Ini adalah cerita nyata berdasar pengalaman saya pribadi. Terjadi pada pagi hari Sabtu, 06 Juni 2020 hingga pagi hari Ahad, 07 Juni 2020. Di salah satu klinik berbasis Islam di wilayah Kota Malang.
Saya memilih berobat ke klinik tersebut, sejak awal diniatkan untuk shodaqoh. Untuk beramal baik, bagi lembaga/yayasan yang berada dinaungan dan demi membantu umat Islam. Tak ada penyesalan dan tak ada rasa kecewa setelah ke sana.
Saya memilih berobat ke klinik tersebut, sejak awal diniatkan untuk shodaqoh. Untuk beramal baik, bagi lembaga/yayasan yang berada dinaungan dan demi membantu umat Islam. Tak ada penyesalan dan tak ada rasa kecewa setelah ke sana.
Jadi ceritanya begini. Saya sakit perut, mulas, dan sering buang air besar (BAB) encer. Tak hanya itu, saat malam sulit tidur, kadang berkeringat, disertai kepala berat tapi tidak pusing. Sering terbangun di malam hingga dini hari tiba.
Sebenarnya saya pernah mengalami kondisi yang menurut pandangan saya lebih parah. BAB tidak hanya encer tapi cair seperti air mancur. Kadang disertai lendir seperti jeli. Badan sangat lemas seperti dehidrasi.
Dalam kondisi itu, bisa teratasi dengan murah dan cepat oleh tenaga medis sekelas mantri. Yakni, seorang mantri yang berkediaman dan bertugas di kelurahan Karangbesuki, kecamatan Sukun, Kota Malang.
Beliau adalah praktisi perawat senior berjenis kelamin laki-laki. Selain menerima orang yang punya gejala sakit ringan, beliau juga menerima layanan khitan (sunat) berbagai metode. Mulai dari biasa, laser, hingga smart klem.
[Lokasi praktik Mantri]
Selama tinggal di Malang sejak 2 tahun lalu, saya sering berobat ke kediaman Beliau ketika sakit. Alhamdulillah diberi kejodohan. Atas pertolongan Allah, setelah berobat ke Beliau saya selalu sembuh.
Biayanya juga sangat murah. Sekali periksa dan dapat obat (tanpa suntik) sekitar 50 ribu rupiah. Satu atau dua hari kemudian sakit yang saya derita sembuh. Oh iya, tak hanya itu. Beliau juga sangat ramah dan berwajah teduh.
Sayangnya, jam buka praktik di rumah beliau sangat terbatas. Yakni, pagi hari pukul 05.30-06.30 WIB dan sorenya 16.30-20.00 WIB. Akibatnya terkadang saya harus menahan dulu hingga waktu sore tiba. Sebab waktu pagi hari terasa mepet.
Kembali ke pokok bahasan di tulisan ini. Pada dua hari yang lalu, sekitar jam 8 pagi memutuskan untuk berobat karena sakit yang mengganggu. Rencana mau rawat inap sekalian, karena beberapa alasan.
Hati ini mantap memutuskan untuk berobat ke klinik Daqu Sehat di Jl. Sigura-gura. Sekitar jam 8 pagi saya ke sana. Singkat cerita saya diperiksa mulai mata, dada, tekanan darah (120), suhu (35 derajat celcius), hingga ditanya-tanya.
[Klinik Daqu Sehat]
Alasan memilih Daqu Sehat karena klinik tersebut Islami. Serta setelah saya telusuri ternyata banyak hal-hal positif terkait kepentingan umat Islam yang telah mereka lalukan. Serta tentu itu saya lakukan untuk ikut serta "meramaikan" bisnis umat Islam.
Menurut saya pribadi tidak apa-apa memilih untuk condong pada umat Islam. Namun, bukan berarti harus menjelekkan atau anti terhadap usaha/lembaga/organisasi non Islam. Mengutamakan saudara seiman tidak ada salahnya.
Alhamdulillah, dokter tidak mendiagnosa saya terkena sakit apa. Entah itu memang prosedur dalam dunia kesehatan atau dikarenakan penyakit saya tidak parah. Dia juga bertanya "Rencana mau rawat inap ya?".
Saya menjawab "Iya". Itu memang keputusan dan inisatif saya sendiri saat registrasi pertama masuk klinik. Salah satunya ingin istirahat total. Serta, seumur-umur dari zaman TK hingga sekarang belum pernah rawat inap dan diinfus.
Saat itu, saya perkirakan biaya total semuanya untuk rawat inap satu malam paling mentok 500 ribu. Namun, untuk jaga-jaga saya bawa uang Rp. 1050.000,-. Sebelum itu, saya beli 2 botol air mineral ukuran besar (1,5 Liter).
Saya sengaja tidak membawa ponsel saat rawat inap. Memang benar-benar ingin "fokus" istirahat dan syukur-syukur bisa digunakan untuk merenung. Ternyata jam dinding di kamar rawat saya juga mati.
