Banjirembun.com - Baru-baru ini Mark Zuckerberg pemilik media sosial facebook dituntut mundur dari CEO oleh Frances Haugen. Dia ialah mantan karyawan facebook yang telah membocorkan ribuan dokumen rahasia internal perusahaan. Haugen bergurmen bahwa Zuck tidak punya peduli atas "keselamatan" dan keamanan para pengguna medsos.
Instagram dan facebook ditengarai menjadi penyebab rusaknya kehidupan sosial maupun pribadi penggunanya. Dia bilang facebook dapat membahayakan bagi anak-anak, melemahkan demokrasi, hingga memicu perpecahan. Pendapat tersebut wajar lantaran barangkali facebook bisa saja berbuat tak adil dengan me-banned akun tertentu.
Begitu pula instagram menurut hasil "bocoran" dari Haugen sudah merusak kesehatan mental perempuan. Ironisnya, pemilik dan pengelola platform medsos itu tak peduli. Di pikiran mereka bagaimana uang bisa masuk meski menggadai dengan hal yang lebih penting bagi kehidupan orang banyak. Itulah kapitalisme yang fokus pada untung tapi abai moralitas.
Media sosial sebagai produk teknologi modern memang bagai pisau bermata dua. Satu sisi sangat menguntungkan dan bermanfaat. Contohnya untuk jual beli, mendapatkan info terkini terkait keadaan sekitar, sampai jadi sarana belajar (mencari ilmu). Namun, di sisi lain medsos justru merugikan serta membahayakan.
Keresahan hati, gundah, gelisah, sampai depresi kerapkali terjadi setelah seseorang membuka akun medsos mereka. Entah itu whatsapp, facebook, instagram, twitter, atau yang lainnya. Di sana banyak sekali karakter orang berkumpul jadi satu. Ada yang dikenal ada yang tidak kenal. Satu sama lain saling berbangga-bangga pada komentar dan postingannya sendiri.
Banyak sekali hal-hal yang ada di media sosial dipenuhi hawa nafsu. Sebut saja misalnya seperti perilaku pamer, adu domba, fitnah, ujub (sombong), dan lain-lain. Belum lagi ada orang yang sudah tidak lagi punya privasi. Mereka mengumbar diri di media sosial. Padahal Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk agar fokus menutup privasi.
Sejauh mana manusia membuka privasinya sendiri selebar-lebarnya maupun mengurus (penasaran) privasi orang lain, sejauh itu pula kebahagian akan meninggalkannya. Hal tersebut bukan berarti sama sekali tidak boleh mengurus orang banyak. Tentu sangat diperbolehkan. Asal memang dia punya kemampuan untuk mengurus. Misalnya menjadi guru, tokoh agama, anggota organisasi, kepala daerah, legeslator, atau yang semacamnya.
Baca: Arti Kebahagiaan, Ternyata Bahagia itu Tidak Sederhana Karena Butuh Syarat
Di antara keelokan Islam adalah meninggalkan apa-apa yang bukan urusannya. Buat apa seorang pedagang Es Cendol mengurusi (mengobrol) tentang politik. Lebih baik dia urusi saja dagangannya dengan baik. Fokus belajar tentang percendolan. Bila alasannya cuma ingin cari selingan maka lebih baik pilihlah hal lain yang jauh lebih berguna.
Banyak sekali anak, pasangan (suami-istri), orang tua, atau anggota keluarga lain terlantar gara-gara salah satu dari mereka atau justru semua disibukkan dengan medsos. Waktu terbuang sia-sia. Kenyataannya ada saja hal yang perlu dibaca, dilihat, dan ditonton di sana. Mulai dari komentarnya bagaimana. Kabar terbaru seperti apa.
Topik bahasan di media sosial itu sangat beragam dan tak ada habisnya. Bisa di bilang semua ada di sana. Terkait hobi, belanja, hiburan, politik, kuliner, kesehatan, usaha, tips, dan masih banyak lagi. Masih mending cuma jadi "penikmat". Ada orang yang tergelincir sehingga dia ikut-ikutan berdebat. Bahkan menggunakan kata-kata kasar penuh caci maki.
Media sosial menimbulkan ketakutan dan rasa was-was yang berlebihan. Menyebabkan seseorang menjadi kurang tawakkal pada Allah SWT. Kalau sudah begitu bagaimana akan bahagia saat membuka medsos? Mungkin iya ada sisi kebahagiaan yang didapat. Akan tetapi porsinya jauh lebih kecil ketimbang kesengsaraan yang diderita.
Percayalah kalau ada sesuatu berita penting dan dibutuhkan pasti akan mendatangi. Tidak perlu mengecek atau update di media sosial. Salah-salah, niat hati ingin pilih-pilih topik yang dibutuhkan malah yang terjadi keblabasan dan terjerumus ke topik-topik lain. Tak perlu semua hal patut dan layak untuk diketahui. Seandai tidak tahu pun itu bukan masalah yang memalukan.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Sebab-sebab Media Sosial Merebut Kebahagiaan Manusia"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*