Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Dampak Ketika Semua Manusia Tak Beragama dan Tidak Percaya Ada Kehidupan Abadi Setelah Mati

Banjirembun.com - Keberadaan agama akan tetap sangat penting hingga kapan pun. Meski sekarang pintu gerbang zaman digital sudah mulai terbuka lebar, agama masih dibutuhkan. Seberapa pun sekuler dan ateisnya sebuah negara keberadaan masyarakat agamis teramat nyata peran dan fungsinya.


Bisa dibilang agama tidak cuma menjadi tiang bagi peradaban tapi juga pondasinya. Terbukti bahwa sejarah-sejarah besar manusia hampir semuanya melibatkan orang-orang beragama. Bahkan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut dilandaskan pada agama. 

Bagaimanapun hubungan ikatan antara agama dengan kekuasaan, politik, ekonomi, hingga pola hidup begitu erat. Oleh sebab itu, membasmi atau membumihanguskan seluruh umat beragama di bumi ini lantas menyisakan para ateis "murni" dapat menyebabkan mala petaka bagi kehidupan di bumi.


Orang-orang akan menjadi seperti robot. Mereka bertindak tanpa sebuah "nilai" kecuali hanya moralitas. Itu pun dibangun berdasarkan logika bukan dari hati nurani terdalam. Orang berbuat baik bukan untuk mendapat balasan dari Tuhan, tapi cuma karena tuntutan naluri sebagai makhluk sosial.


Jika dunia tanpa agama maka kemungkinan besar keadaannya sangat buruk. Kalau ada yang mengatakan "Agama justru menginspirasi berbuat kekacauan dan peperangan". Seharusnya logika yang digunakan adalah "Ada agama saja dunia ini begitu runyam, apalagi kalau tidak ada sama sekali." Intinya, meniadakan agama bukanlah solusi.


Istilah agama sendiri berasal dari kata sanksekerta yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau. Pada dasarnya agama mengajak untuk menghindari kekacauan. Kalau masih terjadi kekacauan bukan salah dari isi agama. Namun, pemeluknya yang mesti diluruskan lantaran menjadikan agama sebagai komoditas.

Kebenaran dan kesalahan relatif di mata manusia (sumber gambar)

Dalam hidup manusia butuh panduan kebenaran. Biar tahu mana yang benar dan mana yang salah. Sayangnya, kebenaran dan kesalahan sangat relatif di mata manusia. Tata krama sangat dijunjung tinggi pada komunitas tertentu tapi tidak begitu dijadikan permasalahan bagi golongan lain.


Kebenaran bagi manusia itu umurnya pendek. Hari ini dianggap benar, tapi besok kebalikannya. Hari ini kepopuleran, booming, dan sesuatu yang hits dianggap sebagai dewa penolong bagi kaum hampa. Mereka merasa senang pada arti dan idola di media sosial. Namun, besok karena ada kasus justru balik mencaci maki.


Dengan adanya panduan kebenaran yang mutlak dan absolut dapat menyatukan manusia. Sebab tatkala peraturan dibuat oleh manusia akan memunculkan kecurigaan. Tentu masih ada saja orang yang melanggarnya. Bukan karena tidak tahu tapi disebabkan memang mengabaikan dan tak menghargainya.


Semua agama, terutama agama Islam, mengajarkan penganutnya untuk berbudi pekerti luhur. Menyempurnakan akhlak agar dapat mencapai pribadi Islami yang kaffah (sempurna). Orang yang mengaku beragama tidak pantas disebut agamis ketika dia berakhlak buruk. Kendati dia ahli dan menguasai ilmu atau teori tentang agama sekalipun.


Orang yang mengatakan agama adalah candu, seakan-akan dia memungkiri bahwa ada bentuk candu-candu lain. Orang bisa kecanduan membunuh, menipu, merampas, hubungan intim, narkoba, minuman keras, dan lain-lain. Dari semua bentuk kecanduan itu hanya agama yang paling berdampak positif.


Agama yang bikin kecanduan orang untuk bersedekah, berakhlak mulia, menolong sesama, berzakat, infaq, berbagi hewan qurban, dan lain sebagainya. Bukankah itu perbuatan baik. Selama ini agama cuma dikaitkan dengan hubungan manusia dengan tuhan di rumah ibadah. Padahal agama luas.


Lagi pula agamalah yang menyatukan hubungan manusia dalam satu ikatan batin. Meski beda strata, ekonomi, suku, dan perbedaan lain mereka bisa kumpul bersama. Hal berbeda dengan orang yang tak percaya tuhan. Kebersatuan manusia sehingga dapat berkumpul semata-mata karena dunia. Tidak ada nilai yang lebih sakral darinya. Hampir mirip dengan hewan.


Mereka menjalin hubungan karena ada rasa kasihan, hubungan keluarga, pertemanan, hingga pekerjaan yang "mengarahkan" suara hati untuk membantu yang lain. Tidak lebih dari itu. Sebab mereka tidak percaya pada Tuhan. Tentu juga tak akan percaya bahwa perbuatan baik yang dilakukan akan dapat ganjaran di akhirat.


Lebih jauh lagi arah dan tujuan hidup orang tak beragama sangat pendek. Tanpa ada rasa iman bahwa setelah mati ada kehidupan abadi membuat pandangan hidup begitu sempit. Pedoman hidupnya pun bukan kitab suci. Melainkan peraturan resmi dari negara maupun norma sosial yang tak tertulis.


Bukankah begitu indah ketika sebuah hubungan sesama manusia dibangun atas dasar ingin mencari ridho pada Allah SWT. Menjalin hubungan yang harmonis. Baik itu pada umat seagama maupun berbeda. Kepada non muslim saja baik apalagi kepada sesama Muslim jauh lebih memuliakan lagi.





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Dampak Ketika Semua Manusia Tak Beragama dan Tidak Percaya Ada Kehidupan Abadi Setelah Mati"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*