Aku hanyalah manusia sampah. Manusia yang mementingkan diri sendiri. Bilapun aku membantu orang lain itu hanya bantuan palsu. Ujung-ujungnya aku berharap itu akan mendapat lebih banyak dari yang kuberi.
Biarlah aku mati terserang Covid-19. Sebab aku bukan manusia berguna. Aku bukan manusia bermanfaat bagi yang lain. Aku hina tanpa teman dan keluarga. Matiku akan lebih baik bagi semua.
Bila mereka yang mati lalu akun masih hidup maka aku tak tahu harus bagaimana. Hidup mereka jauh lebih membawa keberkahan bagi tatanan masyarakat. Sedangkan aku ini apa? Hanya penumpang gelap membebani kehidupan.
Aku tak mau mati dengan konyol. Pasrah tanpa melakukan pencegahan. Aku tetap berusaha mati-matian agar tak tertular. Juga sangat tak ingin menularkan penyakit Covid-19 pada siapapun.
Aku ingin menjalani mati sahid. Mati yang mulia. Tercatat sebagai syuhada yang ikhlas dan sabar ditengah musibah wabah penyakit. Bersabar untuk berusaha meminimalisir penyebaran dan berusaha untuk sabar ketika terkena.
Dadaku terasa sesak. Tenggorokan terasa tersengal. Terbatuk-batuk tak berdaya. Tahu akan hal itu aku memutuskan untuk mengisolasi diri di rumah. Agar sakit itu tak makin parah juga tidak akan menularkan pada yang lain.
Memang bosen setiap hari berdiam di rumah. Setiap hari cuma pegang smartphone, laptop, dan kadang remote control televisi. Badan kurang terasa gerak. Jauh dari pemandangan luas dan glamor di luar sana.
Aku harus kuat. Tak boleh menyerah. Kuputuskan hingga wabah ini dikalahkan aku tak akan pergi dari rumah. Bila pun pergi itu sangat terpaksa. Hanya untuk beli bahan makanan misalnya. Itupun langsung pulang tanpa klayapan.
Mungkin ada orang yang tak peduli nyawa orang lain saat wabah Covid-19. Tidak mau ambil pusing perbuatannya bakal membahayakan orang lain atau tidak. Sanggahannya kalau tertular itu takdir namanya. Sungguh durjana.
Aku sebaliknya. Aku tak ingin orang-orang bermanfaat seperti ulama, kiyai, ustadz, orang-orang jujur di sekitar yang mempertahankan prinsip keimanan tertular Covid-19. Mereka jauh lebih dibutuhkan masyarakat untuk tetap hidup.
Sedangkan orang yang tak tau malu seperti aku ini untuk apa? Yang hanya kubisa hanya berusaha seminimal mungkin tidak menularkan Covid-19 pada sesama. Itu jihadku. Perang melawan virus SARS-CoV-2 dengan caraku.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Biarlah Aku yang Mati Karena Covid-19, Bukan Mereka"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*