Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabari. Saat itu beliau masih muda. Belum punya penghasilan. Beliau menyaksikan atau hadir dalam jalannya cerita tersebut sedari awal. Bahkan dalam satu kasus ikut terlibat langsung berdialog dengan sejumlah tokoh di cerita ini.
Tulisan ini dinukil dari salah satu ceramah tokoh agama. Sebagai motivasi kepada ibu-ibu jamaah pengajian di tengah himpitan ekonomi akibat wabah COVID-19. Sebab ada ibu pengajian yang meminta motivasi agar keimanan tetap teguh dan pantang menyerah di tengah cobaan.
Pada zaman dulu di Makkah ada sebuah rumah sangat sederhana. Dihuni 1 lelaki tua dan 8 perempuan yang berada di bawah naungannya. Terdiri 4 orang anaknya, 1 istri, 1 mertua, dan 2 saudarinya. Semuanya miskin. Kebutuhan hidup mereka hanya bersumber dari bapak sepuh itu.
Bapak tua yang usianya hampir 70 tahun itu berlalu-lalang di sekitar Masjidil Haram, saat awal Ramadan. Dia mencoba mencari sesuap nasi. Dia tidak temukan. Lalu ia pulang. Kejadian tersebut membuat Ath-Thabari tertarik. Lalu mengikuti langkah lelaki sepuh sampai ke rumahnya.
Setiba pulang pria lewat paruh baya itu ditanya istrinya "Apakah ada makanan buat kita hari ini?"
Mereka tadi ketika sahur tidak ada makanan. Mau berbuka puasa juga tak ada makanan.
Suaminya menjawab "Saya sudah coba tadi keliling mencari makanan buat kita buka puasa, tapi enggak ada."
Lalu ia melanjutkan "Coba saya keluar lagi."
Bapak tua itu keluar, berjalan jauh dari rumahnya. Sambil memikirkan apa yang harus dilakukan dan harus bekerja di mana. Sambil bermunajat pada Allah "Ya Allah, berikanlah rizqi". Hingga pada akhirnya ada sebuah pohon di pinggiran kota. Lantas ia berteduh di bawahnya sambil duduk.
Tak lama kemudian tangan dia menyentuh tanah yang berada di bawahnya. Ia merasa sedang menyentuh barang yang keras. Waktu dilihat ternyata ada kotak, yang tak dia perhatikan saat hendak duduk. Peti tersebut biasa dipakai untuk menyimpan emas.
Lalu dibukalah kotak tersebut. Ternyata ada banyak sekali emas. Ada 1000 keping emas. Pria sepuh itu bergumam "Ini harta yang luar biasa, di siang hari tidak ada orang, di bawah pohon." Lokasinya juga jauh dari pemukiman penduduk. Lalu ia mengambilnya dan dibungkus rapi dengan kain.
Sambil berjalan pulang ia sempat terpikir di benaknya akibat godaan dari syetan "Orang miskin, kalaupun engkau tidak mengambil semua, ambillah minimal satu batang emas, atau satu koin dinar emas, yang kau bisa infaqkan untuk buka puasa keluargamu."
Mendengar bisikan itu hati kecilnya melawan "Tidak bisa, ini bukan hak saya, kalaupun ini luqathah (barang temuan) maka harus diumumkan (diiklankan) selama satu tahun, kalau satu tahun tidak ada bukti siapa pemilik sahnya baru bisa dimiliki." Tekatnya sudah mantap.
Sebenarnya lelaki sepuh itu berencana tidak ingin memberitahukan pada istrinya. Setiba di rumah istrinya menyambut sambil melihat ada bawaan di tangan suami. Lalu berkata "Apakah kau sudah bawa bekal buat kami?" Lelaki itu menjawab "Tidak ada."
Istrinya menyanggah sambil bertanya "Tapi apa itu di bawah bungkusan kainmu?"
Suami menjawab "Ini bukan urusan kamu."
