Dengki, iri hati, atau hasad adalah kondisi jiwa yang dipenuhi amarah dan obsesi dalam pikiran saat melihat orang lain memiliki keunggulan fisik dan non fisik agar pindah kepada dirinya atau setidaknya keunggulan itu hilang dari orang lain tersebut. Dengan demikian iri hati dengan "pengen" atau berharap itu beda.
Istilah kepengen, berharap, atau berkeinginan adalah kosakata yang bermakna netral. Tergantung siapa pelakunya. Keinginan bisa diwujudkan dengan cara halal dan mulia. Pun bisa juga dilakukan dengan cara penuh kelicikan atau tipu muslihat. Orang yang pengen juga cenderung tidak berharap orang yang punya keunggulan yang diimpikan mengalami kehancuran.
Adapun, orang iri hati berhasrat merebut kepemilikan orang lain. Ia tidak terima bila orang lain memiliki sesuatu yang diinginkannya itu. Ia merasa bahwa dialah yang seharusnya mendapat keunggulan daripada si doi. Tanpa peduli bagaimana betapa susahnya orang lain mencapai keunggulan yang diidam-idamkan itu.
Ada berbagai cara orang iri merebut atau menghilangkan keunggulan yang dimiliki orang lain. Bisa dengan cara menghasut, menjerumuskan, mengkhianati, membuli, memanipulasi, hingga me-ngrecokin (merusuhi). Niatnya saja sudah salah yaitu berbuat jahat. Cara yang digunakan untuk menyukseskan misinya pun tak kalah hina.
Perasaan iri bisa meluap-luap tatkala orang yang unggul tersebut tidak mau membantu bagaimana cara mencapai keunggulan. Itu seperti menyiram api dengan bensin. Lawong misalkan dibantu saja rasa iri masih hinggap di hati apalagi bila tidak dibantu. Semakin menjadi-jadilah kebencian dia. Sungguh mengerikan.
Rasa iri bisa terjadi disebabkan pula karena seseorang yang paham ajaran agama tapi tidak mampu mempraktikannya. Ia hafal dalil dan tahu bagaimana hukum orang yang hasad dan dengki. Namun, ia sendiri tak menyadari bahwa dirinya terkena penyakit jiwa yang dinamakan "iri hati" itu. Hatinya terlalu bergemuruh sehingga tertutup dari hakikat iman pada Tuhan.
Sebab lain adalah orang iri cenderung tidak mau kalah dari yang lain. Ia ingin orang lain lebih-lebih orang yang tidak disukainya posisinya di bawah. Dengan begitu ia merasa senang ketika pada akhirnya orang yang didengki mengalami kemunduran. Ia ingin menang dengan cara melemahkan atau merampok lawan. Bukan dengan cari memperbaiki diri.
Alasan yang terakhir, orang iri tidak memahami bahwa rizqi dan bakat setiap orang itu berbeda. Pun, standar kebahagiaan atau kesenangan orang lain adalah tak sama. Si pendengki berfikir bahwa rizqi, bakat, dan standar kebahagian orang lain itu sama dengan dirinya. Padahal masing-masing orang sudah dapat jatah "pemberian" dari Tuhan.
Buat apa repot-repot merebut jatah orang lain. Toh, misalnya si tukang iri berhasil merebut keunggulan orang lain di satu bidang. Bisa jadi orang lain itu justru memiliki keunggulan di bidang berbeda yang jauh lebih menyenangkan dan menghasilkan. Ibarat kata maksud hati si pendengki ingin merusak hidup orang lain, malah yang terjadi orang lain itu hidup lebih bahagia di tempat dan bidang lain.
Sudahlah, iri hati itu 100% banyak ruginya. Bila pun terlihat untung itu hanya bersifat semu. Lebih baik fokus memperbaiki diri sambil mengembangkan minat dan bakat. Sibukkan diri untuk melakukan hal produktif yang menghasilkan uang lumayan yang sekaligus memberikan kebahagiaan.
Kalau pikiran sudah disibukkan dengan rutinitas yang hasilnya terlihat dan pastinya rutin, dijamin rasa iri makin berkurang. Sekali lagi fokuslah pada diri sendiri agar apa yang diinginkan tercapai. Pengen memiliki apa yang dimiliki orang lain itu boleh. Namun, jangan sekali-kali iri hati. Jadikan apa yang dimiliki oleh orang lain itu sebagai motivasi atau cambuk. Bukan malah menjadikan muncul rasa iri.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pengen Seperti Dia Boleh, Tapi Iri Hati atau Malah Ngrecokin Jangan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*