Menjadi anak sulung merupakan hal yang menantang sekaligus menyenangkan. Tak peduli pria atau perempuan masing-masing memiliki tantangan hingga kesan indah sendiri. Termasuk untuk saya yang bernama Gisela Oktaviani ini. Menjadi cewek sulung dengan 3 adik merupakan suatu yang waow.
Menjadi anak pertama itu sangat mendebarkan. Bagaimana tidak, saat usia sudah bertambah hal yang paling diinginkan adalah menanti kehadiran sosok adik. Agar bisa menjadi teman bermain bersama di saat orang tua sudah terlalu sibuk bekerja. Lalu ketika usia makin bertambah lagi, dinamika hidup makin melebar.
Hingga pada usia dewasa awal (setelah remaja) kepribadian matang anak sulung makin terlihat. Orang tua akan memberikan keleluasaan untuk memilih jalur hidup. Mereka memberi Gisel ruang untuk belajar tentang kehidupan hingga diberi tanggung jawab besar. Bahkan juga punya keistimewaan untuk mengetahui rahasia orang tua.
Menjadi sosok kakak bagi adik-adik itu suatu tantangan. Tidak hanya menjaga, mengemong, dan memimpin adik-adiknya tapi juga harus siap menggantikan peran orang tua. Misalnya di saat orang tua tak sanggup menanggung biaya maka Gisel harus ikut menutupinya. Tak jarang malah justru tutup itu lebih besar dari isinya.
Intinya menjadi sulung itu harus sabar, mengalah, dan berkorban. Bisa dikatakan kakak pertama itu adalah orang tua ketiga setelah bapak dan ibu. Ia harus punya hati yang besar. Sebesar hati ibu di saat anaknya menangis kelaparan maka ia rela menunda atau bahkan tidak makan asal anaknya kenyang.
Hingga kini karakter sebagai kakak sulung melekat pada diri Gisel. Kebiasaan positif seperti di atas terbawa pada kehidupan nyata di luar sana. Di saat sekarang ini Gisel merantau ke Kota Malang. Sebab dulu saat di rumah sudah terbiasa makan seadanya. Adapun adik sebaliknya. Porsi yang didapat selain lebih banyak juga jauh lebih berkualitas.
Tidak apa-apa. Gisel rela seperti itu. Supaya adik-adik bisa lebih sehat sehingga pertumbuhan dan perkembangannya lancar. Alhamdulillah, kebiasaan makan sederhana itu terbawa hingga kini. Tatkala makan ternyata lauk masih tersisa maka Gisel akan menyimpannya. Harus dimakan sama nasi. Sebab lauk itu menjadi lebihan untuk jatah makan nanti.
>
Tak hanya mengalah masalah materi. Gisel juga mengalah untuk ditinggal nikah adik terlebih dulu. Gisel tidak merasa dilangkahi atau bahkan ditikung oleh adik. Justru Gisel bahagia bisa memberikan keleluasaan untuk adik agar bisa memilih jalan hidupnya. Sebab adat jawa mempercayai bahwa adik tidak boleh melangkahi nikah kakak.
Untuk "menetralkan" larangan di atas maka adik kandungku harus melamar Gisel. Adat jawa memang begitu. Jika sang kakak belum menikah maka si adik kandung harus melamar kakaknya. Di mana mahar itu disiapkan oleh calon adik ipar. Inilah momen terindah ketika Gisel saat dilamar adik kandung. Baru tahu adat tersebut? Silakan bertanya pada sesepuh orang jawa.
Itulah cerita sedarah yang pertama kali kubuat di website Banjir Embun ini. Semoga kisah sedarah ini mampu menjadi tambahan wawasan luas bagi pembaca sekalian.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Cerita Sedarah: Bikin Jantung Dag Dig Dug, Aku Dilamar Adik Kandungku"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*