ditambahi bagaimana sejarah kedua organisasi itu bisa lahir di Kediri.
Pokok atau inti ajaran Wahidiyah yaitu upaya dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara mengamalkan solawat Wahidiyah yang dirumuskan oleh KH. Abdoel Madjid Ma'ruf. Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Kedunglo Munadhoro yang berhaluan Wahidiyah. Namun, ada yang mengatakan ajaran solawat tersebut menyimpang.
Dari sini, ada yang memahami bahwa secara akidah bahwa sekte Wahidiyah bukanlah tergolong aliran sesat. Bahkan ajaran-ajaran yang terkandung padanya juga tidak termasuk menyalahi. Akan tetapi berhubung sejumlah amalan-amalan yang disebarkan terlalu rumit membuat sebagian mengatakan sesat. Untuk itu lebih baik agar disederhanakan.
Sebagaimana LDII, yang bisa dikatakan sama persis, para pengikut Wahidiyah juga sangat diperhatikan kesejahteraan ekonominya. Kalau LDII dengan cara pendekatan langsung seperti memberi modal, pelatihan, atau pendekatan emosional sedang Wahidiyah lebih cenderung membekali kekuatan batin bagi pengikutnya dalam berokonomi.
Tak mengherankan para pengikut mereka mengalami peningkatan ekonomi. Baik melalui berdagang atau dalam bentuk usaha lainnya yang menghasilkan uang. Alhasil, terjadilah kecemburuan sosial. Orang-orang yang tertinggal dari segi kesejahteraan merasa tidak senang. Oleh sebab itu, wajar sebagian pihak membuat tuduhan sesat pada mereka.
Bagi kalian yang perhatian, dulu atau mungkin hingga kini banyak sekali ditemukan papan nama bertuliskan LDII dan Wahidiyah di depan rumah warga. Biasanya itu dipasang pada rumah amir atau imam organisasi tersebut. Walau jumlahnya kecil mereka sangat percaya diri dan berani menunjukkan diri. Tujuan lainnya mungkin untuk syiar dan promosi ajaran mereka.
Lahirnya LDII dan Wahidiyah di Kediri
Secara hukum dan legalitas LDII lahir di Surabaya pada 03 Januari 1972. Akan tetapi secara faktual LDII lahir dari sosok Nur Hasyim yang disokong oleh tokoh-tokoh lain. Namun, sejatinya pendiri "ideologi inti" LDII dibuat oleh KH. Nur Hasan pada tahun 1951. Beliau merupakan sosok asli kelahiran Kabupaten Kediri wilayah sebelah utara.
Pada tahun 1972 KH. Nurhasan menyerahkan pondok pesantren yang didirikan yaitu Pondok Pesantren Burengan di Kota Kediri (sekarang bernama Ponpes Wali Barokah) kepada Lembaga Karyawan Dakwah Islam (Lemkari). Hingga kini lembaga itu berubah nama menjadi LDII. Dari sanalah organisasi itu mengalami perkembangan pesat.
Pondok Burengan telah menjadi mercusuar pergerakan LDII. Di sana terdapat menara menjulang setinggi 90 meter yang berbentuk indah. Hampir semua anggota LDII pernah berkunjung ke sana. Terutama para da'i-da'i dan amir. Bagi orang LDII suatu kebanggaan tersendiri bisa ke sana. Sebab di sanalah pusat dari organisasi itu berkembang.
Bagi orang-orang pengikut LDII zaman dulu hampir semua rumah-rumah pengikutnya memasang foto KH. Nurhasan di ruang tamu. Dalam foto itu beliau mengenakan baju putih disertai peci berwarna putih. Serta berjenggot tanpa ada kumis. Dari sini dapat dikatakan bahwa anggota LDII sangat fanatik dan memuliakan tokoh tersebut.
Sedangakan Wahidiyah awal mula lahirnya terjadi pada Juli 1959. Itu bermula ketika sosok Romo KH. Abdoel Madjid Ma'ruf pengasuh Ponpes Kedunglo, Bandar Lor, Kota Kediri menerima isyarat ghoib dalam keadaan sadar atau terjaga. Beliau memahami "tanda" itu sebagai perintah supaya ikut berjuang memperbaiki mental masyarakat lewat jalan batiniyah.
Hingga kini, baik LDII maupun Wahidiyah jumlah cabang atau perwakilan di setiap daerah semakin banyak. Bahkan di provinsi tertentu hampir semua desa atau kelurahan sudah ada kantor atau sekretariatnya. Suatu hal wajar ketiak suatu sekte bakal menjadi besar dengan mudah seiring berjalan waktu. Salah satu alasannya karena mampu memberi solusi lahir dan batin terhadap apa yang tidak mampu diberi oleh pihak lain.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kota Kediri, Lokasi Lahirnya Dua Sekte Agama Islam Asli Indonesia Terbesar di Dunia"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*