Gisel sengaja menulis tentang sindrom workaholic ini karena memang sedang mengalami sendiri. Sudah sekitar sepekan mengalami gejala kurang tidur. Rata-rata sehari cuma tidur 3 hingga 6 jam. Waktu dihabiskan bukan untuk menonton TV, youtube, atau kegiatan lain yang bersifat ringan. Namun untuk mencari uang.
Banyak perubahan yang terjadi pada diri Gisel. Hal yang paling nampak adalah wajah mulai muncul bintang alias jerawat. Selain itu, tubuh sangat susah diajak untuk tidur meskipun segera ingin terlelap. Tidurpun tidak bisa berlangsung lama. Tiba-tiba tubuh terasa bangun sendiri di tengah malam. Lalu tak bisa tidur lagi.
Hari-hari ini terkait penghasilan, Gisel memang punya target besar. Keluarga di kampung butuh uang. Terutama adik-adik di kampung yang persiapan untuk kenaikan kelas. Akhirnya Gisel memutuskan untuk melakukan promo besar-besaran "konten khusus" Banjir Embun. Semua media sosial sudah jadi alat untuk promosi siang malam sampai lupa rasanya tidur lelap.
Sempat terbesit di benak Gisel, apakah seperti itu termasuk workaholic? Atau memang murni bekerja keras demi keluarga? Setelah dicari-cari dari berbagai sumber ada beberapa hal penting terkait workaholic. Di antaranya sebagai berikut:
Arti Workaholic
Workaholic berasal dari bahasa inggris. Sebenarnya terdiri dari dua kata yang bisa dipisah sehingga memiliki arti sendiri. Work berarti kerja dan aholic berarti gila. Kamus Cambridge memosisikan kata aholic sebagai kata sambung. Yakni, ditambahi tanda hubung di awal kata. Di mana -aholic diartikan sebagai tidak dapat berhenti melakukan sesuatu.
Workaholic adalah sebuah keadaan seseorang yang mengalami kecanduan kerja dan mempersepsikannya sebagai hal sangat penting secara berlebihan sehingga mengabaikan unsur kehidupan lain. Bisa dikatakan sindrom workaholic merupakan salah satu keadaan jiwa yang salah orientasi. Di mana, itu bisa terjadi secara lama (permanen).
Perlu diketahui bahwa kata holic tanpa diawali huruf "a" dalam bahasa inggris baku/resmi itu tidak ada. Dalam Kamus Oxford pun tidak ditemukan selain akhiran kata -aholic. Di mana, -aholic diartikan sangat menyukai sesuatu dan tidak dapat berhenti melakukan atau menggunakannya. Namun, untuk kata yang berakhiran konsonan akan diimbuhi akhiran -aholic atau -oholic. Serta untuk yang diakhiri kata vokal diimbuhi -holic.
Contoh:
Workaholic (kecanduan kerja): huruf "k" pada akhir kata utama merupakan konsonan mendapat akhiran -aholic
Shopaholic (kecanduan belanja): huruf "p" pada akhir kata utama merupakan konsonan mendapat akhiran -aholic
Sexaholic (kecanduan sex): huruf "x" pada akhir kata utama merupakan konsonan mendapat akhiran -aholic
Chocoholic (kecanduan cokelat): Choco berasal dari kata chocolat disingkat menjadi "choc" lalu diimbuhi -oholic
Alcoholic (kecanduan mabuk): Alc berasal dari kata alcohol disingkat menjadi "alc" lalu diimbuhi -oholic.
Movieholic (kecanduan film): huruf "e" pada akhir kata utama merupakan vokal (a,i,u,e,o) sehingga mendapat akhiran -holic.
Coffeeholic (kecanduan kopi): huruf "e" pada kahir kata utama merupakan vokal sehingga mendapat akhiran -holic.
Namun "patokan" tidak resmi di atas tidaklah berlaku secara umum. Sebab, yang namanya bahasa atau lebih tepatnya istilah pasti selalu mengalami dinamika. Salah satu faktornya dilakukan oleh generasi muda. Suatu "patokan" seperti itu akan ditinggalkan karena jika dilafalkan justru jadi sulit. Umumnya manusia lebih suka memilih istilah yang mudah dilafalkan agar mudah untuk sebagai bahan bicara.
Contoh:
Danceaholic (kecanduan menari): huruf "e" meskipun vokal (a,i,u,e,o) tetap mendapat imbuhan -aholic yang seharusnya -holic.
