Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Pengalaman Menyelesaikan Skripsi, Penuh Liku dan Tekanan Mental


Bagi kalian yang tak pernah kuliah, masih kuliah tapi belum mengerjakan skripsi, atau sudah lulus kuliah tapi kerjakan skripsi dengan asal-asalan bahkan "membeli" sebaiknya baca cerita ini. Sebuah tulisan tentang pengalaman pribadi menyelesaikan skripsi. Penuh liku dan tekanan mental.
Banjirembun.com

Barangkali yang sudah lulus kuliah akan menganggap skripsi itu hal biasa. Apalagi yang melanjutkan kuliah ke S2 hingga S3. Skripsi dianggap angin lalu. Mereka bakal tertawa sendiri sesudah membacanya kembali, ternyata bobotnya masih kalah jauh dengan tesis maupun disertasi yang sekarang.


Kenyataan di atas akan berkebalikan ketika ditanyakan pada mahasiswa akhir yang sedang mengawali skripsi. Tentu dengan wajah nelangsa, hampir putus asa, dan penuh tanya mereka berkata "Skripsi bikin pusing, bagaimana aku harus memulainya? Kemampuan menulis saja pas-pasan."


Kondisi frustasi mengerjakan skripsi tidak terlalu nampak pada cewek dan mahasiswa yang fokus kuliah semata. Tak aktif di organisasi dan tak disibukkan kerja sambilan. Mungkin di awal saja tekanan batin muncul. Tapi itu tak akan lama. Ditambah lagi taktala mendapat pembimbing yang "cocok".


Hal berbeda akan terjadi pada mahasiswa yang ingin segera lulus dengan cara jujur tapi memiliki pengalaman menulis pas-pasan. Tambah parah lagi ketika terkena penyakit idealis. Jangkankan isi skripsi, judulnya saja ingin dibuat sesempurna mungkin. Paling bagus dan tak disamai mahasiswa lain.

Contoh sampul tugas akhir universitas Edinburgh (sumber gambar)

Bila sikap di atas tidak ada perubahan secepatnya, tetap tak sadar diri, dan egois maka rasa tertekan atau terbebani makin kuat. Tidak mau mengalah pada pembimbing serta tidak mau berbagi pengalaman pada teman yang sama-sama sedang mengerjakan skripsi. Merasa paling jago sendiri.


Perlu diingat, sesungguhnya skripsi itu tidak sepenuhnya murni buatan mahasiswa itu sendiri. Ada andil beberapa pihak dalam penyelesaiannya. Mulai dari orang tua, pembimbing, teman sejawat (mahasiswa), serta orang-orang lain yang memberi dana, motivasi, dan arahan teknis maupun non teknis.


Tak boleh merasa bangga telah mempunyai karya skripsi. Sebab skripsi itu awal dari segalanya. Sebuah kunci pembuka pintu menuju kehidupan nyata. Setelah itu masih ada tantangan yang jauh lebih sulit darinya. Sebut saja seperti  dunia kerja, pengabdian masyarakat, dan persaingan global.
Banjirembun

Pengalaman Pribadi Menyelesaikan Skipsi


Untuk lulus kuliah itu sulit. Hargailah para lulusan perguruan tinggi. Mereka selain menjalani kehidupan perkuliahan, dipenuhi tugas teoritis maupun praktik, juga dituntut mampu membuat laporan penelitian. Satu-satunya laporan penelitian yang paling diakui dan berbobot yaitu skripsi.


Berdasarkan pengalaman saya dalam mengerjakan skripsi bisa dibilang peran "gaib" yaitu Allah SWT sangat besar. Sebagai aktivis organisasi banyak kesibukan. Ada beberapa mata kuliah yang tertinggal. Akhirnya saat semester 8 masih ada tanggungan kuliah. Sekelas dengan adik kelas dan kakak kelas.


Padahal teman-teman yang lain beberapa sudah fokus pada skripsi. Akibatnya saya harus tambah semester. Normalnya kuliah dapat ditempuh hanya dengan 8 semester. Akhirnya membayar semester 9 cuma untuk menuntaskan skripsi. Itu semua gara-gara saya terlalu idealis membuat skripsi.


Bersyukurnya, saya dapat wisuda bareng dengan teman seangkatan. Suatu hal yang tak diduga-duga. Mengerjakan skripsi dengan kilat tanpa hambatan. Padahal sebelumnya pernah mengikuti ujian proposal skripsi. Walau tak saya lanjutkan. Akhirnya ganti judul dan pembimbing yang cocok.


Wisuda saya dilakukan pada bulan Desember. Di mana, bulan Juli merupakan batas akhir dari semester 8. Jadi sebenarnya saya membayar SPP tambahan hanya untuk 2-3 bulan. Sebab di bulan Oktober saya sudah ujian skripsi. Jadi, semester 9 hanya untuk menambal sulam alias memperbaiki skripsi.


Pada bulan Desember tahun sebelumnya saya sudah mengikuti ujian proposal skripsi. Alhamdulillah, kendati ada beberapa revisi tapi pada umumnya konsep pokok atau utama skripsi saya tak berubah. Sayangnya, saya memperoleh pembimbing skripsi yang tidak cocok.


Saya tidak berani mengatakan pembimbing saya itu kurang mampu. Juga tak berani mengatakan pembimbing saya itu egois karena mempersulit tanpa memberi solusi. Saya lebih berani mengatakan ketidakadanya kecocokan di antara kami. Sebab kami memiliki pandangan politik dan organisasi beda.


