Menulis adalah suatu kegiatan merangkai kata yang dituangkan dalam media kertas, komputer, atau yang lainnya untuk menciptakan sebuah catatan atau informasi dengan menggunakan jenis huruf atau aksara tertentu. Dengan demikian suatu tulisan merupakan alat komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca. Dapat dikatakan pula bahwa tulisan adalah hasil pengejawantahan ide, temuan, dan perasaan dari si penulis.
Bukannya mengajukan ide, menyajikan temuan, dan menuangkan isi hati lewat lisan. Seorang penulis dengan alasan tertentu lebih memilih menuangkannya dalam bentuk susunan huruf pada sebuah media tulis. Langkah itu dilakukan karena adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal salah satu misalnya penulis tidak punya waktu untuk menyampaikan satu persatu gagasannya lewat lisan. Adapun faktor eksternalnya karena orang lain lebih tertarik pada tulisan seseorang daripada lisannya.
Sejatinya menulis bisa digunakan untuk kepentingan sendiri yang isinya tentu bersifat pribadi. Pun, dapat dipakai untuk kepentingan umum. Sifat pribadi pada suatu tulisan seringkali bukan karena tulisan itu bersifat rahasia. Akan tetapi disebabkan karena penulis merasa malu atau belum percaya diri untuk mempublikasikan tulisannya itu. Sedangkan tulisan untuk kepentingan umum biasanya bernilai akademis (ilmiah), menghibur, hingga bertujuan komersial (mencari uang).
Apapun motif seorang penulis dalam membuat tulisan, senyampang tulisannya banyak yang membaca dan menginspirasi berarti ia telah menjadi manusia bermanfaat. Hal itu sama dengan pernyataan "Apapun motif seseorang berbicara, entah itu untuk cari uang maupun untuk berbagi gagasan, senyampang apa yang dibicarakan itu menginspirasi berarti ia telah menjadi manusia bermanfaat". Lebih gampangnya untuk menjadi manusia bermanfaat tidak harus lewat lisan saja tapi juga dapat lewat tulisan.
Ulama Zaman Dulu Mewariskan Tulisan
Pemikiran (ijtihad) Ulama zaman dulu yang hidup ratusan bahkan ribuan tahun silam bisa sampai di zaman sekarang karena kitab yang telah mereka buat. Seandainya mereka tidak menulis hasil ijtihad mereka (untungnya alhamdulillah tidak) hampir dipastikan ilmu itu akan lenyap. Setidak-tidaknya ilmu itu tidak lagi utuh. Bisa jadi ide yang luar biasa itu ditulis oleh orang lain di kemudian hari. Padahal ide pokok dalam tulisan itu hasil mengambil dari gagasan ulama yang hanya mengandalkan lisan dan mengabaikan tulisan.
Bila menengok sejarah keemasan Islam (the golden age) maka saat itu banyak Ulama yang gemar menulis. Tentu di zaman itu pula banyak tempat penyalin buku (zaman sekarang foto copy), toko buku, perpustakaan umum maupun pribadi, dan tempat-tempat penerjemahan buku yang tersebar luas. Pemerintah pada saat itu memperhatikan serius terkait pengadaan, perawatan, sirkulasi, dan penggandaan buku-buku lama hingga yang terbaru. Dana yang dikeluarkan tidak bisa dibilang sedikit untuk ukuran saat ini.
Ibaratnya gajah mati meninggalkan gading dan harimau mati meninggalkan kulit maka seharusnya manusia mati meninggalkan tulisan. Pernyataan tersebut menandakan bahwa betapa pentingnya sebuah tulisan bagi manusia. Di mana pada zaman sekarang ini bila suatu negara mayoritas penduduknya buta huruf (tidak bisa membaca, membaca saja tidak bisa apalagi menulis) dapat dipastikan negara itu adalah negara miskin. Hal itu bisa terjadi karena tulisan adalah alat komunikasi yang dampaknya jauh lebih dahsyat daripada lisan.
Agama-agama besar di dunia semuanya memiliki Kitab Suci. Entah memakai huruf atau aksara (sistem tulisan) apa dan bahasa apa yang namanya Kitab Suci pasti berupa tulisan. Bahkan untuk Kitab Suci Agama Islam yang merupakan satu-satunya kitab suci yang semua isinya mudah dihafalkan daripada Kitab Agama lain kenyataannya tetap ditulis. Ini menandakan bahwa menulis adalah sebuah upaya untuk mengabadikan segalanya. Bisa juga dikatakan tulisan adalah alat terbaik untuk menyimpan segalanya.
Tak heran banyak Ulama zaman dulu yang meskipun mereka kaya raya mereka tetap menulis. Banyak pula Ulama yang memiliki "jabatan" di istana kesultanan tapi juga menyempatkan menulis. Serta ada pula Ulama yang tak memiliki harta melimpah maupun jabatan juga tetap menulis. Apapun latar belakang Ulama itu kebanyakan dari mereka senantiasa menyempatkan diri untuk menulis, menulis, dan menulis. Barangkali mereka menyadari bahwa tulisan tersebut kelak akan menjadi warisan berharga bagi generasi setelahnya.
Dengan demikian cukuplah dikatakan bahwa menjadi bermanfaat tidak harus memiliki harta, tidak harus memiliki jabatan, dan tidak harus hebat. Kalau syarat "bermanfaat" seperti itu maka hanya orang kaya, tokoh, orang pintar, dan pejabat yang bisa mencapainya. Tidak usah muluk-muluk, menulislah lalu tulisan itu banyak yang membaca apalagi menjadi inspirasi bagi banyak kalangan itu sudah bermanfaat sekali. Syarat utama untuk menulis itu cuma satu yaitu bisa membaca.
Sebelum diakhiri, sebagai penyemangat tidak ada salahnya untuk meneladani Ulama zaman dulu yang gemar menulis. Menulislah untuk warisan generasi selanjutnya. Terlepas nanti tulisan yang dibuat efek gaungnya seperti kitabnnya Ulama terdahulu atau tidak yang penting sudah ada niat baik. Selamat menulis.
/
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Aku Menulis Maka Aku Menjadi Manusia Bermanfaat"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*