Ibarat sebuah gedung layanan bimbingan dan konseling membutuhkan sebuah pondasi. Itu dilakukan bukan hanya agar kaki-kaki gedung bisa terlihat gagah mempesona. Lebih dari itu terdapat fungsi fundamental di dalamnya. Yakni, agar gedung tersebut tetap bisa menjulang tinggi tanpa goyah. Serta supaya kelak bila ada gangguan atau masalah tak terduga seperti gempa dan angin topan bisa tetap bertahan.
Begitu pula dengan bimbingan konseling. Ia juga butuh penguat. Itu sekaligus menjadi hal pokok. Di mana keberadaannya tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dari itulah layangan bimbingan konseling dikerjakan dan dikembangkan. Kelak bila ada orang yang mempermasalahkan layanan bimbingan konseling maka konselor bisa menggunakan landasan itu untuk menjawab.
Bisa dikatakan, dengan adanya landasan fondasional semua hal terkait bimbingan konseling baik yang bersifat teoritis maupun praktis semakin tak tergoyahkan. Sebab bila ada hal-hal yang dipermasalahkan terdapat tumpuan yang bisa dijadikan pertanggungjawaban. Lebih dari itu dengan adanya landasan fondasional maka para penerima (klien) layanan bimbingan dan konseling bisa merasakan manfaat.
Pengertian Landasan Fondasional Bimbingan Konseling
Secara harfiah kata landasan memiliki arti alas, pijakan, dan tumpuan. Adapun kata fondasional berasal dari kata fondasi yang berarti fundamen. Di mana kata fundamen sendiri artinya mendasar atau pokok. Dengan begitu kata fondasional berarti bersifat mendasar atau hal pokok. Ketika kedua kata itu digabungkan menjadi landasan fondasional akan memiliki arti pijakan yang bersifat mendasar.
Dari pemaparan di atas dapat dijelaskan bahwa pengertian landasan fondasional bimbingan dan konseling adalah pijakan yang bersifat mendasar dari upaya sistematis, objektif, logis, berkelanjutan, dan terprogram yang dilakukan oleh konselor untuk memfasilitasi perkembangan konseli atau klien agar tercapai kemandirian dalam hidupnya. Dengan demikian, tidak berlebihan dikatakan posisi landasan bimbingan konseling berperan paling vital.
Fungsi Landasan Fondasional Bimbingan Kenseling
Tujuan bimbingan konseling secara umum adalah menyukseskan terwujudkan tujuan pendidikan. Baik tujuan pendidikan lembaga, pendidikan daerah, maupun pendidikan nasional. Oleh sebab itu, sebagai layanan profesional seyogyanya program, kegiatan, dan evaluasi bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan serampangan. Harus bertitik tolak dan dimulai dari pijakan yang kuat.
Lebih spesifik fungsi landasan bimbingan konseling di antaranya untuk:
1. Sebagai pijakan dalam mengembangkan semua hal terkait bimbingan konseling.
2. Sebagai penjelas dan sumber pemahaman mengapa sebuah program bimbingan konseling diadakan.
3. Mencegah program bimbingan konseling terjeremus pada penyimpangan.
4. Agar segala sesuatu terkait bimbingan konseling lebih bersifat membumi sehingga manfaatnya bisa dirasakan tiap hari.
5. Mencegah terjadinya kesalahpahaman di internal para konselor maupun dengan pihak lain yang di luarnya.
Macam-macam Landasan Fondasional Bimbingan Konseling
Setidaknya ada tujuh landasan bimbingan dan konseling. Di antaranya meliputi landasan yuridis, landasan filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan sosial, landasan teknologi informasi, dan landasan pedagogis.
Secara lengkap berikut ini uraiannya.
1. Landasan Yuridis
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Yakni, negara yang memiliki aturan tertulis, mengikat, dan berlaku untuk semua warganya. Bukan negara yang menganut monarki absolut. Yakni, hukum berada di tangan penguasa. Apapun yang dikatakan penguasa maka itulah hukum yang harus dipatuhi rakyat. Di negara hukum sangat erat terkait dengan adanya peraturan tertulis dan resmi.
Keberadaan peraturan tertulis yang jelas dan spesifik sangat berarti bagi negara hukum. Termasuk juga peraturan masalah bimbingan konseling. Ternyata landasan yuridis bimbingan konseling cukup lengkap di indonesia. Mulai dari Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hingga Permendikbud No. 111 Tahun 2014 tentang BK pada pendidikan dasar dan menengah.
