Banjirembun.com - Karomah adalah kemuliaan yang diterima seorang wali (waliyullah) biasanya berupa kemampuan luar biasa yang tidak dapat dipraktikkan dan diterima oleh akal orang biasa. Sebagaimana diketahui banyak umat Islam bahwa Mbah Kiai Kholil merupakan salah sati Waliyullah.
Waliyullah ialah orang beriman yang tingkat kesalehan atau ketaqwaannya sangat tinggi sehingga dekat pada Allah. Tingkatannya di bawah nabi. Untuk lebih lengkapnya silakan baca tulisan kami berjudul "Pengertian Serta Contoh Irhas, Mukjizat, Karomah, Maunah, dan Istidraj".
Nama lengkap beliau yaitu asy-Syekh Haji Muhammad Kholil Bin Abdul Lathif. Lahir pada 1820 serta meninggal 1925 di kota yang sama yaitu Bangkalan, Madura. Sosok kharismatik tersebut merupakan guru dari para Kiai besar lain di Indonesia. Darah ulama sudah ada di keluarga besar beliau.
Di antara sejumlah santri atau anak didik Syekh Kholil yang berjasa besar pada negara Indonesia secara langsung maupun tidak yaitu Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan (Ahmad Darwis), KH. As'ad Syamsul Arifin, KH. Wahab Chasbulah, KH. Bisri Sansyuri, dan masih banyak.
Kiai Kholil terkenal dengan banyak karomah. Skala atau cakupan karomah beliau tidak cuma kecil dan berjangka pendek. Melainkan karomah hebat yang berdampak besar dan jangka panjang. Salah satunya yaitu menyelamatkan masyarakat Madura dari kelaparan yang berkepanjangan.
Di zaman penjajahan Belanda banyak rakyat pribumi Indonesia tertindas yang mengalami kepedihan hidup. Ekonomi hancur sehingga terjadi kelaparan. Namun, itu tidak berlau bagi rakyat Madura. Mbah Kholil Bangkalan membela dan melindungi penduduk Madura secara sungguh-sungguh.
Diceritakan dulu Mbah Kiai Kholil punya mushola kecil. Di mana tempat imam (mihrab) mempunyai tiga pintu (jendela). Di sisi depan imaman, di samping kanan, dan di samping kirinya. Di lubang itulah beliau tengak-tengok sambil mengeraskan suara guna mengundang para jamaah.
Setiap pagi Mbahk Kholil Bangkalan berteriak-teriak di mihrab kecil itu. Memanggil rakyat Madura sebagai ajakan salat dan wiridan. Kurang lebih arti dari ajakan beliau yaitu:
"Saudara-saudara sekalian, ayo kumpul di sini, yang mau salat mari salat bersama, yang hendak wiridan ayo saya pimpin wiridnya bersama. Bagi yang tidak berkenan salat maupun wirid ya tidak apa-apa yang penting ke sini. Diam saja di sini tak apa-apa."
Akhirnya banyak masyarakat Madura berkumpul di mushola kecil beliau. Selesai mempin wirid, Kiai Kholil mengibas-kibaskan sajadah. Atas kuasa Allah keluarlah berhamburan uang receh putih keluar dari bawah sajadah tersebut. Tentu banyak orang yang terheran-heran.
Sekita itu beliua memberi semua uang pada orang yang menghadiri ajakan ke musola. Baik yang salat, wiridan, hingga yang berdiam diri semata. Tak ada kecuali semuanya dapat. Beliau berujar:
"Ayo yang sedang butuh uang, silakan ambil sendiri, jangan sampai menipu, bila anggota keluarga kalian cuma satu maka ambil satu. Tapi jika anggota keluarga kalian dua ya silakan ambil dua. Apabila anggota keluarga kalian berjumlah lima yang ambil lima. Ambil sesuai jumlah keluarga kalian."
Sayangnya, yang namanya manusia selalu saja mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mendapat gratisan bukannya bersyukur dan mengambil secukupnya justru terperdaya mengambil lebih. Biar lebih puas. Di simpanlah orang sebagian dair mereka di lempitan kopiah (peci).
Tak semuanya serakah. Ada pula yang meski anggota keluarganya lima tapi ternyata hanya mengambil satu. Lantaran ia merasa bersyukur sudah mendapat gratis. Tentu perilaku itu bukannya tanpa sepengetahuan Kiai Kholil. Beliau tahu tapi belum memberi tindakan supaya tidak mempermalukan.
Atas kehendak Allah orang yang anggota keluarganya sepuluh tapi cuma mengambil satu keping uang ketika kopiah dibuka ternyata bertambah jadi sepuluh. Sebaliknya orang yang keluarnya satu tetapi mengambil sepuluh keping sesampainya di rumah berubah jadi satu keping uang.
Uang yang diterima dari Kiai Kholil itu dapat membuat masyarakat Madura kala itu mampu memenuhi kebutuhan harian. Begitu berkahnya uang tersebut sehingga mampu mengobati musik paceklik berkepanjangan.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kisah Karomah Syaikhona Kholil al-Bangkalani, Mengentaskan Rakyat Madura dari Kelaparan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*