Pembimbing skripsi saya itu menyuruh saya untuk merevisi. Langkah revisi yang cukup radikal dan tak sesuai dengan gagasan saya sebelumnya. Saya berusaha merevisi sesuai keinginan beliau. Tapi tetap saja ada salah. Hingga bulan Januari tahun berikutnya proposal skripsi tetap mangkrak.


Pada bulan Februari-Maret pikiran masih buntu. Ditambah lagi saat itu ada PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Pikiran fokus untuk di sana karena saya sebagai ketua Mahasiswa PPL. Tempat kami magang mewajibkan masuk setiap hari. Padahal teman-teman lain dapat mencicil skripsi sembari PPL. 


Hingga bulan April belum juga ada pencerahan sama sekali. Apalagi disertai masih ada kuliah di semester 8. Di mana, akhir semesternya jatuh pada bulan Mei. Dampaknya, tetap saja "pencerahan" tak kunjung ditemukan. Ditambah lagi, saat itu juga ada kuliah Kewirausahaan. Diberi tugas praktik yang cukup menguras waktu, uang, dan tenaga.


Makin merasa tertinggal ketika tahu teman-teman seangkatan di bulan Juni sebagian sudah ada yang ujian Skripsi gelombang pertama. Akhirnya saya termotivasi untuk memulai fokus skripsi lagi. Kali ini tak ada sidang proposal seperti sebelumnya. Langsung dipilihkan Kaprodi siapa pembimbingnya sesuai dengan proposal yang diajukan. Lalu pembimbing memeriksa proposal tersebut.


Sejujurnya, semenjak proposal skripsi saya di bulan Desember dimentahkan itu, tak ada ide apapun akan menulis skripsi tentang apa. Hingga setelah melaksanakan PPL, ide mengerjakan skripsi itu muncul. Saya membuat judul skripsi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi di sana. Tentunya penelitian juga diadakan di sana.


Teramat penuh Syukur. Saya mendapatkan dua pembimbing yang cocok sekali dengan saya. Mereka merupakan kelompok oposisi "kampus". Serta memiliki keilmuan yang mumpuni. Mudah sekali dihubungi dan ditemui. Saya sering bertemu melakukan bimbingan pada bulan Juni hingga Agustus.


Semangat mengerjakan skripsi makin kuat setelah tahu pada bulan Juli ada gelombang kedua ujian skripsi. Tak sedikit kakak kelas dan teman seangkatan yang memanfaatkan momen itu. Semangat makin terpompa untuk segera terjun ke lapangan menggali data. Pada saat itu penelitian menggunakan pendekatan kualitatif.


Banyak tantangan di lapangan. Walau tempat penelitian saya itu adalah tempat PPL saya beberapa bulan lalu. Di antaranya, mulai dari kesalahpahaman dari pegawai di sana. Mereka kira penelitian saya kuantitatif. Tinggal titip angket saja lalu dianalisis. Padahal saya butuh observasi dan wawancara.


Sayangnya, banyak pegawai yang ogah-ogahan dimintai observasi dan wawancara. Maklum saja saat itu judul di awalnya ada kata "Problematika". Mendengar kata itu mereka langsung khawatir. Jangan-jangan saya ingin mengorek kenegatifan saja. Mungkin itu pikiran mereka.


Alhamdulilah, tetap ada saja pegawai yang mau diobservasi dan diwawancarai. Adapun untuk dokumentasi (keperluan dokumen) tidak terlalu sulit mendapatkannya. Sebab kepala bagian adiministrasi merupakan tetangga saya sendiri. Semua data yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah.


Secara lengkap ini alur waktu (time line) penyelesaian skripsi saya.


1. Bulan Juni memulai mengajukan proposal skripsi

2. Bulan Juni akhir dan Juli melakukan bimbingan awal: pemantapan konsep dasar atau pokok penelitian serta Revisi BAB I, BAB II, dan BAB III.


3. Agustus dan September turun di lokasi penelitian melakukan penggalian data. Revisi BAB IV dan BAB V.

4. Oktober revisi BAB VI dan sidang skripsi.

5. Awal Desember wisuda.


Sebenarnya skripsi dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Selain perlunya motivasi, sesungguhnya juga diperlukan faktor x agar cepat lulus. Yakni, berupa do'a dan disertai upaya yang sungguh-sungguh. Dibuktikan dengan fokus mengerjakannya dan pantang menyerah walau banyak rintangan.


Saya sendiri juga tak menyangka. Hal-hal yang sebelumnya menurut saya mustahil tiba-tiba begitu mudah. Pembimbing selain memberi arahan teknis dan keilmuan, mereka berdua juga memberi motivasi. Dengan kata-kata yang halus dan mantap. Setelah menemui mereka semangat semakin menjadi-jadi. Bukan sebaliknya.


Saya baru sadar, tekanan mental yang saya hadapi karena pendekatan penelitaan dan topiknya tidak sesuai dengan kemampuan saya. Terlalu tinggi dan berat. Akhirnya pada tahun berikutnya saya ganti menjadi kualitatif dan topik yang sudah saya kuasai ketika ikut PPL. Hanya kurang dari 4 bulan skripsi telah tuntas.


Bagi kalian yang akan mengerjakan skripsi. Pahami diri kalian sendiri. Ukur kekuatan diri. Tak boleh terpengaruh atau ikut-ikutan teman lain. Jangan terpancing untuk mengerjakan skripsi yang tak sesuai kemampuan. Sebab, masing-masing orang punya bakat dan bidangnya sendiri-sendiri. Semoga tulisan ini bermanfaat.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pengalaman Menyelesaikan Skripsi, Penuh Liku dan Tekanan Mental"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*