Ada yang mengatakan kepanikan merupakan separuh kegagalan. Gagal mengatasi masalah dan tentunya gagal mengatasi situasi. Sebab panik membuat seseorang jadi grasah-grusuh dan kehilangan akal sehat. Akibatnya keputusan dan tindakan yang dilakukan jauh dari kata "matang".
Kepanikan juga bisa membuat daya tahan tubuh seseorang menurun. Badan dan pikirannya terlalu diforsir untuk bekerja secara berlebihan. Akan tetapi hasil yang didapat seringkali tak sesuai harapan. Tidak efektif dan tak efisien. Ibarat kata sudah mengeluarkan modal banyak tapi hasil yang didapat terlalu sedikit. Maunya untung justru buntung.
Sebaliknya, orang yang terlalu santai dan lambat dalam menghadapi situasi darurat akan menimbulkan kesan menyepelekan. Seperti kasus menyebarnya penyakit COVID-19 yang begitu liar. Makin hari makin banyak korban berjatuhan sakit dalam perawatan. Namun, masih ada saja orang yang sombong tak mau merubah pola hidupnya.
Merubah pola hidup bukan berarti tak boleh bekerja. Tetap boleh kerja khususnya bagi kalangan yang memang butuh uang mendesak. Bila tak bekerja tak ada uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Namun, pola hidup harus disesuaikan dengan keadaan darurat sekarang. Janganlah pongah. Ini tak hanya menyangkut nyawamu saja.
Lebih-lebih ternyata ada orang yang sok sibuk. Tetap beraktivitas "bebas" berkeliaran di luar. Menganggap sekarang tidak dalam keadaan darurat. Keadaan darurat hanya di atas kertas saja. Padahal aktivitas itu sebenarnya bisa dilakukan di rumah. Menggunakan jaringan internet. Bahkan misalpun cuti atau meliburkan diri tak akan dipecat.
Ditambah lagi keangkuhan bodoh yang tetap berkumpul-kumpul untuk hal yang tak manfaat. Ingat ya, misalkan kalian tertular Covid-19 yang rugi tidaklah kalian saja. Keluarga dan tetangga kalian jadi ikut khawatir. Bukan hanya takut tertular tapi juga jadi risih sekaligus sedih. Enggak kebayang bakal hidup berdampingan dengan ancaman wabah penyakit.
Orang yang Menghindar Wabah Bukanlah Pengecut
Orang yang waspada dan cenderung menghindari bukanlah pengecut. Menghindari bersalaman, keramaian, ketemuan, dan semacamnya merupakan bentuk kehati-hatian. Itu juga bukan berarti ia telah menghindari takdir. Namanya takdir itu di tangan Allah SWT. Namun bukan berarti manusia tidak boleh untuk berusaha memilih dan memperjuangkan takdir yang diinginkannya.
Sebagaimana kisah Umar bin Khattab. Suatu masa beliau sedang dalam perjalanan menuju Syam (sekarang disebut Suriah, Lebanon, dan Palestina) suatu daerah yang menyerahkan diri pada negara Islam. Namun, sebelum rombongan Khalifah Umar tiba di tujuan terdapat informasi yang masuk bahwa di Syam sedang dilanda wabah.
|
Kaligrafi Arab berlafal Umar al Faruq Rodhi Allahuta'ala 'anhu (sumber gambar) |
Menghadapi ancaman wabah di depan mata, Umar bin Khattab tidak serta merta mengambil keputusan. Beliau bermusyawarah dulu kepada sejumlah sahabat senior mendiang Nabi Muammad. Baik dari kalangan Anshor (penduduk Madinah) dan Muhajirin (penduduk asli Makkah). Hasilnya beliau memutuskan untuk kembali pulang.
Keputusan di atas tentu ada pertentangan. Entah apa yang ada di benak Abu Ubaidan bin Jarrah salah satu sahabat yang menolak. Beliau berujar tegas pada Khalifah Umar "Apakah engkau menghindar dari takdir Allah?". Baginda Umar menjawab memang benar dirinya dan rombongan menghindar dari takdir Allah menghadapi wabah. Namun, kita juga berusaha untuk menuju takdir lain yang lebih baik.
Khalifah Umar bin Khattab menjelaskan sambil memberikan ibarat pada Abu Ubaidah. Bila ada dua bukit yang satu adalah tempat yang subur sedang yang satunya gersang maka lembah bagian mana yang akan kau jadikan tempat menggembala. Tentu engkau akan memilih lembah hijau. Itulah takdir yang engkau pilih dan usahakan. Begitu pula ketika engkau memilih tempat gersang.
Keputusan "putar badan" yang diambil Umar di atas semakin mantap tatkala Abdurrahman bin A'uf meriwayatkan hadits dari Rasulullah yang telah wafat. Terjemahan hadits itu adalah "Jika kamu mendengar ada wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu" (Hadits riwayat Bukhari).
Hadits di atas merupakan perintah untuk melakukan lockdown saat penyakit menular sudah tak terkendali. Saking tak terkendalinya timbulah wabah mematikan yang menular dengan cepat dan menimbulkan banyak korban nyawa. Lockdown merupakan salah satu dari 20 istilah penting terkait corona yang harus dipahami.
Ya Allah, hamba berlepas dari orang pintar di sekitar tapi sombong dalam menghadapi virus Corona. Bila kesombongan itu menyebabkan musibah bagi hamba. Mohon beri hamba ini kesabaran dan keikhlasan. Mati dalam keadaan nyaman, tidak menyakitkan, dan khusnul khatimah... Aamiin
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Jangan Sombong, Umar bin Khattab Pernah Menghindari Daerah Wabah Mematikan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*