Sang istri mengeluarkan jurus pamungkas merengek "Saya minta atas nama Allah, jelaskan apa itu?" Disebabkan si istri membawa nama Allah akhirnya suami tidak berkutik.
Ia menceritakan kejadian sebenarnya yang telah dialami saat di luar rumah. Istrinya yang perempuan miskin mendengar ada emas langsung bersemangat. Perempuan kaya saja mendengar emas matanya langsung berbinar apalagi yang susah. Sungguh perhiasan dunia kadang menutup hati.
Tanpa basa-basi sang istri mengatakan "Kalau begitu kita bisa gunakan, karena kita orang miskin. Dan itu adalah harta yang kau temukan."
Suami langsung tegas menjawab "Tidak demi Allah, kalaupun ini bisa kita gunakan, baru setelah satu tahun kita iklankan. Tidak boleh sembarangan."
Seakan tak terima, istrinya menyanggah lagi "Kalau begitu minimal ambil satu keping dinar, kita pakai buka puasa. Halal buat kita, karena kita miskin sekali tidak bisa apa-apa. Delapan orang harus kau naungi sekarang."
Lelaki sepuh itu mantap hatinya "Tidak demi Allah, kalau seandainya kau sentuh kotak ini, lalu ada yang kau ambil, demi Allah kau saya ceraikan."
Mengetahui ketegasan suaminya, perempuan itu kaget dengan kata-kata belahan hatinya. Dia melihat keseriusan suaminya sehingga tak berani. Akhirnya disimpanlah rapat-rapat peti emas itu. Akibatnya saat berbuka puasa mereka makan seadanya berupa air putih dan roti kering yang keras.
Esok harinya, selepas sholat Subuh di Masjidil Haram kota Makkah orang tua tersebut keluar kemudian berada di sekitarnya. Ternyata ada orang Khurasan yang datang lalu naik di atas batu.
[Jarak Khurasan ke Makkah]
Pria Khurasan itu berteriak "Wahai Muslimin, wahai orang-orang yang sedang umrah, wahai hamba-hamba Allah, saya kehilangan sebuah kotak isinya 1000 dinar emas. Siapa yang menemukan tolong kembalikan pada saya. Dan semoga Allah balas kebaikannya dengan pahala dan pengampunan dosa, peninggian derajat,.... (dan seterusnya)."
Pria tua itu mendengar, kemudian menghampiri lelaki Khurasan sambil berkata "Wahai orang Khurasan, kalau ada orang yang temukan berapa kau kasih dia?"
Mengetahui pertanyaan itu ia menjawab "Berapa kira-kira dia minta?"
Bapak tua miskin itu menjawab "Minimal kau kasih dia setengahnya." Lelaki Khurasan menolak "Tidak bisa".
Pria tua itu pantang menyerah sambil menawar "Kalau begitu kasihlah berapa yang kau mau, mungkin sepersepuluhnya (10%)."
Orang Khurasan menjawab di luar dugaan "Tidak bisa, dia kembalikan karena Allah dan saya doakan supaya dapat pahala di sisi Allah."
Tak begitu lama bapak tua pulang ke rumah. Lantas memberitahukan pada istri "Wahai istriku, aku sudah temukan pemilik emas ini".
Dengan semangat istrinya berucap "Alhamdulillah kalau begitu, bagaimana perkembangannya?"
Suami menjawab "Tapi, saya minta pada dia supaya dia bayar sesuatu, terus negoisasi dia tanya mau berapa, saya katakan mau setengahnya, dia menolak, sepertiganya dia menolak, seperempatnya dia menolak, sampai terakhir saya tekankan sepersepuluhnya saja dia juga tidak mau. Dia hanya mau mendoakan saja."
Seakan tak terima istrinya berujar "Coba kau kembali ke dia, siapa tahu dia masih mau negoisasi."
Sependapat dengan istrinya lelaki tua berkata "Baiklah". Dia kembali ke tempat pria Khurasan dan bertemu lagi. Orang Khurasan itu masih sama dengan hari sebelumnya. Yakni, menaiki batu di sekitar Masjidil Haram sambil berteriak mengumumkan kehilangan harta.
