Banjirembun.com - Miris. Itulah kata yang tepat untuk orang-orang pembela belanda yang telah berbuat sadis dan menyengsarakan bangsa Indonesia di zaman penjajahan. Mereka ingin mengaburkan fakta kekejaman tersebut dengan berbagai dalih, "pengalihan", dan pembenaran konyol.
Mengatakan bahwa penjajahan belanda bermanfaat bagi Indonesia. Bikin Nusantara tercinta jadi maju. Mungkin saja itu ada benarnya. Namun, kontribusi belanda pada bumi pertiwi sangat kecil. Mayoritas justru merugikan. Kalau memang niat ingin memajukan Indonesia tak perlu ada penjajahan.
Mestinya belanda mengadakan kerja sama dengan pribumi Nusantara. Bukan malah menjadikan masyarakat lokal sebagai "budak". Diperah dan diperas tenaganya. Petani dipaksa menanam jenis tanaman tertentu lantas wajib menjualnya pada belanda. Serta masih banyak lagi kebiadaban lain.
Lebih parah lagi ada yang mengatakan bahwa konsep 3G belanda tidak benar. Meliputi Gospel (menyebarkan agama Kristen protestan), Glory (menyebarkan kekuasaan/kejayaan), dan Gold (mencari keuntungan harta). Mereka menampik tentang ide tersebut. Katanya belanda secara resmi tidak punya misi tersebut.
Sungguh pendapat di atas sangat keterlaluan. Entah belanda mengakui atau tidak, kenyataan berbicara dengan gamblang. Agama kristen protestan berkembang pesat di Indonesia. Peran siapa lagi kalau bukan belanda. VOC yang merupakan perusahaan terkait belanda jadi kaya raya juga berkat mengeruk jajahannya.
Belum lagi kerajaan-kerajaan di Indonesia tempo dulu hancur lebur lantaran siasat busuk adu domba oleh belanda. Kekuatan politik tempat nenek moyang kita tinggal ini direbut secara licik oleh belanda. Itu semua adalah berkat adanya keserakahan penjajah untuk menyukseskan misi 3G.
Ada lagi yang tak kalah sembrono mengatakan bahwa belanda tidak menjajah Indonesia selama 350 tahun. Barangkali secara hitung-hitungan matematis secara tepat dan teliti Indonesia memang tidak dijajah selama itu. Sebab belanda tidak langsung menguasai Indonesia secara langsung.
Arogansi belanda para pribumi (sumber gambar) |
Ada tahapan-tahapan penjajah menduduki Indonesia. Satu wilayah mungkin sudah dikuasai tapi wilayah lain masih bebas. Belum lagi saat di tengah-tengah penjajahan ada perlawanan dari para ulama, santri, dan raja-raja Islam. Tentu itu ketika tidak dihitung bisa berkurang lagi masa penjajahannya.
Kendati demikian, membulatkan 350 tahun bukanlah suatu hal salah. Barangkali itu saking jengkel dan geramnya masyarakat pada belanda sehingga dibulatkan angkanya lebih besar dikit ke atas. Andai perlawanan-perlawanan dari masyarakat Nusantara tidak dihitung sebagai masa penjajahan. Tentu angka 350 tahun tidaklah benar.
Bagaimanapun, perlawanan yang dilakukan pendudukan lokal tetaplah menyengsarakan bumi pertiwi. Menang jadi arang kalah jadi abu. Seharusnya belanda memang tidak datang ke Indonesia. Dengan begitu masyarakat akan lebih tentram tanpa peperangan dan pertikaian. Sampai kapanpun belanda akan dicatat sebagai penjajah kejam yang menduduki Nusantara ratusan tahun.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Jangan Dibela, Sampai Kapanpun Sejarah Penjajahan Belanda di Nusantara Tetap Dicatat Sadis dan Menyengsarakan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*