Semua hal terkait dengan Bimbingan dan Konseling harus mengacu pada hukum positif yang ada dan yang terbaru. Tidak hanya aturan skala nasional, bahkan ada juga aturan terkait BK dalam lingkup daerah dan sekolah. Setiap konselor atau guru bimbingan konseling mestinya tahu dan paham kandungan dari peraturan resmi. Lalu menjadikannya sebagai landasan dalam implementasi dan pengembangan bimbingan konseling.
Dapat dikatakan bahwa keberadaan layangan Bimbingan dan Konseling secara legal-formal tidak dapat lagi dibantah. Secara rinci berikut landasan hukum bimbingan konseling:
1. Undang-undang Dasar 1945: Pasal 31 Ayat 1 dan Ayat 2
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pasal 1 Ayat 1 dan Ayat 6 serta Pasal 12 Ayat 1b
3. Permendiknas No. 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah: Setidaknya di dalamnya termuat sejumlah 3 kata "konseling".
4. Permendiknas No. 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan: Setidaknya di dalamnya termuat sejumlah 7 kata "konselor" dan 4 kata "konseling".
5. Permendiknas No. 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana Prasarana: Setidaknya di dalamnya termuat sejumlah 3 kata "konselor" dan 23 kata "konseling".
6. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008: Setidaknya di dalam termuat sejumlah 8 kata "konselor" dan 10 kata "konseling".
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009: Setidaknya ada 2 kata "konselor" dan 14 kata "konseling" di dalamnya.
9. Permendikbud No. 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
2. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan layanan bimbingan konseling yang didasarkan pada nilai luhur filsafat. Di mana filsafat merupakan induk bagi semua ilmu. Termasuk ilmu pendidikan sekalipun. Berfilsafat berarti mencintai kebijaksanaan dan kebenaran. Serta bagian terpenting yang tak bisa dilepaskan adalah cabang filsafat meliputi logika, etika, dan estetika. Ketiga hal itulah yang menjadi dasar konselor.
Tak cukup hanya pada logika, etika, dan estetika pada tataran praktik. Pada tingkat lanjut seorang konselor atau guru bimbingan konseling harus memahami ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari bimbingan konseling. Ontologi adalah terkait dengan apa itu bimbingan konseling. Epistemologi terkait dengan bagaimana cara yang dilakukan. Serta askiologi terkait dengan untuk apa bimbingan konseling diadakan.
Landasan administrasi yang cenderung formal tidak cukup untuk menjalankan fungsi dan layanan bimbingan konseling. Sebab aturan tertulis yang sejatinya masih memiliki kekurangan dan kadang perlu direvisi itu butuh pemaknaan untuk menggunakannya. Tentu tidak memaknainya dengan sembarangan apalagi bersifat oportunis dan mengambil yang diperlukan saja. Pemaknaan itu harus dilandaskan pada kegiatan berfilsafat yang benar.
Orang yang berfilsafat cenderung bertanya-tanya bahkan gelisah tentang hakitat sesuatu. Dalam konteks bimbingan konseling, konselor yang tugasnya berkaitan dengan manusia dapat bertanya apa manusia itu? Untuk apa manusia hidup? Bagaimana cara memahami manusia? Bagaimana cara memahami sisi kejiwaan manusia? Serta pertanyaan lain yang tidak hanya cukup ditanyakan tapi juga dicari kebenarannya.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut melalui pendekatan filosofis diharapkan setiap upaya bimbingan dan konseling tidak menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan. Tak hanya itu, konselor dalam berinteraksi dengan kliennya akan mempu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensi dan keunikannya. Itulah landasan filosofis yang harus dipahami oleh konselor.
3. Landasan Religius
Negara Indonesia adalah yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Serta semua penduduk tercatat memiliki agama dan kepercayaan. Yakni, agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan Aliran Kepercayaan. Mereka semua percaya pada Tuhan. Tentunya ajaran yang mereka anut itu juga memerintahkan untuk berperilaku religius. Semua apa yang dilakukan senantiasa bersifat religius.
Landasan religius pada bimbingan kongseling sejatinya ingin memosisikan konseli/klien sebagai makhluk Tuhan yang diberi hak oleh Tuhan sebagaimana manusia lain. Konselor harus menetapkan profesinya sebagai medan amal untuk beribadah. Apa yang ia lakukan semuanya semata-mata untuk mendapat ridho dari Tuhan. Begitu pula akan memandang klien sebagai "titipan" Tuhan.
