Ip Man 4 adalah film keempat dari semua seri film Ip Man. Merupakan film yang didasarkan dari kisah nyata kehidupan sifu atau grandmaster Wing Chun (salah satu aliran seni bela diri China) dengan nama yang sama yaitu Ip Man atau Yip Man.
Alur cerita film ini sebenarnya masih bisa berkembang ke mana-mana. Namun, sayangnya sang sutradara memang konsisten dengan judulnya. Meski cerita film kadang agak melebar ke mana-aman tapi ujung-ujungnya tetap fokus pada sosok Ip Man. Kadang itu juga cukup menganggu.
Bagiamana tidak mengganggu, penonton seakan dipancing untuk mengetahui perkembangan 2 anak di film. Namun, kenyataannya bakat dan minat yang menjadi salah satu konflik antara 2 anak dengan masing-masing orang tuanya tak ada jawaban. Apakah anaknya Ip Man akan menjadi apa yang dia minati? Lalu apakah si anak yang lain bisa memperjuangkan bakatnya?
Apapun yang terjadi pada tokoh sampingan/figuran ujung-ujungnya ia bakal ketemu atau satu adegan dengan Ip Man. Padahal bila film Ip Man diperlebar maka ceritanya diyakini tak kalah seru. Misalnya bagaimana kelanjutan kehidupan anaknya serta bagaimana karir muridnya di Fransisco yang telah membantunya itu.
Ip Man digambarkan sebagai sosok yang sempurna dalam bela diri. Ia tak terkalahkan dalam setiap pertandingan. Walaupun ada satu adegan pertarungan yang berakhir seri, tapi bila Ip Man serius meladeni diyakini bakal memenangi pertandingan itu.
Sayangnya cerita di film dengan kenyataan tidak selalu seiring sejalan. Banyak hal yang berbeda antara di film dengan dunia nyata. Ip Man di dunia nyata saat tahun 1964 sudah berusia 71 tahun. Rambutnya memutih dan tipis bahkan hampir gundul.
Berbeda dengan kenyataan, di film selain rambutnya cukup panjang dan hitam juga tak tampak wajah keriput. Selain itu dramatisasi film juga tak kalah menariknya. Banyak adegan dalam film yang sangat tidak mungkin terjadi dalam dunia nyata. Hal yang paling utama adalah saat pertarungan dan terjadinya konflik antar tokoh.
Ditambah lagi plot twist (berubahnya alur cerita secara tiba-tiba) muncul secara bertubi-tubi. Di mana, semuanya seakan tidak masuk akal. Sebab ekspektasi penonton dengan melihat potensi para master kungfu di awal film tak sesuai harapan. Mereka semua hanya jadi rempeyek di hadapan antagonis. Kecuali Ip Man.
Setting lokasi cerita di film ini hampir 70% menghisahkan perjalanan Ip Man di San Fransisco, AS. Musuh yang dihadapi bukanlah sesama orang Tiongkok. Melainkan orang berkulit putih yang berasal dari Amerika. Dramatisasi pemantik adanya pertarungan pun terkesan dibuat-buat.
Mungkin benar, berdasar kajian sejarah di dunia nyata di masa dulu (sekitar tahun 1964-1972) dunia tidak secerdas sekarang. Masih penuh diskriminasi dan barbarisme. Akan tetapi reaksi dan konflik yang ditimbulkan tak semengerikan dan sedahsyat seperti apa yang ditunjukkan di film.
Hal lain yang menjadi catatan penting bagi film Ip Man 4 adalah kurang menghargai sosok asli Ip Man. Film tersebut seakan hanya mengeksploitasi nama besar Ip Man untuk pertarungan di film saja. Seharusnya sutradara juga menunjukkan peninggalan dan prestasi apa saja yang telah diraih oleh sifu tersebut.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Review Film Ip Man 4: Saatnya Menghargai Bakat dan Minat Anak"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*