Sejak SD (Sekolah Dasar) dulu kita pernah belajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Istilah yang sering kita baca dalam buku PPKN adalah lapang dada, tenggang rasa, toleransi, gotong royong, musyawarah, dan istilah-istilah luhur lainnya. Tak ketinggalan kita juga disuruh menghafal tentang bunyi Tri Kerukunan Umat Beragama.
Bagi kalian yang dulu tidak paham apa yang dimaksud dengan Tri Kerukunan Umat Beragama dan barangkali sekarang sudah lupa tidak ada salahnya menyimak penjelasan berikut. Tri Kerukunan tersebut terdiri dari 3 pokok nilai yaitu Kerukunan Intern Umat Beragama, Kerukunan Antar Umat Beragama, dan Kerukunan Umat Beragama Dengan Pemerintah. Lalu apa perwujudan dari konsep tri kerukunan itu? Apa tujuannya?
Konsep Tri Kerukunan Umat Beragama sebenarnya adalah konsep holistik atau menyeluruh untuk mempererat tali persaudaraan antar warga negara. Sebagaimana kita ketahui bahwa negara Indonesia bukanlah negara agama. Landasan dan sumber hukum juga bukan dari agama. Namun, kenyataannya hampir semua masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama. Kenyataan tersebut bagai pisau bermata dua. Di satu sisi berpotensi luar biasa dan di sisi lain bila terjadi perpecahan maka efeknya sungguh mengerikan.
Diakui atau tidak baik secara langsung/tertulis/tersurat maupun tidak langsung/tersirat peraturan di Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Dalam Undang-undang Dasar 1945 mengakui kekuasaan Tuhan. Pun dalam Pancasila juga menomorsatukan Ketuhanan sebagai salah satu lima dasar itu. Artinya, walau bukan negara agama sesungguhnya Indonesia bukan negara sekuler (terbebas dari agama) karena masih mengatur kehidupan beragama rakyatnya.
Tidak sedikit peraturan dari tingkat Undang-undang hingga peraturan daerah yang mengatur secara rinci tata hidup beragama. Sebut saja seperti Undang-undang No. 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama hingga Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8-9 tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Tujuan Tri Kerukunan Umat Beragama
Tujuan pemerintah mencanangkan Tri Kerukunan Umat Beragama adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan umat beragama kepada Tuhannya, menjamin kebebasan beragama di atas perbedaan pemahaman atau tafsir ajaran agama, mewujudkan kebersamaan dalam ketertiban nasional yang stabil, menjaga dan meningkatkan persaudaraan antar individu, dan menunjang dan menyukseskan pembangungan bangsa.
Pemerintah memosisikan agama bukan sebagai penghambat pembangunan apalagi sebagai ancaman. Justru agama menjadi sumber daya potensial. Dalam merespon terjadinya konflik agama maupun potensi terjadinya posisi pemerintah tidaklah netral. Sekali lagi ditekankan bahwa Indonesia bukan negara sekuler. Oleh sebab itu pemerintah tetap akan mengambil tindakan bukan berdasarkan peraturan yang bersifat umum. Namun, berdasar aturan yang khusus membahas tentang kehidupan beragama.
Misalnya ketika ada orang yang melempar kotoran pada tempat ibadah tertentu tidaklah dijerat dengan pasal tindakan tidak menyenangkan atau yang semacamnya. Namun, ia harus dijerat dengan pasal penodaan agama. Apapun motif pelaku baik terkait dengan keberagamaan maupun tidak yang namanya "menghina" tempat ibadah harus dijerat dengan pasal tentang kehidupan beragama. Tentu ancaman hukuman juga akan berbeda daripada pasal umum lainnya.
Pengecualian bagi tokoh agama atau ahli agama yang menyampaikan masalah kehidupan beragama. Khusus untuk mereka apapun yang keluar dari lisan tidak bisa dijerat pasal kehidupan beragama. Terlebih bila apa yang disampaikan itu ditujukan untuk sesama umat seagama dan mendapat dukungan sejumlah umat beragama. Begitu pula untuk ormas agama apapun yang dilakukan senyampang itu tidak melanggar pasal kehidupan beragama maka tidak boleh dibubarkan.
Menjadi hal mustahil tujuan Tri Kerukunan Umat Beragama bakal tercapai bila penegakan hukum di Indonesia masih bias. Yakni, belum bisa membedakan mana kasus hukum umum dan mana kasus hukum terkait kehidupan beragama. Hal itu karena agar individu maupun kelompok akan berhati-hati dalam berkata, menulis, dan bertindak terkait agama. Pasalnya biasanya seseorang akan berharap belas kasihan atau pemberian maaf tatkala ia salah ucap terkait agama.
Terlebih tidak sedikit kasus konflik agama terjadi karena lisan individu tidak bisa menjaga. Ucapan yang salah keluar dari mulut satu orang bisa memicu konflik intern, antar, bahkan umat beragama dengan pemerintah. Dengan begitu harapannya tidak ada lagi orang yang semena-mena melakukan tindakan pelecehan terhadap agama. Serta kemudian hari bisa memosisikan nilai agama menjadi sesuatu yang harus dihormati bukannya dipermainkan untuk ambisi pribadi maupun kelompok.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tujuan Tri Kerukunan Umat Beragama"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*