Landasan religius di sini bukan berarti memerintahkan konselor atau guru bimbingan konseling layaknya tokoh agama. Pandai berkhotbah dan berceramah. Malah seorang konselor justru harus lebih menekankan untuk banyak memberikan teladan perilaku religius daripada memerintah. Semisal berkata lembut, menyejukkan, meneduhkan, dan membikin hati klien atau konseli jadi luluh.
Pendekatan spiritualisme dan cenderung mistisisme dalam bimbigan konseling ini kadang lebih manjur dari pada pendekatan rasional. Sebut saja contohnya adalah wejengan atau nasihat dari tokoh agama seperti Kiai jauh lebih menyentuh jiwa daripada omongan yang lain. Tak hanya itu, kadang rasa takut berlebih pada ujian nasional dapat diminimalisir dengan mengadakan do'a bersama atau istighosah.
Dengan landasan religius seorang konselor akan mampu melakukan terapi kejiwaan dan pembinaan mental secara efektif. Tentu itu harus dilakukan secara alami dan dari hati terdalam. Bukan dibuat-buat atau sandiwara saja. Konselor harus masuk kedalam hati klien atau konseli salah satunya dengan cara mendo'akan. Dengan begitu nilai-nilai spiritualitas tidak hanya terpajang dalam pigura atau papan "motto" dan "kata bijak".
4. Landasan Psikologis
Seorang konselor harus memahami bahwa setiap perilaku manusia di baliknya pasti memiliki "makna" yang kadang sulit ditebak. Setiap perilaku pasti memiliki motif. Setiap perilaku pasti berhubungan dengan fenomena di masa lalu. Setiap perilaku pasti menggambarkan keadaan psikologis pelakunya. Walau terkadang sangat sulit untuk menyimpulkan "gambaran" apa gerangan. Sebab kadang menangis belum tentu menggambarkan kesedihan.
Konselor juga harus tahu bahwa Setiap individu memiliki perkembangan yang tidak sama. Setiap individu memiliki bakat dan bidang kecerdasan yang berbeda. Setiap individu memiliki masalah dan kemampuan berbeda dalam menyikapi masalah. Setiap individu memiliki kebutuhan psikis yang berbeda. Serta setiap perilaku yang sama pada beberapa klien belum tentu memiliki makna yang sama di baliknya.
Konselor juga harus memahami teori psikolog. Di mana salah satunya dikatakan bahwa perkembangan individu itu dipengaruhi 3 hal. Yakni, nativisme yaitu bahwa individu itu berkembang sesuai dengan "cetakan" gen bawaan sejak lahir. Empirisme yaitu individu berkembang karena faktor lingkungan. Serta konvergensi yaitu gabungan dari nativisme dan empirisme. Dengan begitu, konselor akan memandang permasalahan secara utuh. Tidak langsung menyimpulkan.
Tak hanya berhenti pada teori umum psikologi. Seorang konselor harus paham teori psikologi spesifik. Sebut saja seperti psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi remaja, psikologi pendidikan, psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi konseling, dan sebagainya. Dengan itu diharapkan konselor akan memahami berbagai individu dari tinjauan berbagai aspek. Serta akan memahami setiap perilaku ada keterkaitan dengan faktor bawaan dan lingkungan.
5. Landasan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Individu secara langsung atau tidak merupakan produk dari kehidupan sosial. Setiap kehidupan sosial ada yang namanya kearifan lokal. Di mana biasanya suatu kearifan lokal menurut adat atau budaya tertentu sangat aneh bagi yang lain. Oleh sebab itu, seorang konselor harus peka terhadap itu. Apalagi bila adat dan kebudayaan itu terasa sensitif dan dijunjung tinggi bagi masyarakat tertentu.
Guru konselor yang sedang bertugas di lembaga pendidikan multikultural, multietnis, dan multiagama harus paham betul tentang landasan sosial. Ia juga harus paham bahwa setiap individu itu punya fanatisme. Setiap individu punya nilai yang ingin ia pertahankan bahkan barangkali berhasrat untuk disebarkan. Oleh seba itu, konselor harus mampu menjembatani perbedaan. Agar tidak timbul gesekan atau konflik sosial baik konflik batin terlebih lagi konflik fisik.
