Baru saja kemarin postingan Banjir Embun membicarakan tentang anjing. Disusul hari ini mengulas tentang film yang tokoh utamanya seekor anjing. Padahal tulisan berjudul "Terlalu Sibuk Menggonggongi Orang Lain, Padahal..." yang ditulis kemarin itu tidak ada kesengajaan untuk menyambut film ini. Sebab, judul film The Call of the Wild saja baru kami ketahui pagi ini. Terus langsung kami tonton siang ini.
Film yang tayang perdana di hari sabtu ini sangat ramah dengan anak. Tidak ada adegan rayuan, ciuman, cumbuan, maupun seks. Murni sebuah film petualangan. Bukan petualangan manusia tapi seekor anjing besar yang kuat. Hanya ada beberapa adegan kekerasan. Itupun sangat minim dan banyak "sensor". Ada suara dan bayangan pukulan langsung tiba-tiba ada yang tergeletak.
Film The Call of the Wild merupakan film yang fokus pada penokohan anjing. Bahkan teknologi animasi canggih pada beberapa binatang nampak begitu nyata. Sangat lembut dan detail. Bagi kalian yang anti film yang menampilkan pakaian cewek terbuka atau vulgar jangan khawatir. Film ini tidak mengeksploitasi fisik perempuan. Namun, itu bukan berarti tidak ada ceweknya sama sekali.
Teknologi animasi sangat membantu sekali untuk membangun kesan karakter anjing yang mendalam. Bisa menimbulkan tawa, haru, hingga seakan-akan tokoh utama yang seekor anjing itu punya jiwa. Meski demikian, sisi "keanjingan" pada tokoh utama tetap menonjol. Yakni, ia cenderung menuruti nafsu makan dan naluri kebinatangannya.
Tak seperti di film berkarakter hewan maupun fabel (cerita bergambar berupa hewan yang berkarakter seperti manusia), dalam film The Call of the Wild perikehewanan masih ada. Pada awalnya tokoh utama tak bisa menahan diri untuk berperilaku "sopan". Ia tak tahu mana benar dan mana salah. Pun tak tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Di awal film ia digambarkan sebagai hewan peliharaan yang nakal.
Keunggulan lain penggunaan animasi canggih yang "nyata" daripada animasi kartun adalah dari sisi kelucuan. Perilaku anjing saat menginjak salju untuk pertama kali sangat terlihat menggelikan. Bila tampilan itu disajikan dalam sebuah animasi kartun maka sensasi lucunya tidak terasa. Terbukti beberapa penonton, terutama kaum hawa, banyak yang dibuat gemes olehnya.
Film ini menceritakan tentang lika-liku perjalanan tokoh utama menemukan jati dirinya. Dari seekor anjing rumahan berubah menjadi pemimpin kawanan. Untuk mencapai itu tidaklah dapat dicapai dengan mudah. Banyak halangan dan rintangan baik dari makhluk hidup maupun dari alam yang menjadikan petualangannya makin seru. Salah satunya saat ia menarik kereta salju sejauh 800 Km di Alaska.
Tokoh utama sebelum hidup bebas di alam liar nasibnya berganti-ganti majikan. Ia menjadi hewan jualan. Dibeli lalu dijual oleh orang satu ke orang yang lain. Terutama saat di Alaska sekitar kutub utara harga anjing seukurannya sangat berharga mahal. Dengan begitu bila tokoh utama tidak digunakan lagi oleh majikannya karena suatu hal maka ia harus dijual agar majikannya tak rugi.
Pada saat itu, Alaska diceritakan dalam film menjadi tempat yang menarik bagi banyak kalangan. Berbagai asal-usul datang ke sana untuk memburu komoditas tambang. Namun, tak semuanya datang ke sana demi uang atau harta. Ada juga yang datang ke sana untuk menyepi. Menjauh dari rumah agar bisa melupakan kenangan masa lalu yang pahit. Masa di mana ia ditinggal mati orang tercintanya.
Dari perjalanan yang dilakukan oleh tokoh utama yang awalnya terpaksa dan tidak sengaja itu satu persatu jati dirinya mulai terbentuk. Ia selama ini condong untuk mendengar apa yang dikatakan manusia. Kini ia mulai bisa memutuskan dirinya sendiri. Ia mendengarkan suara hatinya sendiri untuk bertindak. Dibantu oleh sosok misterius "semacam" roh serigala besar yang membimbing setiap langkahnya.
Perlu diketahui tokoh utama memang tak berbicara maupun bergumam. Narator filmlah yang menjelaskan isi hati dan sikap yang diambilnya. Ini sekaligus bisa menambah jarak sehingga kesan sebagai film "fantasi" atau "khayalan" tidak menonjol. Pun, saat aksi tokoh utama menyelamatkan nyawa manusia juga berusaha disajikan sealami mungkin. Layaknya anjing biasa di dunia nyata.
Bagi kalian penyuka pemandangan aurora, yaitu pancaran cahaya berwarna terang/jelas pada langit di daerah kutub, maka kalian akan mendapatkannya. Beberapa adegan di malam hari menjadikan aurora sebagai latar belakang pertunjukkan aksi tokoh film. Selain menimbulkan kesan indah, itu sekaligus juga bikin suasana makin dramatis. Namun, sayangnya tidak banyak musik dalam film ini sehingga kesan dramatisnya kurang mendalam.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ulasan Film The Call of the Wild: Petualangan dari Anjing Rumahan Menjadi Raja Rimba"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*