Sugarholic (kecanduan gula): huruf "r" meskipun konsonan tetap mendapat imbuhan -holic yang seharusnya -aholic.
Studyholic (kecanduan belajar): huruf "y" meskipun konsonan tetap mendapat imbuhan -holic yang seharusnya -aholic.
Ciri-ciri Orang Mengalami Sindrom Workaholic
Orang yang terkena sindrom workaholic cenderung mempunyai alibi, sanggahan, atau penyangkalan untuk membela diri. Dia tidak sadar bahwa dirinya sedang dalam keadaan tidak wajar. Baginya pencapaian sesuai yang ditragetkan adalah harga mati. Dalam kondisi tertentu orang yang terjangkiti workaholic merupakan sosok pribadi yang tidak percaya diri. Ia ingin menunjukkan "sesuatu" ada orang lain.
Secara rinci, ciri-ciri orang yang mengalami workaholic di antaranya meliputi tidak ada pilihan maupun keputusan segera untuk istirahat dan jeda berlibur atau mencari hiburan. Lalu muncul rasa lega/puas saat memulai pekerjaan kembali. Bahkan akan cenderung merasa sedih atau kehilangan tatkala tak bekerja. Serta yang tak kalah parah adalah mengabaikan aspek kehidupan pribadi maupun hubungan dengan orang lain.
Sebab Terjangkit Sindrom Workaholic
Faktor utama seseorang bisa terkena workaholic karena ia memasang target yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Itu menyebabkan ia harus bekerja lebih dari sebelumnya agar apa yang ia inginkan tidak gagal. Obsesi yang tinggi itu dipatok karena ia ingin terlihat berprestasi. Ia merasa bahwa hasil adalah nomor satu. Sedangkan proses untuk mencapai hasil itu hanya cara. Bila caranya salah atau tidak serius maka hasilnya akan gagal.
Salah dalam mempresepsikan pekerjaan merupakan faktor lain yang tak bisa ditinggalkan. Orang yang terkena workaholic memiliki anggapan bahwa dengan bekerja maka ia bisa punya uang banyak. Ia ingin menimbun uang sebanyak-banyaknya. Dengan workaholic ia jadi lebih peraya diri. Tak hanya itu, si workaholic juga merasa bahwa dengan bekerja keras maka dirinya dihargai, dihormati, dan bisa berprestasi. Pekerjaan bisa jadi alat untuk melarikan diri dari masalah, rasa bersalah, dan kecemasan.
Akibat Terjangkit Sindrom Workaholic
Menyenangi pekerjaan bukanlah hal yang salah. Malah itu adalah suatu hal yang positif. Namun, mengalami salah orientasi dan ketergantungan dalam pekerjaan merupakan suatu masalah. Bila ada istilah agama adalah candu maka dalam konteks ini juga bisa muncul "pekerjaan adalah candu". Itu adalah hal yang salah. Sebab pekerjaan adalah kewajiban sekaligus tanggung jawab setiap manusia.
Padahal hidup ini tidak hanya bekerja. Orang memang butuh kerja tapi bukan berarti harus kecanduan kerja. Orang yang terjangkit sindrom workaholic lebih memilih meninggalkan kegiatan produktif lain. Contohnya seperti meninggalkan hobi (menulis, olah raga, melukis, menari, berorganisasi, dll). Kecanduan kerja yang berlebih dapat menghilangkan nilai-nilai luhur etos kerja. Bekerja bukan lagi untuk berdedikasi dan mengabdi tapi malah untuk kepentingan pribadi.
Dari segi kesehatan orang yang mengalami workaholic biasanya juga konsumen minuman kafein (kopi), minuman pemacu energi, dan minuman herbal lain agar tetap fit. Dalam kasus tertentu pengidap workaholic tidak hanya menyebabkan tubuh jadi kurus. Justru ada yang sebaliknya jadi gemuk. Sebab untuk tetap bekerja kadang juga disertai mengonsumsi makanan yang banyak. Terutama saat tengah malam yang sedang mengalami sulit tidur.
Cara Mengatasi Workaholic
Sadari dan pahamilah bahwasanya yang namanya pecandu itu adalah "budak" dalam arti lain. Budak adalah orang yang menjadi hamba atas sesuatu. Budak kadang merasa dirinya bukanlah budak. Sebab ia beranggapan bisa mengambil manfaat dari proses perbudakan yang dilakukan. Ia bisa dapat makan gratis, tempat tinggal gratis, dan gratis-gratis lain. Bahkan "budak sejati" akan cenderung membela mati-matian pemiliknya (majikannya).