Terkait dengan landasan sosial setidaknya guru harus memahami betul latar belakang klien. Di antaranya meliputi bagaimana keadaan ekonomi keluarga, apa mazhab agama yang ia pegang, organisasi apa yang ia sukai atau ikuti, hidup di komunitas bagaimana klien tersebut, suku atau ras nya apa, dan lain sebagainya. Itu sangat penting diketahui agar masalah bisa dituntaskan secara komprehensif.
6. Landasan Pedagogis
Layanan bimbingan konseling bertujuan untuk menyukseskan tujuan pendidikan. Bisa pendidikan dalam arti luas dan tak terbatas. Yakni, pendidikan sepanjang hayat (long life education) dan pendidikan untuk semua (education for all). Di mana guru bimbingan konseling harus menekankan pada klien bahwa apa yang telah diberikan harus digunakan untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sepanjang hayat.
Layanan bimbingan konseling tidak terpisahkan dengan pendidikan. Malah layanan bimbingan konseling juga merupakan bentuk upaya mendidik. Dalam artian mendidik untuk mengembangkan klien agar bisa menjadi manusia mandiri. Bisa dikatakan "mendidik" merupakan bagian inti proses bimbingan konseling itu sendiri. Oleh sebab itu tugas konselor adalah membina dan mengarahkan. Guru BK tidak bertugas mengawasi, memvonis, apalagi memberi hukuman.
Walau tidak punya jam mengajar seperti mata pelajaran terjadwal, seorang konselor dikatakan sebagai pendidik. Itu artinya ia juga ikut bertanggung jawab dalam menyukseskan program pendidikan. Bahkan dalam kasus tertentu peran konselor sebagai ujung tombak sekaligus benteng pertahanan terakhir. Tanpa adanya layanan bimbingan konseling yang memadai (profesional) maka tujuan pendidikan tidak bisa tercapai dengan optimal. Bila pun tercapai butuh upaya besar.
7. Landasan Teknologi Informasi
Teknologi informasi sekarang ini makin canggih. Zaman sekarang siswa memiliki smartphone sudah biasa. Tujuan awalnya memang untuk hal positif. Seperti mencari informasi, berkomunikasi dengan keluarga, hingga untuk memesan transportasi online untuk keperluan pulang-pergi sekolah. Namun, sayangnya itu tidak diimbangi dengan penguasaan teknologi informasi oleh guru bimbingan konseling.
Kebanyakan guru masih melakukan pendekatan lama. Sangat minim sekali bahkan nihil menggunakan alat komunikasi modern. Kenyataan itu menyebabkan terjadinya jarak terlalu jauh antara siswa dengan konselor. Siswa merasa guru bimbingan konseling ketinggalan zaman. Bahkan hingga beranggapan mengalami ketertinggalan dalam segala bidang. Termasuk juga masalah ilmu pengetahuan tentang bimbingan dan konseling terkini.
Zaman sekarang anak SMP dan SMA bahkan SD kelas 5 atau 6 sekalipun sudah memiliki akun WhatsApp dan Instagram. Mereka bergabung pada grup atau komunitas tertentu. Tidak hanya grup orang yang dikenal tapi grup yang anggotanya tidak dikenal sebelumnya. Tidak hanya grup tentang idola atau artis tapi juga grup kegemaran tertentu. Misalnya seperti grup K-Pop, drakor, anime, hingga grup-grup lain yang nilai faidahnya sangat kecil.
Bayangkan, ketika guru bimbingan konseling gagap terhadap fenomena di atas sungguh amat mengerikan. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya bila guru bimbingan konseling memahami bahkan juga mempraktikan pendekatan penguasaan teknologi informasi. Jangan sampai siswa merasa lebih unggul dalam hal teknologi informasi daripada gurunya. Lebih-lebih pada akhirnya siswa jadi apatis atau menganggap angin lalu layanan bimbingan konseling.
Penggunaan teknologi informasi atau teknologi digital dalam layanan bimbingan konseling sekarang ini dipandang perlu. Sebut saja seperti mengisi angket secara online, tes psikologis secara online, pemberian informasi penting melalui website, melaporkan perkembangan siswa lewat email atau pesan media sosial pada orang tua (asinkron), hingga konsultasi online secara langsung (sinkron). Penggunaan metode tersebut dipandang sangat perlu dilakukan di zaman sekarang.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pengertian, Fungsi, dan Macam-macam Landasan Fondasional Bimbingan Konseling"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*