Pohon kapur barus atau kamper (Dryobalanop aromatica) merupakan tumbuhan kuno asli tanah melayu. Selain di Indonesia, ia juga tumbuh pada semenanjung Malaysia dan wilayah Malaysia di pulau Kalimantan.
Adapun jenis tanaman penghasil kamper selain di atas adalah Cinnamomum camphora. Ia merupakan tetumbuhan yang hanya hidup di daerah sub tropis. Di antaranya seperti Tiongkok, Jepang, Korea, dan Vietnam.
Jauh sebelum bangsa nusantara ini mengenal aksara (zaman prasejarah), getah pohon kapur dari daerah Barus menjadi komoditas penting. Ia menjadi salah satu rempah yang dibutuhkan dalam banyak bidang.
[Kecamatan Barus, Kab. Tapanuli Tengah]
Tumbuhan yang hidup di daerah Barus yang sekarang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara itu konon jadi salah satu unsur penting bahan pengawet mayat Fir'aun di Mesir. Termasuk Ramses II musuh Nabi Musuh.
Ada yang mengatakan nama Barus sudah ada sejak lebih dari 5.000 tahun lalu. Wilayah asal pohon primitif itu juga dikenal sebagai Barousai oleh Klaudius Ptolemaeus (90-168 M), seorang pakar geografi pada zaman kekaisaran Romawi.
Akan tetapi, menurut catatan dari penulis Claude Guillot menerangkan bahwa Barus sebagai kota kuno, baru terkenal ke penjuru dunia pada sekitar tahun 500 Masehi. Di mana kota itu juga memiliki pelabuhan yang ramai.
Fakta lain yaitu di Kecamatan Barus ada Tugu Titik Kilometer Nol Peradaban Islam di Nusantara. Itu sebagai tanda bahwa dari tempat itulah agama Islam di tanah Nuswantara mulai masuk. Lewat jalur perdagangan getah pohon kapur.
[Tugu Kilometer Nol Peradaban Islam di Nusantara]
Rempah-rempah dari daerah Barus, termasuk kapurnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi saudagar penjuru dunia. Termasuk kalangan umat Islam dari bangsa Arab yang menyukainya. Dari sini Islam masuk lewat jalur perniagaan.
Sebagai bukti agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali melalui Barus ialah terdapat makam Tuan Syek Rukunuddin. Beliau wafat tahun 672 M. Dimakamkan di pemakaman Mahligai Barus. Terletak di area perbukitan Desa Dakka.
Tak hanya tokoh agama di atas, ada beberapa tokoh agama lain yang tercatat sudah menyebarkan Islam jauh sebelum Wali Songo ada. Mereka semua dimakamkan pada beberapa pemakaman di daerah kecamatan Barus.
Nama-nama pemakaman itu seperti Makam Mahligai, Makam Papang Tinggi, Makam Tuan Ambar, Makam Syekh Mahdun, Makam Syekh Tuan Badan Batu, Makam Syekh Ibrahim Syah, dan makam-makam kuno lainnya.
Tak hanya untuk "formalin" alami, ternyata hasil sadap pohon kapur barus juga digunakan dalam bidang lain. Meliputi dunia kuliner (bumbu masakan), pengobatan, insektisida alami (anti nyamuk), obat kutu, wewangian, hingga bahan dupa.
Hal yang bikin takjub lainnya yaitu ada juga minuman yang dicampur dengan kapur. Dalam al Quran surat al Insan ayat 5 menerangkan tentang kapur barus jadi minuman ahli surga. Istilah "kapur" ternukil dengan jelas di ayat tersebut.
Terjemahannya:
"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur."
Sayangnya, pohon penghasil pengharum alami itu kini sudah mulai mendekati kepunahan. Tanaman yang mampu berusia lama itu dieksploetasi secara berlebihan. Akibatnya proses regenerasi melambat.
Tatkala dibiarkan hidup secara alami, diameter batang pohon kamper bisa tumbuh antara 70 cm hingga 150 cm. Dengan tinggi di kisaran 75 meter menjulang ke langit. Ia bisa tumbuh subur di habitat Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia.
Saat ini tanaman kamper siap produksi sulit ditemui. Masuk kategori terancam punah. Di mana, yang tersisa hanya pepohon muda yang masih proses tumbuh. Hal tersebut wajar, sebab harga getah pohon kamper teramat mahal.
Kendati harga selangit, para petaninya tak kesulitan mendapat pembeli. Di mana hanya sekali panen seorang petani bisa dapat 50 juta. Sedangkan di pasar internasional dengan bentuk kristal murni mencapai 100 juta.