Jadi, selama di rawat di sana saya buta waktu. Untuk tahu sekarang pukul berapa, saya bertanya pada perawat atau petugas klinik yang membawa makanan ke kamar. Toilet pun ternyata berada di luar kamar.
Kondisi kamar bisa dibilang sederhana. Hanya ada bad/kasur tipis dengan dipan besi, lemari medis kecil, sejumlah tempat duduk bundar dari besi (seperti di warung), dan kondisi AC tidak mendukung bagi saya.
Ketika AC dinyalakan malah menyebabkan saya batuk. Tentu sangat beda dengan AC di beberapa bank dan AC di ATM. Untung masih ada kemoceng (sulak) dan sapu lidi. Untuk hiasannya berupa pigora tulisan arab. Selain itu hanya tempat kosong.
Adapun untuk sholat saya lakukan sambil duduk dengan waktu saya perkirakan. Sebab suara azan tak terdengar kecuali saat Shubuh. Itu pun hanya sayup-sayup. Bukan karena kamarnya kedap suara. Tapi karena jauh dari Masjid.
Oh iya, perlu kalian ketahui saat rawat inap, saya tidak ada yang menunggu. Jadi ketika mau izin pulang (atas keputusan saya sendiri) esok paginya saya sebenarnya ditanyai oleh petugas klinik "Ini pak biayanya, bapak mau ambil uang dulu?"
Bila saat itu saya berkilah "Iya saya mau ambil di ATM," sambil memberi uang seadanya saya bisa. Lalu tak kembali. Sebab tak ada orang, barang, KTP, atau yang terkait diri saya lainnya yang "ditawan" sebagai jaminan.
Saya heran di dalam hati, biaya yang harus saya bayar total semuanya Rp. 945.000,-. Biaya sebesar itu sebenarnya juga ada di benak saya. Tapi perkiraan sebesar itu tidak terlalu dominan. Hanya terlintas sejenak.
Berhubung niat awal saya memang untuk shodaqoh, Demi Allah saya langsung keluarkan uang. Memang dalam hati kaget. Namun, berangsur-angsur saya mulai mencoba untuk bersabar, ikhlas, dan ridho menjalani kehendak Allah. Tak ada satu patah kata keluhan saya keluarkan.
Setiba di domisili, tempat bernaung, sempat terngiang sudah mengeluarkan uang sebegitu besar. Namun, hati ini mulai mengadu pada Allah. Hati ini mencoba untuk menetralkan hasutan setan yang berhembus agar muncul ketidakikhlasan.
"Ya Allah, nilailah biaya yang saya keluarkan untuk berobat tadi sebagai amal baik, dan jadikan itu sebagai sebab saya nanti di akhirat diampuni dosa-dosa. Lipatkan itu dengan rizqi yang melimpah ruah. Aamiin."
Mulai sejak saat itu hati saya sudah lega. Tidak ada lagi bisikan-bisikan yang menggoda agar timbul penyesalan. Apalagi untuk menuntut klinik Daqu Sehat agar mengembalikan sebagian uang yang telah saya bayar. Nauzubillah.
Itulah sedikit cerita saya selama berobat ke klinik Daqu Sehat. Sebagian memang sengaja saya potong karena saya tidak paham masalah medis. Semoga bisa bermanfaat.
Disclaimer: Bagi pihak manapun atau siapapun yang merasa dirugikan atas tulisan ini mohon segera hubungi pihak kami. Segera layangkan sanggahan, pendapat, atau masukan kalian ke email kami di hak_cipta@banjirembun.com. Kami akan merespon dengan baik dan cepat tanggapan tersebut.
Sayangnya, jam buka praktik di rumah beliau sangat terbatas. Yakni, pagi hari pukul 05.30-06.30 WIB dan sorenya 16.30-20.00 WIB. Akibatnya terkadang saya harus menahan dulu hingga waktu sore tiba. Sebab waktu pagi hari terasa mepet.
Kembali ke pokok bahasan di tulisan ini. Pada dua hari yang lalu, sekitar jam 8 pagi memutuskan untuk berobat karena sakit yang mengganggu. Rencana mau rawat inap sekalian, karena beberapa alasan.
Hati ini mantap memutuskan untuk berobat ke klinik Daqu Sehat di Jl. Sigura-gura. Sekitar jam 8 pagi saya ke sana. Singkat cerita saya diperiksa mulai mata, dada, tekanan darah (120), suhu (35 derajat celcius), hingga ditanya-tanya.
[Klinik Daqu Sehat]
Alasan memilih Daqu Sehat karena klinik tersebut Islami. Serta setelah saya telusuri ternyata banyak hal-hal positif terkait kepentingan umat Islam yang telah mereka lalukan. Serta tentu itu saya lakukan untuk ikut serta "meramaikan" bisnis umat Islam.
