Film yang rilis pertama kali di Indonesia pada 23 Agustus 2019 ini 70% lebih menyuguhkan petualangan di pedalaman laut. Sayangnya, prolog maupun endingnya begitu singkat. Sutradara tidak begitu menggali hubungan sentimental antara para tokoh. Hubungan baru benar-benar terbangun justru saat petualangan di dalam gua lautan. Itupun juga tak terlalu mendalam.
Layaknya film horror, pada film ini juga dipenuhi tampilan gambar dan musik khas yang bikin jantung copot. Bedanya kehorroran film ini tak ada sangkut paut dengan hal gaib atau mistis. Murni film fiksi ilmiah yang dibalut teror beberapa ekor hiu ganas. Hiu penghuni gua yang telah mengalami evolusi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan gelap sehingga mengalami kebutaan permanen.
Sebagai gantinya hiu itu menggunakan alat panca indera lain untuk mengetahui lokasi mangsanya. Karena matanya memutih dan tubuhnya pucat penampakan hiu ini seperti zombie yang bangun dari kematian. Justru tampilan yang seperti itu yang membuat hiu jadi lebih menakutkan daripada pembunuh berdarah dingin lainnya. Akibatnya para tokoh film yang diterornya sering menjerit-jerit ketakutan.
Para "petualang" bawah laut yang berjuang hidup-mati terbebas dari kejaran hiu itu menggunakan alat selam modern. Mereka mampu bicara satu sama lain di dalam air. Mungkin hal tersebut karena sutradara ingin menghidupkan suasana mencekam. Sebab rintihan rasa sakit, jeritan, dan teriakan minta tolong di dalam gua laut bisa jelas didengar oleh penonton. Tentu sensasi dag-dig-dug makin hidup.
Penonton beberapa kali dibuat terkaget hingga jantung mau copot. Kemunculan hiu dan kepala manusia secara tiba-tiba adalah salah satu sebabnya. Suasana gelap dalam gua lautan itu mendukung suasana menjadi horror. Senter bahkan lampu yang telah dipasang dalam dinding-dinding gua tak mampu untuk menghidupkan suasana. Ditambah lagi ada satu tokoh yang punya karakter sangat memuakkan.
Layaknya hubungan pertemanan ala cewek SMA pasti ada satu anggota di antara grup yang punya sifat paling bandel. Dari empat kawanan itu ada satu cewek yang tengil. Bagaimana tidak, awalnya sok berani dan antusias untuk mengeksplore isi gua. Bahkan ialah yang sebenarnya menjadi penyebab suasana menjadi runyam. Namun saat teror hiu terus berlangsung dan memojokkan mereka, dialah yang pertama kali ingin melarikan diri tanpa memedulikan yang lain.
Film ini tidak cocok ditonton bagi orang yang tak suka tampilan seronok. Sebab banyak tokoh pemain yang menggunakan pakain bikini two piece yang cukup fulgar dengan durasi lama. Mungkin sutradara ingin menampilkan keadaan seperti apa adanya. Dengan harapan saat ada pemeran hiu yang dimangsa hiu bagian anggota tubuhnya yang terkoyak bisa terlihat jelas.
Film ini merupakan film petualangan yang "singkat". Namun demikian kesan petualangan begitu sangat mengena. Sebab pemain diajak untuk memasuki lokasi baru yang belum pernah mereka datangi. Ditengah kejaran hiu besar mereka terus berusaha untuk mencari jalan keluar dari rumitnya labirin gua. Lebih dari itu mereka juga diburu oleh waktu karena persediaan oksigen untuk menyelam terbatas.
Tarikan nafas putus asa, tangisan, dan harapan di miliki oleh masing-masing tokoh. Mereka tak akan bisa selamat bila belum keluar dari air. Bisa dikatakan ini adalah teror lautan. Selama masih di air ancaman masih sangat mungkin terjadi. Sayangnya ditengah kondisi seperti itu sang ayah yang cukup mengenali lautan tak begitu dihadirkan sosoknya untuk melindungi anak-anaknya. Itulah yang bikin kecewa saya saat menonton.
Tak hanya itu, tokoh utama dalam film ini mulai dari awal film hingga menjelang akhir juga tak begitu menonjol. Baru saat ending film terjadi perannya begitu kuat.
tidak ada tokoh utama
bikini two piece
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ulasan Film 47 Meters Down: Uncaged, Tokoh Utama Berhasil Memerankan Jadi Gadis Pemalu Sekaligus Paling Kuat Mental"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*