Ketika membicarakan orang bunuh diri, bulu ini bergidik rasanya. Bukan hanya karena ngeri membayangkan kondisi mayat yang mengenaskan. Lebih dari itu, orang yang proses kematiannya tak wajar itu akan dikenang sebagai manusia putus asa. Dicap pengecut karena lari dari kenyataan kehidupan.
Lantas, apakah seorang yang telah bunuh diri tersebut disebut sebagai pelaku atau korban? Mari kita simak penjelasan berikut.
Banyak latar belakang dan motif kenapa seseorang mengambil jalan bunuh diri. Dua motif utamanya yang sering ditemui yaitu karena masalah psikologis. Serta ditengarai telah mengikuti ajaran/sekte sesat.
Pertama, sebelum bunuh diri kadang didahului dengan penderitaan depresi atau stres. Itu lantaran ia menjadi korban pemerkosaan, penindasan, kekerasan, penipuan, putus cinta, kalut, dan semacamnya.
Kedua, memang sengaja ingin bunuh diri disertai rasa tenang dan tanpa tertekan. Tujuannya ialah ingin mendapat kemuliaan di mata manusia maupun sang pencipta. Misalnya pelaku bom bunuh diri dan proses harakiri di Jepang.
Bunuh diri juga bisa disebabkan adanya pengaruh ajaran sekte/aliran ngawur. Di mana, pada momen tertentu yang telah ditentukan jam dan tanggalnya mereka melakukan bunuh diri massal di padepokan.
Baik alasan bunuh diri disebabkan karena menjadi korban kebiadaban manusia lain maupun karena ingin mendapat kedamaian spiritual di mata Tuhan, keduanya memiliki tujuan sama. Yakni, ingin melarikan diri dari tanggung jawab dunia.
Mereka mengira bahwa kematian adalah solusi terbaik untuk menghadapi masalah. Mereka mengira bahwa dengan mati masalah akan selesai. Kenyataannya semuanya itu salah. Bunuh diri malah akan membuat masalah-masalah baru.
Orang bunuh diri akan membebani keluarganya. Selain mereka akan menanggung malu, tanggungan kebutuhan materi dan non materi mereka menjadi lebih berat. Sebab salah satu tiang penyangga bangunan yang bernama "keluarga" telah roboh.
Mereka akan kehilangan sosok yang pernah mewarnai kehidupan. Mereka akan kecewa dengan keluarga yang bunuh diri karena lebih memilih "membahagiakan" diri dengan cara bunuh diri daripada berjuang bersama-sama.
Orang Bunuh Diri Disebut Korban atau Pelaku?
Manusia yang bunuh diri karena terjerat hutang lalu mendapat teror dari pihak penghutang sehingga ia merasa tertekan lalu bunuh diri pantaskah disebut korban? Lalu seorang teroris yang mengembom dirinya dengan maksud utama ialah ingin meneror dengan mengorbankan nyawanya apakah pantas disebut korban?
Secara subjektif kami berpendapat bahwa apapun motif dan latar belakang orang bunuh diri maka orangnya disebut pelaku. Namun di sisi lain sebagai konsekuensi berikutnya ia juga disebut korban. Yakni, korban pembunuhan oleh dirinya sendiri.
Pernyataan di atas bukan tanpa alasan. Alasan logisnya karena orang bunuh diri merupakan orang yang membunuh dirinya sendiri. Ia sengaja membunuh dirinya sendiri. Padahal seharusnya siapapun yang membunuh makhluk yang bernyawa termasuk dirinya sendiri maka ia disebut pelaku pembunuhan.
Lalu siapakah korban dari bunuh diri itu? Sudah jelas korbannya adalah dirinya sendiri.
Asumsinya, tidak akan ada korban bila tak ada pelaku. Begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu penyebutan pelaku bunuh diri lebih tepat daripada korban bunuh diri. Sebab itu semuanya bermuara pada pelaku. Tanpa ada pelaku maka tidak ada korban.
Orang bunuh diri lebih dulu menjadi pelaku bunuh diri lalu setelah mati barulah ia menjadi korban. Kalau sudah berusaha bunuh diri tapi gagal maka pelakunya disebut sedang melakukan "percobaan bunuh diri". Tentu yang namanya percobaan harus ada tindakan serta setiap tindakan harus ada pelakunya.
Istilah "percobaan bunuh diri" dalam penjelasan di atas hampir sama dengan istilah "percobaan pembunuhan". Yakni, orang yang mencoba membunuh tapi gagal. Di mana, orang tersebut disebut sebagai pelaku percobaan pembunuhan.
Begitu pula dalam percobaan bunuh diri maka orangnya disebut pelaku percobaan bunuh diri bukan korban percobaan bunuh diri. Dengan demikian pantaslah bila gelar sebagai "pelaku" harus diberikan pada orang bunuh diri.
Dapat ditekankan bahwa orang
lain yang menjadi faktor atau motif bunuh diri secara tidak langsung, terlebih bila tindak bunuh diri itu tanpa sepengetahuannya, tak dapat disebut pelaku pembunuhan.
Mungkin bisa dijerat pidana jenis lain tapi bukan sebagai pelaku pembunuhan. Adapun mereka yang memotivasi atau mendorong orang lain untuk melakukan bunuh diri maka orang tersebut seharusnya dijerat pasal penghasutan untuk tindak pembunuhan (bunuh diri).
Implikasi akhir, seharusnya pelaku bunuh diri maupun percobaan bunuh diri sekaligus orang yang mendorong tindak bunuh diri disebut sebagai pelaku kejahatan yang harus dipidanakan. Arti dipidana di sini bukan dalam arti akan dipenjara tapi secara hukum ia dinyatakan "pelaku bunuh diri".
Tentu hal di atas harus melalui proses pengadilan dulu. Kemudian ditetapkan bahwa tindakan itu benar-benar merupakan bunuh diri atau percobaan bunuh diri (bila gagal bunuh diri). Bila ternyata gagal bunuh diri maka seharusnya ia terkena pidana.
Kemudian ketika pelakunya berhasil bunuh diri maka ditetapkan sebagai terpidana. Harus tercatat secara permanen sebagai pelaku bunuh diri. Aturan itu harus ada supaya tidak ada lagi tindakan bunuh diri maupun tindak percobaan bunuh diri.
Sayangnya undang-undang di Indonesia belum ada aturan tentang itu.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Orang Bunuh Diri Disebut Korban atau Pelaku? Berikut Penjelasannya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*