Orang tua itu berkata padanya "Wahai orang Khurasan, saya sudah bilang pada kau kemarin, berilah upah, mungkin kalau kau tawarkan upah orangnya mau mengembalikan."
Pria Khurasan bertanya "Berapa paman saya kasih."
Pria tua itu berkata "Saya bilang seperti kemarin, sepersepuluh".
Orang Khurasan mengatakan "Tidak, saya tidak mau."
Pria tua itu akhirnya berkata "Kalau begitu berikan dia satu saja keping dinar itu, yang dia bisa pakai setengahnya untuk disedekahkan untuk memberi makan orang-orang susah di sekitar Masjidil Haram, setengahnya lagi buat kebutuhan keluarganya.".
Orang Khurasan itu terdiam lalu memutuskan "Tidak demi Allah, pokoknya dia kembalikan utuh dengan balasan pahala di sisi Allah atau tidak usah. Kalau dia meminta bayaran saya tidak mau."
Pria tua itu kembali lagi ke rumah memberitahu istrinya "Orang ini betul-betul tak mau, satu keping dinar pun dia tak mau kasih."
Tak terduga istrinya berkata "Saya sudah berazam (bertekad) untuk mengembalikan, semoga Allah menyelesaikan permasalahan kita."
Lalu di hari berikutnya orang tua itu kembali lagi ke Masjidil Haram bertemu lagi dengan pemilik emas. Ia berkata "Wahai orang Khurasan, kau mau petimu? Saya tahu di mana petimu itu. Ikutlah denganku.".
Pria Khurasan berkata "Baiklah, saya akan ikut".
Imam Ath-Thabari yang menceritakan kisah ini mengikuti mereka ke rumah bapak tua. Setiba di rumah itu beliau melihat ada pemandangan mengenaskan. Beliau melihat rumah yang sebenarnya tidak layak untuk ditinggali. Atapnya hanya terbuat dari kain-kain sobek.
Lalu Ath-Thabari minta izin untuk ikut serta masuk ke dalam rumah. Beliau berkata "Maaf paman, bisa tidak saya ikut masuk karena sedari awal saya mengikuti kisah ini".
Pria tua itu mengizinkan "Masuklah."
Waktu masuk Ath-Thabari menceritakan bahwa rumah itu tidak ada sama sekali karpet. Tidak ada apa-apa, kosong mlompong. Hanya ada semacam sekat dan seakan-akan di belakang sekat itu ada perempuan-perempuan tua yang kelihatan dari penampilan itu susah. Bajunya pas-pasan.
Tak lama setelah itu bapak tua menuju satu arah di rumahnya. Digalilah tanah lantas dikeluarkan kotak emas yang disimpannya.
Pria tua itu berkata "Sayalah penemu hartamu itu, ini. Dan saya sempat minta kepadamu untuk memberikan kepadaku sebagian. Sebagaimana kau lihat keadaan keluarga saya susah seperti ini. Saya di sini 9 orang di rumah sempit ini. Saya laki-laki sendiri di sini. Mereka semua miskin."
Lelaki Khurasan itu membuka petinya dan menghitung isinya ternyata masih utuh. Dia mengatakan hal yang mengagetkan "Tidak, saya tidak akan memberikan apa-apa. Saya cuma doakan kamu kebaikan." Lalu ia mengangkat peti sembari ke luar rumah tanpa merasa ada beban salah.
Waktu pria Khurasan itu keluar, semua perempuan-perempuan di dalam rumah seperti orang yang sedang menggingit jari. Terkaget ada orang yang menerima kembali harta yang hilang tidak memberi imbalan sedikitpun pada penemunya.
Bapak tua yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini pasrah sambil berucap "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, ini musibah."
