Hampir semua negara sekitar 180-an di dunia memiliki organisasi telik sandi. Baik yang dikelola secara resmi dengan anggaran dan program jelas maupun yang "ilegal" karena bersifat rahasia (tidak diketahui publik). Lembaga mata-mata bagi suatu negara di zaman modern ini sangat penting. Tidak hanya untuk menangkal serangan musuh dari luar tapi juga untuk meredam gejolak di dalam.
Begitu juga halnya dengan Badan Intelijen Negara atau disingkat BIN. Ia merupakan salah satu badan pemerintahan di Indonesia yang khusus menangani hal-hal penting maupun tidak penting secara "tersembunyi", sunyi, dan tanpa jejak. Tidak hanya sekadar menggali informasi tapi juga turut menyebar informasi untuk mengalihkan isu dan memberikan pencerahan. Agar keadaan negara tetap kondusif. Bisa dikatakan operasi intelijen tidak hanya untuk menangkal (pencegahan) tapi juga penanganan.
Para anggota BIN yang beroperasi di lapangan dengan anggota BIN adminstratif (kantoran) di balik layar memiliki nasib berbeda. Biasanya para anggota lapangan identitasnya disembunyikan. Ia memiliki identitas ganda. Punya identitas asli tapi palsu untuk penyamaran. Ia berbaur dengan masyarakat pada umumnya. Menjadi dosen, guru, pejabat, pengusaha, hingga preman sekalipun. Tugasnya tidak hanya untuk menggali informasi tapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Pengertian Badan Intelijen Negara
Badan intelijen negara atau BIN adalah lembaga pemerintahan Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen dan bertanggung jawab langsung pada presiden. Di mana yang dimaksud intelijen adalah kemampuan untuk memperoleh, memecahkan, menciptakan, dan menyebarkan informasi terbaru, rahasia, atau penting yang bernilai bagi keamanan negara. Tak hanya melakukan penyelidikan, badan intelijen kerap kali melakukan pengamanan dan penggalangan dukungan.
Sebagaimana dari serapan bahasa Inggris yaitu inteliligence yang berarti kecerdasan, dalam dunia intelijen juga dibutuhkan tingkat kecerdasan luar biasa. Seorang agen intelijen lapangan tidak hanya dituntut mahir menyamar dan membaur. Lebih dari itu ia harus mampu menggunakan akal pikirannya untuk menggiring opini komunitas yang dijadikan target. Bisa dikatakan, operasi intelijen merupakan tindak peperangan pikiran guna "merayu" atau bahkan "menghasut" masyarakat target. Kekerasan fisik akan dilakukan bila dalam keadaan terpaksa saja.
Dasar Hukum Operasi Badan Intelijen Negara
Guna mendapatkan kepastian hukum dan agar sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat luas maka pembentukan Undang-undang sangat diperlukan. BIN sebagai penyelenggara intelijen negara menjadi barisan terdepan dan pertama dalam sistem keamanan nasional Indonesia juga perlu diatur secara komprehensif. Oleh sebab itu ditetapkanlah Undang-undang No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dalam UU tersebut diatur terkait peran, tujuan, fungsi, ruang lingkup, penyelenggaraan, personel, kerahasiaan, koordinasi, pembiayaan, pertanggungjawaban, pengawasan, hingga ketentuan pidana.
Sebagai turunan dari UU No. 17 tahun 2011 di atas maka dibuatlah peraturan yang lebih rinci atau spesifik. Yakni, Peraturan Kepala Badan Intelijen Negara No. 7 tahun 2017 tentang Kode Etik Intelijen Negara, Peraturan Predisen No. 90 tahun 2012 tentang Badan Intelijen Negara, dan Peraturan Presiden No. 67 tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara. Semua peraturan tersebut menjadi dasar bagi badan pengawas, DPR RI, serta masyarakat dalam mengawasi kinerja Badan Intelijen Negara.
Resiko Menjadi Agen Intelijen
Ada yang bilang ketika seseorang telah menjadi anggota intelijen berarti orang itu telah mati. Bagaimana tidak, ia seringkali akan ditugaskan menjadi "orang lain" yang sama sekali jauh berbeda dengan jati dirinya. Tak hanya itu, bila tugas yang dilaksanakan berhasil maka ia tak akan mendapat pujian "resmi" dari negara. Bila misi gagal maka ia akan terhinakan. Bila hilang (diculik) maka tak dicari. Lalu ketika mati baik saat melaksanakan tugas maupun mati di hari tua, ia tak akan diakui sebagai pahlawan.
Seringkali kehidupan rumah tangga agen intelijen lapangan juga mengalami gangguan. Perceraian atau perpisahan secara resmi maupun tidak menjadi ancaman. Tentu sebagai alat keamanan negara yang diandalkan negara, seorang agen akan lebih memilih tugas dari pada memberi perhatian pada keluarga. Ironisnya, keluarga terutama anak dapat dipastikan tidak tahu bahwa salah satu atau bahkan kedua orang tuanya adalah anggota intelijen negara.
Kehidupan agen mata-mata senantiasa dibayang-bayangi kepalsuan, kecemasan, hingga rasa bersalah. Oleh sebab itu, negara tidak akan sembarangan merekrut individu menjadi bagian dari lembaga intelijen. Hanya orang yang memiliki kecerdasan tingkat tinggi dan tingkat loyalitas tinggi pada negara yang akan diterima. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti terjadi pengkhianatan, gangguan jiwa, hingga resiko tinggi mengalami kegagalan tugas.
Selain kecerdasan, latar belakang calon anggota intelijen juga diperhatikan sebelum direkrut. Biasanya para senior pelaku intelijen akan cenderung memilih model lama dalam perekrutan. Yakni, gemar merekrut anak yatim piatu, terlantar, dan tanpa kepastian masa depan yang layak untuk disiapkan menjadi agen profesional. Ibarat kata "daripada hidup terlunta dan terbuang tanpa kepastian masa depan lebih baik menjadi agen intelijen saja". Kalau sudah begitu menjadi anggota intelijen hanya menjadi tempat pelarian dan karena keterpaksaan kondisi diri.
Ingin Menjadi Anggota BIN? Setidaknya Pahami Hal Berikut Ini
Kualifikasi menjadi anggota BIN tidak main-main. Tidak hanya harus punya kecerdasan istimewa tapi juga harus kuat fisik dan mental. Pun, harus tahu dan siap menerima resiko-resiko yang sangat mungkin terjadi di kemudian hari. Seorang anggota Intelijen harus siap menerima hal-hal yang tidak diinginkan baik terkait dengan tugas maupun masalah pribadi akibat imbas dari profesinya itu. Hal lainnya ialah seorang agen harus mampu menjaga rahasia sekecil apapun dan tidak akan reflek (spontan) menggosip bersama siapapun.
Kerja anggota intelijen adalah 24 jam. Terutama saat terjadi hal-hal yang genting. Mereka harus siap bermalam di tempat manapun. Tidak boleh meninggalkan lapangan apalagi lari dari tugas sebelum misi berhasil. Untuk itu agen mata-mata harus mampu melakukan penyamaran secara sempurna. Tidak hanya penyamaran secara fisik tapi juga mental, karakter, hingga kepribadian. Bila menyamar jadi tukang bakso maka mesti menjadi tukang bakso yang jago meracik bumbu.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Mengenal Lebih Dekat Badan Intelijen Negara (BIN)"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*