"Semakin tinggi pohon semakin banyak angin menerjang. Semakin berisi padi semakin jadi merunduk." Itulah dua peribahasa terkait seseorang yang lagi naik daun. Seorang yang sedang pada fase menanjak akan ada banyak cobaan. Tapi sebelum mendapat cobaan itu, tepatnya saat tanjakan pertama biasanya sifat sombong muncul mendahuluinya.
Begitu pula pohon padi. Sebelum ia menjadi matang dan berisi, pernah berdiri tegak menjulang angkuh. Penuh kesombongan, bangga diri, dan optimisme. Lalu saat tiba ketika angin menerjang. Ia begitu kaget. Kecongkaan yang selama mudanya membara kini kian surut. Ia tak mau menyerah menghadapi terpaan angin. Ia sadar bahwa angin itu sebagai cara supaya kelak ia menjadi "berisi".
Angin yang menerjangnya tidak serta merta ia tampik. Sebab angin itu datang tidak hanya membuat si padi bersusah payah agar tetap berdiri tegak. Hembusan udara itu juga membawa serbuk bunga yang kelak membuat pohon padi jadi berbuah. Buah itulah yang nanti membuatnya menjadi merunduk. Merunduk karena bersyukur dan merunduk karena semakin berbobot dirinya.
Adapun padi yang tetap berdiri tegak meski ia sudah menua disebabkan buahnya tak berisi. Isi buahnya yang "gabuk" alias "kopong" tak mampu membuatnya rendah hati. Ia jadi tanaman yang buahnya tak berbobot. Si padi akhirnya tetap angkuh berdiri tegak. Ia merasa bangga, dirinya berdiri tegak sendiri sedang yang lainnya merunduk. Anggapan itu yang terus menggema dalam lubuk hatinya.
Bangga pada tegaknya diri di saat yang lain merunduk. Padahal harusnya hal tersebut tak boleh dibanggakan. Ada saatnya padi masih berdiri tegak tapi ada saatnya pula ia pasti merunduk. Kalau tidak merunduk berarti si padi itu gagal dalam mengembangkan diri. Gagal dalam proses mengisi diri. Kalau sudah begitu si padi berarti belum menemukan jati dirinya yang sesuai fitrah.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ilmu Padi, Sebelum Benar-benar Merunduk Padi Pernah Berdiri Tegak"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*