Menurut saya pribadi tidak apa-apa memilih untuk condong pada umat Islam. Namun, bukan berarti harus menjelekkan atau anti terhadap usaha/lembaga/organisasi non Islam. Mengutamakan saudara seiman tidak ada salahnya.
Alhamdulillah, dokter tidak mendiagnosa saya terkena sakit apa. Entah itu memang prosedur dalam dunia kesehatan atau dikarenakan penyakit saya tidak parah. Dia juga bertanya "Rencana mau rawat inap ya?".
Saya menjawab "Iya". Itu memang keputusan dan inisatif saya sendiri saat registrasi pertama masuk klinik. Salah satunya ingin istirahat total. Serta, seumur-umur dari zaman TK hingga sekarang belum pernah rawat inap dan diinfus.
Saat itu, saya perkirakan biaya total semuanya untuk rawat inap satu malam paling mentok 500 ribu. Namun, untuk jaga-jaga saya bawa uang Rp. 1050.000,-. Sebelum itu, saya beli 2 botol air mineral ukuran besar (1,5 Liter).
Saya sengaja tidak membawa ponsel saat rawat inap. Memang benar-benar ingin "fokus" istirahat dan syukur-syukur bisa digunakan untuk merenung. Ternyata jam dinding di kamar rawat saya juga mati.
Jadi, selama di rawat di sana saya buta waktu. Untuk tahu sekarang pukul berapa, saya bertanya pada perawat atau petugas klinik yang membawa makanan ke kamar. Toilet pun ternyata berada di luar kamar.
Kondisi kamar bisa dibilang sederhana. Hanya ada bad/kasur tipis dengan dipan besi, lemari medis kecil, sejumlah tempat duduk bundar dari besi (seperti di warung), dan kondisi AC tidak mendukung bagi saya.
Ketika AC dinyalakan malah menyebabkan saya batuk. Tentu sangat beda dengan AC di beberapa bank dan AC di ATM. Untung masih ada kemoceng (sulak) dan sapu lidi. Untuk hiasannya berupa pigora tulisan arab. Selain itu hanya tempat kosong.
Adapun untuk sholat saya lakukan sambil duduk dengan waktu saya perkirakan. Sebab suara azan tak terdengar kecuali saat Shubuh. Itu pun hanya sayup-sayup. Bukan karena kamarnya kedap suara. Tapi karena jauh dari Masjid.
Oh iya, perlu kalian ketahui saat rawat inap, saya tidak ada yang menunggu. Jadi ketika mau izin pulang (atas keputusan saya sendiri) esok paginya saya sebenarnya ditanyai oleh petugas klinik "Ini pak biayanya, bapak mau ambil uang dulu?"
Bila saat itu saya berkilah "Iya saya mau ambil di ATM," sambil memberi uang seadanya saya bisa. Lalu tak kembali. Sebab tak ada orang, barang, KTP, atau yang terkait diri saya lainnya yang "ditawan" sebagai jaminan.
Saya heran di dalam hati, biaya yang harus saya bayar total semuanya Rp. 945.000,-. Biaya sebesar itu sebenarnya juga ada di benak saya. Tapi perkiraan sebesar itu tidak terlalu dominan. Hanya terlintas sejenak.
Berhubung niat awal saya memang untuk shodaqoh, Demi Allah saya langsung keluarkan uang. Memang dalam hati kaget. Namun, berangsur-angsur saya mulai mencoba untuk bersabar, ikhlas, dan ridho menjalani kehendak Allah. Tak ada satu patah kata keluhan saya keluarkan.
Setiba di domisili, tempat bernaung, sempat terngiang sudah mengeluarkan uang sebegitu besar. Namun, hati ini mulai mengadu pada Allah. Hati ini mencoba untuk menetralkan hasutan setan yang berhembus agar muncul ketidakikhlasan.
"Ya Allah, nilailah biaya yang saya keluarkan untuk berobat tadi sebagai amal baik, dan jadikan itu sebagai sebab saya nanti di akhirat diampuni dosa-dosa. Lipatkan itu dengan rizqi yang melimpah ruah. Aamiin."
Mulai sejak saat itu hati saya sudah lega. Tidak ada lagi bisikan-bisikan yang menggoda agar timbul penyesalan. Apalagi untuk menuntut klinik Daqu Sehat agar mengembalikan sebagian uang yang telah saya bayar. Nauzubillah.
Itulah sedikit cerita saya selama berobat ke klinik Daqu Sehat. Sebagian memang sengaja saya potong karena saya tidak paham masalah medis. Semoga bisa bermanfaat.
Disclaimer: Bagi pihak manapun atau siapapun yang merasa dirugikan atas tulisan ini mohon segera hubungi pihak kami. Segera layangkan sanggahan, pendapat, atau masukan kalian ke email kami di hak_cipta@banjirembun.com. Kami akan merespon dengan baik dan cepat tanggapan tersebut.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pengalaman Berobat Sakit Diare, Rawat Inap Satu Malam di Klinik Kena Biaya 945 Ribu"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*