Selama ini banyak kalangan yang menganggap kejahatan dalam karya tulis ilmiah hanya pelanggaran hak cipta. Berupa tindakan plagiarisme. Yakni, menyalin sebagian tulisan orang lain tanpa menunjukkan sumber kutipannya.
Sayangnya, pelanggaran berat di atas hingga kini pun masih dianggap enteng. Bahkan tak sedikit dosen dan guru belum peka terhadap permasalahan tersebut. Mereka jago etika komunikasi tapi abai dalam urusan etika menulis.
Seyogyanya, moralitas tidak hanya dijunjung pada tataran lisan dan tingkah laku. Lebih dari itu, pada tulisan yang diciptakan juga harus sesuai nilai-nilai luhur. Apalagi sekarang zaman digital. Jejak tulisan mudah terlacak.
Siapapun yang melakukan pelanggaran dalam menulis karya ilmiah bakal mudah diketahui. Nahasnya, masih ada orang yang belum menyadari itu. Mereka mengira apa yang dilakukan tak akan mendapat "penghakiman".
Padahal kejahatan dalam karya tulis ilmiah merupakan aib. Baik itu untuk individu yang membuat maupun bagi lembaga yang menaunginya. Pun, hal itu pelanggaran yang disengaja maupun tidak sengaja (karena ketidaktahuan).
Mereka terlalu percaya diri mengirim atau memposting karya "sampah" di dunia maya. Tanpa menyadari bahwa suatu saat ada orang lain bakal menilai. Sejauh mana tingkat dapat dipercayanya suatu tulisan tersebut.
Agar sebuah tulisan ilmiah bisa dianggap terpercaya, bersih dari kejahatan, dan memenuhi standar etika ilmiah setidaknya harus terbebas dari 3 hal. Di antaranya plagiat, fabrikasi, dan falsifikasi.
Lebih rinci dapat dipahami pada uraian berikut.
1. Plagiat
Plagiat adalah mencuri sebagian atau seluruh tulisan, gagasan, informasi, atau data milik orang lain lalu mengklaim menjadi milik sendiri. Kata kunci utama dari plagiat yaitu "mencuri". Tentu yang namanya mencuri bisa dikenakan hukum pidana.
Salah satu dasar hukum utama untuk membasmi plagiarisme yaitu Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada pasal 4 dikatakan bahwa hak cipta "merupakan hak eksklusif yang terdiri dari atas hak moral dan hak ekonomi".
Tak cuma itu, ancaman lain juga termaktub pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di mana pada pasal 25 dan 70 dijelaskan bagi mahasiswa yang tugas ilmiah akhirnya terbukti plagiat akan mendapat ancaman akademis dan pidana.
Dasar hukum turunannya ialah berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Di dalam pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa:
"Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai."
Hingga kini belum ditemukan kasus hukum plagiat mahasiswa, guru, maupun dosen yang dihadirkan ke meja hijau. Jangankan diusut hingga jalur hukum positif. Bahkan pemecatan dan pencopotan gelar akademis akibat plagiat masih langka.
Adapun plagiat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai "pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri".
Bentuk plagiat yang paling ekstrim adalah mencetak, menerbitkan, atau mengunggah seluruh isi karya tulis orang lain diubah jadi nama dirinya sendiri. Itu merupakan tindak penjiplakan yang teramat brutal.
2. Fabrikasi
Fabrikasi adalah tindakan mengada-ada dengan cara membuat klaim tentang data, informasi, pendapat, dan kondisi tertentu tapi kenyataannya itu tidak ada. Bisa dikatakan fabrikasi merupakan merangkai "cerita" fiktif.
Tindakan mengarang tanpa dasar atau mereka-reka itu tidak saja pada persoalan hasil penelitian. Malah, itu juga bisa terjadi pada saat proposalnya sedang diusulkan. Serta pada proses penelitian itu dilakukan.
Tak berlebihan ketika fabrikasi disebut tindak murni penipuan. Sebab bukan hanya memanipulasi (tambal sulam antara fakta dengan imajenasi) tapi memang sengaja "memproduksi" kebohongan untuk mencapai tujuan.
Hal di atas sesuai dengan makna fabrikasi di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu "pernyataan atau cerita yang dibuat-buat untuk menipu". Di sana dijelaskan pula bahwa antara fabrikasi dengan pabrikasi (dengan huruf P) itu beda.
Contoh mudah kasus fabrikasi dalam karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut.
Seorang mahasiswa membuat makalah. Ia memaparkan pendapatnya sendiri lalu di akhir gagasannya diberi catatan kaki. "Banjir Embun, Cara Terbang ke Luar Angkasa Menggunakan Tenaga Nuklir (Jakarta: Angkasa Raya, 2020), 22."
