Banjirembun.com - Orang yang dewasa salah satu cirinya tahu tentang skala prioritas. Mana yang mesti lebih diutamakan dan didahulukan dibanding situasi atau pilihan lain. Begitu pula soal fanatisme. Andai seluruh umat Islam hanya diwajibkan berfanatik pada satu persoalan, tentu kewajiban itu bakal hanya ditujukan untuk memegang teguh agama Islam sampai mati.
Sayangnya kenyataan berkata lain. Mayoritas umat Islam justru lebih berfanatik pada caranya dalam berislam, kendaraan (organisasi) dalam berislam, dan memilih mazhab Islam. Bukan fanatik pada Islam sebagai agama yang diyakini paling benar dan sempurna. Hubungan persaudaraan mereka tidak didasarkan pada persamaan Islam. Melainkan kesamaan dalam organisasi dan bermazhab.
Fakta seperti itulah yang sebenarnya menjadi racun bagi ukhuwah Islamiyah. Sungguh miris. Padahal Islam pertama lahir menghapuskan ego dan fanatik kesukuan masyarakat arab jahiliyah. Di mana, masyarakat pra Islam (sebelum islam lahir) terbiasa berbangga-bangga pada sukunya sendiri. Para anggota sangat loyal pada kubu mereka sendiri. Keinginan menolong, rasa kasih sayang, dan membela cuma ditujukan pada sesama sukunya.
Pada masa itu tak heran banyak suku, kubu, atau kabilah di Arab yang saling perang satu sama lain. Terjadi pertikaian merupakan hal biasa. Orang yang mampu melindungi dan memenangkan peperangan atas suku lain dipandang sebagai pahlawan. Nah, baru setelah Islam datang melalui nabi Muhammad SAW semua bentuk fanatisme kelompok dihanguskan.
Tidak ada diskriminasi ras, suku, dan golongan sedikit pun terjadi pada masa kehidupan nabi Muhammad maupun Khulafaur Rosyidin. Lebih jauh tentang itu silakan baca tulisan kami berjudul "5 Bukti Islam Bukan Agama untuk Bangsa Arab Saja." Di sana kalian akan mendapati ternyata memang Islam seakan melarang untuk fanatik terhadap apapun selain pada Islam itu sendiri.
NU organisasi Islam terbesar di Indonesia (sumber gambar) |
Fanatisme buta yang meletakkan suku, organisasi, atau entitas di atas agama sungguh sangat merusak hubungan persaudaraan dalam bingkai Islam. Bagaimana tidak, orang yang fanatik tentu akan membela dan menyelamatkan orang berbuat zalim sekalipun. Itu semata-mata hanya lantaran organisasi dan mazhabnya sama. Seandainya patokan atau dasarnya adalah agama, tentu dia akan berbuat adil sesuai syariat.
Sejatinya hubungan persaudaraan antara sesama Islam dibangun bukan dari persamaan golongan dan organisasi. Akan tetapi persaudaraan itu dibangun dalam balutan ikatan iman dan Islam. Dalam artian rukun Iman dan rukun Islam telah dijalani. Tak ada lagi sekat-sekat yang menjadi pemisah. Andai ada perbedaan profesi, pilihan politik, hingga berorganisasi tentu itu bukan jadi penyebab perpecahan.
Hal ini bukan berarti Islam melarang pengikutnya untuk cinta pada tanah air tempat kelahiran. Sebab mencintai tempat lahir merupakan fitrah (bawaan) dan manusiawi. Begitu juga Nabi Muhammad tidak menyuruh para sahabatnya setelah masuk Islam (jadi mualaf) mengganti nama menjadi kearab-araban sehingga terkesan Islam. Contohnya Bilal bin Rabah dan Salam al Farisi merupakan nama asli dari bangsa mereka.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Fanatisme Organisasi Berbasis Islam Telah Menjadi "Racun" Ukhuwah Islamiyah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*