Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Kisah Inspiratif: Agar Bisa Menghargai Waktu, Ilmu, dan Kerja Keras Orang Lain

Ada saja orang seenak jidat mengatai orang lain makan gaji buta, mata duitan alias matre, pemeras, atau yang semacamnya. Tanpa tahu masa lalu orang tersebut bagaimana. Tanpa tahu bagaimana waktu dan ilmu yang ia miliki sungguh berharga. Ia sudah membangun semua itu dengan kerja keras sejak lama.


Memang bagi sebagian orang, waktu itu tak ada harga. Waktu dilalui begitu saja tanpa perencanaan. Begitu pula ilmu (teori), bagi sebagian orang menganggap tidak penting. Kuliah dianggap buang-buang waktu dan uang. Bagi mereka aksi dan kerja nyata lebih utama. Walau hanya jadi buruh dan kuli.

Akan tetapi bagi sebagian lain menganggap waktu, ilmu, dan kerja keras itu perkara pokok. Mereka menghargai proses. Oleh sebab itu, akan sangat percaya suatu keahlian, ketrampilan, dan bakat ketika sejak dini sudah diasah akan membuahkan hasil di masa depan. Kelak akan memanen pada waktunya.


Agar bisa makin menghargai waktu, ilmu, dan kerja keras orang lain lebih baik baca kisah yang penuh inspirasi berikut.


Pelukis Bertarif Mahal


Ada cerita seorang ibu dengan anaknya umur 7 tahun sedang makan di restoran mewah. Tiba-tiba anak tersebut menangis dan merengek-rengek pada orang tuanya itu. Barang saja mamanya langsung kebingungan dan gugup. Makan baru saja mau selesai, belum juga minum sudah ada gangguan.


Sambil celingukan ibunya pandang sana-sini, selain untuk memastikan keadaan di sekitar juga hendak mencari solusi. Siapa tahu ada hal yang bisa membuat anaknya terdiam. Tak dinyana, ternyata ia menemukan seorang pelukis terkenal yang juga ikut makan. Duduknya di meja ujung ruangan.


Tanpa pikir panjang dan basa-basi ibu itu menghampiri si pelukis bersama anaknya yang masih sesenggukan. Anaknya berhasil dirayu untuk mengakhiri tangisan dengan iming-iming akan memperoleh lukisan. Akhirnya muka melasnya mulai sedikit hilang. Ia tergoda rayuan maut mamanya.


Setelah menyapa, mama muda itu bertanya pada pelukis "Pak, boleh minta tolong menggambar untuk anak saya ini? Maaf, nanti saya beri uang sebagai gantinya untuk menghormati Bapak."


Pelukis itu menanggapi "Baik Bu, kebetulan saya sedang menunggu pesanan makan. Akan saya buatkan lukisan indah khusus untuk usia anak anda."


Ibu itu gembira mendapat kehormatan tersebut. Ia berucap penuh syukur "Terima kasih banyak Pak, jadi tidak enak nih."


Setelah 10 menit-an akhirnya lukisan itu selesai. Pelukis itu penuh semangat memberi tahu "Ini bu, lukisan untuk anak anda telah selesai. Silakan... ini."


Ibu itu ikut melihat hasil akhirnya "Wah bagus banget Pak, anak saya pasti senang.... ooh iyaa.. biayanya berapa pak?"

Dengan enteng pelukis itu bilang "500 ribu saja bu, harga khusus untuk anak anda."


Ibu itu sungguh kaget. Wajahnya lebih pucat dari saat anaknya tadi menangis. Sekonyong-konyong ia bilang "Loh Pak, kok mahal banget? Kan bapak melukisnya cuma kurang dari 10 menit. Cepat banget dan terlihat begitu mudah."


Pelukis itu tidak tersinggung dan tak emosi. Ia tahu risikonya. Ia menjawab sambil berusaha memberi "inspirasi" bagi ibunya. Lagian pelukis itu menyadari bahwa mereka berada di tempat makan ekslusif. Tujuan orang-orang kaya berkumpul. Menurutnya harga sebesar itu sudah wajar. Sesuai dompet.


Lantas ia memberi penjelasan pada si Ibu "Begini bu, memang saat membuat lukisan ini saya lakukan dengan cepat dan terlihat mudah. Namun, agar mempunyai kemampuan melukis seperti ini saya butuh waktu lama. Butuh mencari ilmu yang tak mudah. Serta butuh kerja keras di masa lalu yang tak bisa dibilang gampang."


Pelukis itu menambahi "Sejatinya, ibu tidak membayar apa yang sedang saya lakukan sekarang ini. Begitu pula tidak membayar waktu 10 menit saya untuk melukis. Ibu membayar apa yang saya lakukan di masa lalu. Ibu membayar semua yang telah saya lakukan untuk bisa menjadi pelukis seperti sekarang ini... Lagian uang 500 ribu untuk ibu sangat sedikit. Ibu mampu makan di restoran mewah ini tentu akan jauh lebih mampu ketika membayar lukisan saya ini."


Masih Banyak Profesi Lain yang Bertarif Mahal

Penyanyi, dokter, pengacara, konsultan, arsitek, olahragawan (atlet), dan lain-lain yang di masa lalunya memeras keringat hingga berdarah-darah untuk mencapai puncak karir. Mereka butuh waktu, ilmu, dan kerja keras yang tidak sedikit untuk mengembangkan diri hingga jadi ahli atau profesional.

Ilustrasi perjuangan meniti karir (sumber gambar)

Seandainya untuk berprofesi seperti di atas dapat dilakukan dengan mudah tentu akan banyak orang yang bekerja demikian. Alhasil, tarifnya juga tidak akan terlihat mahal. Sebab permintaan dengan penawaran hampir seimbang. Nilai tawarnya jadi lebih rendah.


Hargailah orang lain bukan dari hasilnya semata. Namun, perhatikan pula proses di masa lalunya. Untuk kuliah dan berlatih butuh pikiran, waktu, dana, hingga tenaga yang tak sedikit. Apa yang telah mereka tanam di masa lalu telah ia panen di masa sekarang.


Semoga tulisan ini bisa jadi inspirasi bagi kalian untuk meraih cita-cita. Menjadi makin giat berinvestasi di masa sekarang dengan cara belajar, berlatih, dan terus mematangkan pengalaman untuk diraih di masa depan. Terus semangat menggapai impian masa depan. Semoga sukses.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kisah Inspiratif: Agar Bisa Menghargai Waktu, Ilmu, dan Kerja Keras Orang Lain"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*