Segera berhenti jadi budak pekerjaan. Sekali-kali dan lebih baik secara rutin luangkan waktu untuk istirahat. Lalukan intropeksi dan rileksasi sambil mengatur jadwal liburan dan perjalanan wisata ke luar kota. Alokasikan anggaran dari hasil kerja untuk memenuhi kebutuhan psikologis. Bekerja itu untuk kebahagiaan hakiki bukan kebahagiaan semu. Memiliki banyak uang akan menjadi kebahagiaan semu bila hanya ditimbun atau digunakan untuk hal-hal "palsu".
Perbanyaklah ibadah, sedekah, dan mendekatkan diri pada Tuhan. Itu bisa menjadi rem pengendali laju sindrom workaholic. Sesekali berkomunikasilah lebih dekat dan erat pada istri, anak, atau orang tercintai lainnya. Luangkan waktu untuk bercengkrama pada mereka. Bila hal itu masih belum cukup, maka datangilah konselor (terapis jiwa/psikolog) untuk membantu melayani kalian terkait bagaimana seharusnya menyikapi gejala sindrom workaholic.
Menyenangi pekerjaan bukanlah hal yang salah. Malah itu adalah suatu hal yang positif. Namun, mengalami salah orientasi dan ketergantungan dalam pekerjaan merupakan suatu masalah. Bila ada istilah agama adalah candu maka dalam konteks ini juga bisa muncul "pekerjaan adalah candu". Itu adalah hal yang salah. Sebab pekerjaan adalah kewajiban sekaligus tanggung jawab setiap manusia.
Padahal hidup ini tidak hanya bekerja. Orang memang butuh kerja tapi bukan berarti harus kecanduan kerja. Orang yang terjangkit sindrom workaholic lebih memilih meninggalkan kegiatan produktif lain. Contohnya seperti meninggalkan hobi (menulis, olah raga, melukis, menari, berorganisasi, dll). Kecanduan kerja yang berlebih dapat menghilangkan nilai-nilai luhur etos kerja. Bekerja bukan lagi untuk berdedikasi dan mengabdi tapi malah untuk kepentingan pribadi.
Dari segi kesehatan orang yang mengalami workaholic biasanya juga konsumen minuman kafein (kopi), minuman pemacu energi, dan minuman herbal lain agar tetap fit. Dalam kasus tertentu pengidap workaholic tidak hanya menyebabkan tubuh jadi kurus. Justru ada yang sebaliknya jadi gemuk. Sebab untuk tetap bekerja kadang juga disertai mengonsumsi makanan yang banyak. Terutama saat tengah malam yang sedang mengalami sulit tidur.
Cara Mengatasi Workaholic
Sadari dan pahamilah bahwasanya yang namanya pecandu itu adalah "budak" dalam arti lain. Budak adalah orang yang menjadi hamba atas sesuatu. Budak kadang merasa dirinya bukanlah budak. Sebab ia beranggapan bisa mengambil manfaat dari proses perbudakan yang dilakukan. Ia bisa dapat makan gratis, tempat tinggal gratis, dan gratis-gratis lain. Bahkan "budak sejati" akan cenderung membela mati-matian pemiliknya (majikannya).
Segera berhenti jadi budak pekerjaan. Sekali-kali dan lebih baik secara rutin luangkan waktu untuk istirahat. Lalukan intropeksi dan rileksasi sambil mengatur jadwal liburan dan perjalanan wisata ke luar kota. Alokasikan anggaran dari hasil kerja untuk memenuhi kebutuhan psikologis. Bekerja itu untuk kebahagiaan hakiki bukan kebahagiaan semu. Memiliki banyak uang akan menjadi kebahagiaan semu bila hanya ditimbun atau digunakan untuk hal-hal "palsu".
Perbanyaklah ibadah, sedekah, dan mendekatkan diri pada Tuhan. Itu bisa menjadi rem pengendali laju sindrom workaholic. Sesekali berkomunikasilah lebih dekat dan erat pada istri, anak, atau orang tercintai lainnya. Luangkan waktu untuk bercengkrama pada mereka. Bila hal itu masih belum cukup, maka datangilah konselor (terapis jiwa/psikolog) untuk membantu melayani kalian terkait bagaimana seharusnya menyikapi gejala sindrom workaholic.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kenali Sindrom Workaholic: Arti, Ciri-ciri, Sebab, Akibat, dan Cara Mengatasinya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*