Banjirembun.com - Prinsip "mendingan" dan "daripada" kerapkali digunakan orang ketika ingin beramal sedekah. Misalnya mengungkapkan "Daripada basi, lebih baik makanan ini diberikan saja pada santri". Serta ucapan "Mendingan mainan ini kita sedekahkan saja biar tidak mubazir". Konsep itu hampir mirip dengan prinsip jual-beli "bayar seikhlasnya". Sebab, bagaimanapun yang namanya jual-beli mesti jelas.
Namanya sedekah seharusnya tanpa embel-embel apapun. Sedekah ya memang murni untuk sedekah tanpa disertai syarat atau pun penyebab lain. Bila sedekah ada syarat dan harus ada penyebab lain maka kurang begitu elok. Mau bersedekah asal dengan membayar seikhlasnya. Begitu pula baru ingin sedekah dalam kondisi tertentu. Misal kalau tidak dilakukan menyebabkan mubazir.
Bisa juga menggabungkan kedua konsep di atas. Contohnya ada sebuah rumah makan yang tidak begitu laku. Lantas dari pada terbuang sia-sia diadakan pengumuman "Beli makan di sini cukup dengan bayar seikhlasnya". Padahal yang namanya jual beli baik harga maupun barang dagangan yang dijual wajib jelas (transparan). Itu berlaku juga untuk harga sewa dan bentuk penggunaan jasa lainnya.
Dengan demikian konsep perdagangan berbasis "bayar seikhlasnya" hukumnya tidak sah. Sebab di dalamnya mengandung ketidakpastian. Dengan begitu kalau dilakukan dapat menimbulkan dosa. Kecuali memang jika akad (transaksi) yang dilakukan antara penjual dan pembeli memang murni sosial maka dibolehkan. Namun, penjual sudah siap dibayar berapa pun termasuk tidak dibayar sama sekali.
Ilustrasi warung "bayar seikhlasnya" (sumber gambar) |
Konsekuensinya saat ada banyak orang yang datang ke warung "bayar seikhlasnya" memutuskan tidak bayar, penjual harus siap menerima. Lebih utama tidak akan menceritakan pada siapapun apalagi merekam (video atau foto) orang-orang yang tidak bayar lalu disebarluaskan. Serta lebih diutamakan difokuskan terjual pada orang-orang kelas bawah yang memang membutuhkan.
Andai betul-betul tak siap menghadapi risiko di atas, lebih baik menggunakan akad normal seperti umumnya. Tentukan harga dan bentuk makanan dengan pasti. Hal ini juga berlaku untuk guru-guru privat atau profesi lain yang mematok tarif seikhlasnya. Lebih baik tentukan biaya les privat dengan jelas. Kalau memang ingin meringankan turunkan harga sesuai dengan taraf hidup masyarakat kebanyakan.
Gagasan bayar seikhlasnya dapat berpahala tatkala benar-benar sukarela dan murni kegiatan amal sosial. Sebaliknya bisa mendatangkan dosa lantaran haram dilakukan. Manusia hidup bersosial, berinteraksi, dan bermasyarakat sejatinya tidak menggunakan batin atau perkiraan. Sebab, terkadang seseorang pada waktu tertentu mengalami kehilangan rasa sensitif dan kehilangan kepedulian. Berharap dia membayar ternyata tidak sama sekali. Jadi rugi bandar.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Hindari Jual Beli Barang Maupun Jasa dengan Konsep "Bayar Seikhlasnya", Sebab Dapat Menimbulkan Dosa"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*