Imam Thabari hanya bisa menundukkan kepala. Tidak tahu harus bilang apa. Serba salah. Sebab saat itu beliau masih muda belum punya apa-apa. Kalau pun mau membantu akan membantu apa.
Tiba-tiba ada yang ketuk-ketuk pintu. Lalu pemilik rumah membuka. Ternyata orang Khurasan itu kembali. Kata bapak tua itu "Ada apa wahai orang Khurasan?" Lantas dijawab "Bisa saya masuk?" Orang tua itu mempersilakan "Baik, silakan masuk".
Orang Khurasan itu langsung menjelaskan "Begini ceritanya, saya punya seorang ayah yang meninggalkan 3 peti emas seperti ini, masing-masing 1000 dinar. Saat ayah mau meninggal berwasiat 1 peti dinar emas kamu bagikan sebagai warisan, 1 kotak dinar emas kamu gunakan pergi haji, dan 1 kotak dinar emas lagi kau berikan pada orang yang sangat miskin dan susah. Saya ingin supaya hidupnya jadi lebih baik."
Orang Khurasan itu melanjutkan penjelasannya "Itulah sebabnya wahai Paman, saya tidak memberikan satu keping dinar pun, karena ini amanah orang tua saya. Saya sebenarnya mau menguji dan melihat anda betul-betul susah atau tidak. Tapi demi Allah, setelah saya keluar dari sini, saya sudah melihat tempat Anda dan saya keluar Anda pun tidak marah dan tidak apa-apa. Maka Andapun saya nilai orang yang paling layak untuk menerima. Maka ambilah ini semua, sedekah atas nama ayahku."
Kemudian orang Khurasan itu menaruh kotak emasnya langsung begitu saja dia lari pergi. Orang tua dan Imam Thabari ingin mengejarnya untuk mengucapkan terima kasih tapi ternyata sudah hilang dari jangakuan mata. Dia sudah menghilang. Lalu orang tua itu memanggil Thabari untuk masuk ke dalam rumah.
Mereka berdua duduk di dalam rumah. Lantas pria tua itu memanggil 8 perempuan penghuni rumah lainnya. Pria itu membagikan uang itu secara rata pada mereka semua termasuk Imam Thabari. Berhubung jumlah mereka semua ada 10 orang maka masing-masing dapat 100 dinar emas.
Setelah selesai membagi-bagikan kepingan emas pria tua itu berujar "Wahai istriku, bukankah ini lebih baik, setelah kita bersabar sedikit, Allah menjadikan semuanya milik kita, dari pada kemarin kamu ambil satu dinar tapi haram."
Bapak tua itu menghampiri Imam Thabari sambil bertutur "Demi Allah, baju ini yang saya pakai, hanya baju ini yang utuh di rumah kami, sebagaimana yang kau lihat baju-baju yang semuanya dipakai keluargaku, tidak ada yang layak dipakai sholat, jadi waktu sholat tiba, saya sholat dulu, kemudian saya sembunyi di satu tempat, baju ini saya buka dipakai istri saya, dipakai sholat, setelah itu dibuka dipakai sholat oleh mertua saya, dibuka dipakai sholat oleh saudari saya, oleh anak saya, hanya satu baju."
Setelah mengucapkan terima kasih lalu Imam Ath-Thabari pergi. Harta 100 dinar yang beliau terima itu, menurut beliau itu adalah harta yang paling berkah dalam hidupnya.
Beliau menceritakan lagi, setelah beberapa tahun berlalu maka kembalilah ke Makkah. Mendatangi rumah bapak tua itu sesuai dengan alamat yang dulu saat beliau datangi. Ternyata rumah itu tidak ada. Beliau mencari tahu ternyata orang sepuh tersebut sudah meninggal.
Beliau mendapati 4 anak dari bapak tua itu menikah dengan tokoh-tokoh Makkah yang kaya dan berpengaruh. Dan keluarga mereka menjadi orang yang mampu semuanya.
TAMAT
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kisah Nyata Bapak Tua Miskin Menemukan Satu Peti Keping Emas"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*