Banjirembun.com - Ada-ada saja kelakuan anak muda yang baru merintis usaha. Belum apa-apa sudah sombong mengatakan "Aku tidak butuh uang, akan tetapi uanglah yang butuh aku." Sungguh teramat menggelikan dan konyol.
Memang betul sebuah anggapan bahwa untuk dikatakan butuh maupun tak butuh uang enggak bisa diukur dengan banyaknya harta yang dimiliki. Sebab tolok ukur mencari dan dicari uang bukan dari objeknya, melainkan dari subjeknya.
Tatkala pelaku bersifat aktif terhadap uang dapat dikatakan pencari. Sedang pelaku (subjek) yang bersifat pasif pantas disebut dicari uang. Seorang perintis bisnis atau usaha apapun itu bentuknya, sudah pasti sebagai pencari uang.
Berbeda dengan orang yang sengaja membuat yayasan atau lembaga sosial. Tentu seharusnya orientasinya bukan mencari untung (profit). Kagak ada niat dalam hati untuk memperkaya diri. Sebab hatinya telah terlatih untuk ikhlas dan ridho.
Orang yang berlimpah kemewahan bisa jadi ternyata levelnya masih mencari uang. Begitu pula orang yang hidup dalam kesahajaan, kesederhanaan, dan sekadar cukup ternyata posisi tingkatannya (maqom) nyatanya berada pada "dicari uang".
Orang super kaya teramat mungkin punya mental mata duitan. Meski perusahaan dan bisnis yang jadi sumber pemasukan ada di mana-mana, nyatanya masih berambisi lebih. Terus berupaya meningkatkan status konglomerat jauh lebih tinggi.
Sebaliknya juga orang miskin barangkali memiliki jiwa (psikologi), hati, dan pikiran yang matang. Dengan itu tidak ada rasa iri (dengki), ambisi, maupun kekecewaan berlarut. Walau sebelumnya dan seterusnya sudah berusaha mati-matian untuk hidup sejahtera.
Cara Menuju Level "Dicari Uang"
Kalau memang ingin disebut sebagai orang yang "dicari uang" ada beberapa syarat dan cara yang harus dilalui. Hal tersebut bukan perkara mudah. Tidak dapat dibuat-buat. Sebab, toh suatu saat pasti ketahuan belang dan akal bulusnya.
1. Bukan Bekerja, Tapi Mengabdi dan Berkarya
Bekerja itu tentu tujuan utamanya atau malah menjadi tuntutan satu-satunya yaitu mencari uang. Berbeda dengan mengabdi dan memproduksi karya. Niat prioritasnya untuk berbagi. Misal ada penghasilan dianggap bonus semata.
Mengabdikan potensi, bakat, ilmu, dan kecerdasan yang ada dalam diri untuk kepentingan masyarakat itulah salah satu cara menuju level "dicari uang". Serta berkreasi menciptakan karya orisinal tanpa pamrih juga tak boleh diabaikan.
2. Tumbuhkan Simpati, Empati, dan Jiwa Peduli
Pengusaha besar jika tidak punya simpati, empat, dan jiwa peduli maka yang ada di alam pikirnya cuma duit. Bahkan bakal menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Meski harus menzalimi pegawai dan masyarakat.
Hal di atas juga dapat terjadi pada orang kecil atau bawah. Cuma bedanya kalau orang rendahan mungkin dampak negatif atas keburukan yang dilakukan tidak seluas, sebesar, dan secepat ketika dilakukan oleh orang-orang berpengaruh.
3. Ikhlas dan Rida
Mencari uang itu bukan perbuatan salah, hina, maupun dosa. Asal dilakukan dengan halal. Akan tetapi ketika proses mencari uang ternyata tanpa ada unsur ikhlas serta mencari rida dari Allah SWT pastilah hatinya mesti ditata dulu.
Baca: Jangan Terbalik, ini Bedanya Ikhlas dan Ridho
Dalam bekerja wajib ikhlas atas segala apa yang telah dikorbankan. Niatkan sejak awal secara benar. Saat sesuatu yang telah diberikan nyatanya tidak mendapat balasan memadai berusahalah rida terhadap-Nya. Yakin, suatu saat akan diganti.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kalau Levelnya Masih "Mencari Uang", Jangan Mengaku Berlevel "Dicari Uang""
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*