Dari sini kalian akan tahu bahwa kamper yang beredar murah di pasaran merupakan buatan. Ia terbuat dari bahan kimia yang diproduksi oleh pabrik. Jadi, itu merupakan bahan kimia yang diproses agar mirip kamper di alam.
Kini sebagian masyarakat Barus memulai kembali menanam pohon kapur. Selain karena motif kesejahteraan ekonomi, juga demi menjaga identitas daerah Barus sebagai ikon penghasil kamper alami.
Ada yang mengatakan nama Barus sudah ada sejak lebih dari 5.000 tahun lalu. Wilayah asal pohon primitif itu juga dikenal sebagai Barousai oleh Klaudius Ptolemaeus (90-168 M), seorang pakar geografi pada zaman kekaisaran Romawi.
Akan tetapi, menurut catatan dari penulis Claude Guillot menerangkan bahwa Barus sebagai kota kuno, baru terkenal ke penjuru dunia pada sekitar tahun 500 Masehi. Di mana kota itu juga memiliki pelabuhan yang ramai.
Fakta lain yaitu di Kecamatan Barus ada Tugu Titik Kilometer Nol Peradaban Islam di Nusantara. Itu sebagai tanda bahwa dari tempat itulah agama Islam di tanah Nuswantara mulai masuk. Lewat jalur perdagangan getah pohon kapur.
[Tugu Kilometer Nol Peradaban Islam di Nusantara]
Rempah-rempah dari daerah Barus, termasuk kapurnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi saudagar penjuru dunia. Termasuk kalangan umat Islam dari bangsa Arab yang menyukainya. Dari sini Islam masuk lewat jalur perniagaan.
Sebagai bukti agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali melalui Barus ialah terdapat makam Tuan Syek Rukunuddin. Beliau wafat tahun 672 M. Dimakamkan di pemakaman Mahligai Barus. Terletak di area perbukitan Desa Dakka.
Tak hanya tokoh agama di atas, ada beberapa tokoh agama lain yang tercatat sudah menyebarkan Islam jauh sebelum Wali Songo ada. Mereka semua dimakamkan pada beberapa pemakaman di daerah kecamatan Barus.
Nama-nama pemakaman itu seperti Makam Mahligai, Makam Papang Tinggi, Makam Tuan Ambar, Makam Syekh Mahdun, Makam Syekh Tuan Badan Batu, Makam Syekh Ibrahim Syah, dan makam-makam kuno lainnya.
Tak hanya untuk "formalin" alami, ternyata hasil sadap pohon kapur barus juga digunakan dalam bidang lain. Meliputi dunia kuliner (bumbu masakan), pengobatan, insektisida alami (anti nyamuk), obat kutu, wewangian, hingga bahan dupa.
Hal yang bikin takjub lainnya yaitu ada juga minuman yang dicampur dengan kapur. Dalam al Quran surat al Insan ayat 5 menerangkan tentang kapur barus jadi minuman ahli surga. Istilah "kapur" ternukil dengan jelas di ayat tersebut.
إِنَّ ٱلْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِن كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا
Terjemahannya:
"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur."
Pohon Kapur atau Kamper (Dryobalanops aromatica) [Sumber gambar] |
Sayangnya, pohon penghasil pengharum alami itu kini sudah mulai mendekati kepunahan. Tanaman yang mampu berusia lama itu dieksploetasi secara berlebihan. Akibatnya proses regenerasi melambat.
Tatkala dibiarkan hidup secara alami, diameter batang pohon kamper bisa tumbuh antara 70 cm hingga 150 cm. Dengan tinggi di kisaran 75 meter menjulang ke langit. Ia bisa tumbuh subur di habitat Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia.
Saat ini tanaman kamper siap produksi sulit ditemui. Masuk kategori terancam punah. Di mana, yang tersisa hanya pepohon muda yang masih proses tumbuh. Hal tersebut wajar, sebab harga getah pohon kamper teramat mahal.
Kendati harga selangit, para petaninya tak kesulitan mendapat pembeli. Di mana hanya sekali panen seorang petani bisa dapat 50 juta. Sedangkan di pasar internasional dengan bentuk kristal murni mencapai 100 juta.
Dari sini kalian akan tahu bahwa kamper yang beredar murah di pasaran merupakan buatan. Ia terbuat dari bahan kimia yang diproduksi oleh pabrik. Jadi, itu merupakan bahan kimia yang diproses agar mirip kamper di alam.
Kini sebagian masyarakat Barus memulai kembali menanam pohon kapur. Selain karena motif kesejahteraan ekonomi, juga demi menjaga identitas daerah Barus sebagai ikon penghasil kamper alami.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Fakta Menakjubkan Daerah Barus Kuno, Jadi Pusat Komoditas Kapur Barus Kuno"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*