Banjirembun.com - Metode penentuan awal atau akhir bulan pada kalender Hijriah sesungguhnya ada dua. Yakni, pertama melalui penglihatan atau penampakan hilal (bulan sabit) di ufuk barat. Kedua yaitu dengan cara menghitung (hisab) yang didasarkan pada falak atau astronomi.
Sejatinya, para pengguna metode "hitung" di atas bukan cuma ormas Islam Muhammadiyah. Tak sedikit Pondok Pesantren berbasis NU (Nahdlatul Ulama) yang juga menggunakannya. Di mana, bila terjadi perbedaan metode tersebut maka kemungkinan pula berbeda hasil penentuan awal atau akhir bulan.
Dalam tulisan ini kami tidak akan membahas tentang mana metode yang terbaik dan mana yang sebaiknya dinomorduakan atau malah ditinggalkan. Melainkan fokus pada sejumlah manfaat besar tatkala metode hitung atau hisab digunakan untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadan.
1. Masyarakat Tidak Perlu Menunggu
Baik awal maupun akhir bulan Ramadan merupakan peristiwa penting bagi masyarakat Indonesia. Terutama bagi mereka yang masih memagang tradisi. Ada sejumlah ritual atau adat yang mereka lakukan di waktu-waktu tersebut.
Biasanya sebelum Ramadan tiba ada kebiasaan warga melakukan nyekar alias ziarah kubur. Serta melakukan megengan sebagai sebuah tradisi kumpul bareng, berdoa, dan membawa makanan untuk menyambut datangnya Ramadan.
Adapun saat akhir Ramadan banyak juga kalangan yang melakukan mudik. Tentu bagi sebagian kalangan untuk mudik bukan perkara mudah. Mesti dipersiapkan betul. Mulai dari bekal, tiket, perkiraan tiba di tujuan, dan lain-lain.
Manfaat yang dicapai ketika masyarakat sudah tahu jauh-jauh hari kapan tepatnya awal dan akhir Ramadan yaitu mereka bisa bersiap-siap. Tidak perlu tebak-tebakan maupun menunggu kepastian kapan hari H itu tiba.
2. Salat Tarawih Tidak Terlambat
Kadang pengumuman resmi dari pemerintah terkait kapan tanggal pasti datang dan berakhirnya Ramadan membuat masyarakat kewalahan. Terlebih hasil sidang isbat waktunya melebih waktu jadwal salat Isya tiba.
Ilustrasi hilal atau bulan sabit di awal bulan Hijriah (sumber gambar) |
Tidak hanya bagi masyarakat Indonesia timur (WITA dan WIT). Dulu pernah kejadian masyarakat di Jawa melaksakan salat Tarawih di atas jam setegah delapan malam. Lantaran pengumuman resmi dari pemerintah baru muncul.
3. Gampang Menentukan Akhir Waktu Zakat Fitrah
Menunaikan zakat Fitrah dianjurkan dilakukan di akhir bulan Ramadan. Semakin mendekati salat Idul Fitri semakin bagus. Sayangnya, menyalurkan zakat fitrah tepat sebelum salat Idul Fitri di pagi buta bukanlah hal lazim dan dianggap mengganggu.
Zaman dulu seringkali penyaluran zakat fitrah dilakukan oleh lembaga amil zakat satu hari sebelum hari raya lebaran. Biasanya dilakukan pada pagi, siang, atau sore hari. Hal itu juga dapat menjadi pengingat bahwa besok Idul Fitri tiba.
4. Penghematan Biaya
Penentuan kapan awal atau akhir bulan Ramadan menggunakan metode hilal melalui sidang Isbat tentu butuh biaya. Tidak ada makan siang gratis. Anggaran tersebut untuk makan, uang saku tamu undangan, peralatan, dan lain-lain.
Saat seluruh biaya kegiatan hilal baik dilakukan oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat dijadikan satu dapat dipastikan ratusan juta rupiah dikeluarkan. Bahkan mungkin tembus miliaran rupiah. Uang sebanyak itu bisa dialokasikan untuk hal lain.
5. Konsistensi Metode pada Setiap Bulan
Sungguh merepotkan bila setiap bulan harus memantau hilal. Konsekuensinya tanggal merah sebagai Peringatan Hari Besar Islam kemungkinan tak selaras dengan hasil rukyat hilal. Masak giat penentuan awal bulan cuma di lakukan pada akhir Syaban dan akhir Ramadan.
Seharusnya terjadi konsistensi. Kegiatan pemantauan hilal juga dilakukan pada bulan-bulan lain. Apalagi saat bulan Haji. Itu juga menjadi pegangan bagi muslim yang menjalankan ibadah puasa sunah ayyamul bidh. Yakni, berpuasa di setiap tanggal 13 hingga 15 pada kalender Hijriah.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "5 Keuntungan Penentuan Awal dan Akhir Ramadan Dengan Cara "Dihitung""
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*