Setelah ditelusuri ternyata judul buku di atas tidak ditemukan di dunia nyata maupun internet. Orang yang bernama Banjir Embun juga tidak ada. Penerbit "Angkasa Raya" juga tidak ada. Bukan hanya tidak terkenal tapi kenyataannya memang benar-benar tak ada wujud.
Bentuk fabrikasi yang paling parah adalah memaparkan hasil penelitian lapangan tanpa ada proses penggalian data di sana. Serta setidaknya hanya datang ke lokasi penelitian untuk memfoto, merekam tindakan responden atau informan, maupun peristiwa yang dibuat-buat tanpa tindakan ilmiah.
Bentuk fabrikasi di atas dilakukan sekurang-kurangnya ada dua motif dasar. Yakni, disebabkan rasa malas sehingga hanya mengira-ngeri (menerka) data yang dibutuhkan untuk disajikan. Serta sengaja dilakukan agar sesuai dengan data sebelumnya yang sudah didapat.
Itulah alasan mengapa dalam setiap karya tulis ilmiah penelitian diwajibkan menunjukkan cara memperoleh data. Serta mesti memaparkan identitas sumber data dengan rinci dan jelas. Bahkan kadang dituntut membuat catatan harian, pekanan, dan bulanan dari awal hingga akhir penelitian.
3. Falsifikasi
Falsifikasi adalah tindakan memalsukan atau memanipulasi tulisan, data, ide, dan informasi yang sudah ada untuk digunakan sebagai bahan dukungan pada tulisannya sendiri. Istilah flasifikasi itu berasal dari bahasa inggris yaitu falsification yang berarti memalsukan.
Kamus Cambridge (Cambridge Dictionary) mendefinisikan falsification sebagai tindakan mengubah sesuatu atau memalsukan bukti untuk menipu orang. Itu terutama sering terjadi dilakukan pada sebuah dokumen.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa falsifikasi berarti membuat barang imitasi atau tiruan yang mirip dengan aslinya. Padahal dua hal tersebut ada perbedaan dan tidak "diproduksi" atau diciptakan oleh orang yang sama.
Bentuk falsifikasi dalam karya tulis ilmiah penelitian bisa dilakukan saat pelaksanaan penelitian maupun menyajikan hasilnya. Semua data yang sudah didapat itu diubah (ditambahi atau dikurangi) atau dimodifikasi sesuai dengan keinginan.
Jadi, bedanya fabrikasi dengan falsifikasi adalah pada ada atau tidak adanya sebuah ide, data, informasi, atau kondisi tertentu. Di mana, fabrikasi itu tidak ada lalu "dikarang" sendiri. Adapun falsifikasi semuanya sudah ada lantas dipalsukan (tambal sulam) untuk kepentingan pribadi.
Dampak negatif dari tindakan falsifikasi ialah hasil penelitian yang dilakukan tidak akurat. Bahkan cenderung tak valid (sah atau sahih) dan tak kredibel. Meskipun itu yang diubah merupakan hal kecil tapi secara etika sudah memenuhi unsur pelanggaran.
Contoh mudah falsifikasi dalam karya tulis ilmiah adalah mengutip pendapat orang lain lalu mengubah sebagian darinya. Secara spesifik berikut penjelasannya.
Ada tulisan dari buku si B yang menyatakan:
"Bumi ini bulat. Banyak orang tahu tentang itu dari gambar, globe (bola dunia), foto, hingga video. Namun, kita masih boleh menyangsingkan kebulatan bumi ini. Sebab ada lebih banyak orang yang belum pernah ke luar angkasa untuk melihat bumi secara langsung dari atas. Tanpa melalui gambar, foto, atau video. Perbandingan jumlah antara yang sudah dan belum melihat, bagai langit dan bumi."
Tulisan di atas dikutip oleh si A sebagai berikut:
"Menurut si B menyatakan bahwa bumi ini bulat secara mutlak. Kebulatannya tidak dapat disangkal lagi. Banyak bukti-bukti nyata yang menunjukkan tentang hal itu".
Barangkali si A memang tidak plagiat maupun fabrikasi karena menunjukkan sumber rujukan dan tidak sepenuhnya membuat "hal baru". Namun, ia telah "memlintir" pernyataan si B untuk memenuhi kepentingan nafsunya sendiri.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tiga Bentuk Kejahatan Berat dalam Karya Tulis Ilmiah: Plagiat, Fabrikasi, dan Falsifikasi"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*