Banjirembun.com - Selama ini masih ada yang menganggap bahwa kesuksesan dan kesejahteraan hidup merupakan tanggung jawab individu. Masing-masing orang dituntut untuk bekerja keras dengan alasan supaya dapat menghidupi dan memakmurkan sendiri. Tentu itu juga bakal membuat persaingan menjadi jauh lebih sengit antar sesama pekerja.
Nyatanya, kesuksesan itu tanggung jawab bersama. Baik itu dalam lingkup keluarga, komunitas, maupun lingkungan kerja. Kesengsaraan bagi individu tertentu semestinya jadi kepedihan bagi anggota lainnya. Jangan dibiarkan atau justru ditertawakan lantas diinjak-injak. Persaingan tak sehat di tingkat bawah akan menjadi kabar gembira bagi atasan. Dengan itu, si juragan akan memainkan peran.
Tidak sedikit orang terperdaya oleh kata-kata penyemangat. Baik itu dari para motivator maupun bos-bos tempat kerja yang mengatakan bekerjalah sesuai passion dan bakat kalian agar semangat dalam bekerja. Dengan itu kalian akan bekerja tanpa menyadari waktu lantaran saking asyik dan hanyutnya diri dalam pekerjaan. Padahal jiwa dan raga manusia itu juga butuh istirahat.
Banyak kasus orang meninggal dunia lantaran bekerja mati-matian ekstra waktu serta melewatkan istirahat cukup. Kerja keras bukannya dapat mencapai impian justru tutup usia. Salah satu CEO perusahaan aplikasi kesehatan di luar negeri bernama Zhang Rui kehilangan nyawa. Disebabkan karena kebijakannya sendiri menerapkan sistem kerja 996.
Baca: Mengenal Sistem Kerja 996 yang Mampu Bikin Negara Kaya
Di Cina maupun Jepang banyak orang meninggal gara-gara budaya kerja yang terlalu keras. Masyarakat dan komunitas perkantoran di sana menganggap bahwa orang yang cuti dan tidak lembur sebagai pemalas. Berlibur di waktu yang salah menjadi hal tabu. Itulah yang membuat pekerja kehilangan kesehatan mental dan fisik. Bahkan ada yang bunuh diri.
Kematian akibat bekerja keras merupakan fenomena nyata. Baik itu saat di tempat kerja terduduk di kantor maupun berbaring di rumah sakit. Ada yang muncul gejala penyakit tertentu seperti jantung hingga pendarahan otak ada pula yang tanpa gejala. Dalam artian meski "selamat" hingga pensiun di hari tuanya rawan terkena kanker, encok, dan diabetes.
Menuntaskan pekerjaan dengan cepat memang bagus. Akan tetapi ketika itu diluar nalar lebih baik atur ulang target penyelesaian. Jangan cuma karena ingin dipuji, mendapat catatan baik, atau mendapat bayaran lebih tapi mengorbankan keseimbangan hidup. Hindari mengkorupsi jatah diri untuk liburan. Tubuh, pikiran, dan hati manusia juga butuh refresh.
Luangkan waktu untuk chatting berkenalan dengan orang baru, menyapa teman lama di medsos, mengunjungi keluarga, sampai kepada hal-hal remeh sekalipun tapi dapat menyenangkan hati. Kunjungi tempat-tempat yang menenangkan jiwa. Intinya lakukan apapun hal-hal yang dapat menyembuhkan luka jiwa akibat tuntutan pekerjaan.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ketika Kerja Keras Mati-matian Justru Dapat Membunuh Jiwa dan Raga Perlahan-lahan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*