Dalam kajian ekonomi makro istilah depresi ekonomi digunakan untuk menggambarkan kondisi resisi yang lebih parah dan berlangsung lama. Paling tidak selama minimal 6 triwulan (kuartal) berturut-turut PDB (Pendapatan Domestik Bruto) Negara mengalami minus (negatif) lebih curam.
Di negara Amerika terdapat standar sebagai batas suatu ekonomi masuk jurang resesi atau deprpesi. Di mana, negara dikatakan resesi ketika mengalami kontraksi (tekanan) ekonomi sehingga PDB tumbuh minus. Di antara rentang -0,3% hingga -5,1% selama 2 kuartal beruntun.
Adapun suatu negara dikatakan masuk kategori depresi tatkala terjadi penurunan PDB sebesar -14,7% hingga -38,1%. Jadi, walau tidak mengalami resesi lebih dari 2 triwulan, akan tetap dikatakan depresi ketika nilai jatuhnya di rentang tersebut.
Dapat disimpulkan, suatu negara dikatakan resesi saat mengalami krisis ekonomi (PDF negatif) dalam waktu antara 6 bulan (2 kuartal) hingga 18 bulan (6 kuartal). Sedangkan disebut depresi ketika mengalami gejolak ekonomi selama 18 bulan (6 triwulan) hingga 42 bulan (14 triwulan).
Tentu dampak depresi jauh lebih berat dari resesi. Sektor ekonomi negara benar-benar melemah dan terpukul dalam. Semua ini gara-gara musibah non alam yang lagi menggempur dunia. Hantu depresi akan tetap membayangi apabila permasalahan pandemi COVID-19 tak kunjung usai.
Disclaimer: Tulisan ini bukan bermaksud untuk menakut-nakuti. Bukan pula untuk menciptakan kegaduhan. Ini murni sebagai pembuka wawasan. Bahwa keadaan dunia sekarang ini mengalami keterpurukan. Mau tak mau Indonesia harus siap menghadapi imbasnya saat itu terjadi.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Gawat! Tak Hanya Resesi Tapi Indonesia Terancam Depresi Ekonomi, Ketahui Bedannya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*