Sudah tiga tulisan dibuat di website *Banjir Embun* terkait Wali Qimin. Mulai dari bagaimana Beliau bisa diangkat menjadi Wali oleh Allah hingga terkait dengan perilaku dan lisan Beliau yang dipandang kontroversial. Bisa dikatakan Wali Qimin merupakan salah satu sosok kekasih Allah yang kepribadiannya sangat sulit dipahami. Terutama oleh kaum awam yang masih tertutup mata hatinya.
Kali ini tulisan akan bercerita tentang Wali Qimin dari sudut pandang rumah tangga Beliau. Namun cerita ini terjadi saat Beliau belum berstatus sebagai Waliyullah. Ia masih menjadi manusia biasa yang terus-menerus mendapat cobaan tak terperikan dari Allah SWT. Salah satunya ialah cobaan yang datang dari istrinya. Apalagi kalau bukan memiliki istri yang cerewet, suka mengomel, dan boros.
Wali Qimin sebenarnya ingin menikah dengan dia karena ingin terlepas diri dari omelan ibunya. Sebab selama tinggal di rumah orang tuanya, sang ibu terus menerus mengomel. Apapun yang dilakukan oleh Wali Qimin baik itu yang bajik atau jelek ujung-ujungnya pasti ada saja alasan untuk mengomel. Ibunya Wali Qimin memang wanita "spesial" hampir seperti wanita yang disebutkan dalam al Quran.
Beberapa saat setelah menikah kebiasaan mengomel sang istri belum terlihat. Maklum Wali Qimin selalu rutin memberi uang bulanan dan uang lainnya pada istri. Baik itu yang berasal dari uang tabungan maupun hasil kerjanya menjadi Dosen. Namun saat Beliau kehabisan uang tabungan dan nominal gaji Dosen turun, kebiasaan mengomel istri muncul begitu saja. Sama seperti ibu beliau ada saja alasan untuk mengomel.
Wali Qimin tidak menyerah begitu saja. Beliau berjuang habis-habis agar bisa mendapat penghasilan seperti dulu saat pengantin baru. Apa di nyana ternyata tak semudah yang diperkirakan. Butuh waktu agar pemberian nafkah ke istri sama seperti semula. Akan tetapi nyatanya sang istri tidak sabar. Masih ada rasa yang tidak puas yang belum ia terima dari Wali Qimin. Akhirnya diluapkan dalam bentuk omelan.
Berhubung sifat Wali Qimin tidak seperti Wali atau bahkan Calon Wali lainnya yang umumnya begitu sabar dan bisa mengatur lisan maka beliau melakukan langkah krusial. Beliau mengajukan pertanyaan dan pernyataan pada istrinya "Apa harus kita sudahi saja pernikahan ini? Saya siap mengantarkan ke pengadilan." Mendengar ucapan seperti itu Istri Wali Qimin langsung diam lalu bersembunyi di kamar.
Wali Qimin beserta keluarga hidup sendiri berduaan tanpa ditemani orang tua, mertua, maupun saudara. Selama menikah dua tahun mereka belum dikarunia buah hati. Di awal pernikahan ibunya Wali Qimin selalu ngrecokin rumah tangga Beliau. Seakan sang ibu tidak rela kehidupan rumah tangga Wali Qimin adem anyem begitu saja. Mengetahui itu istri Beliau jadi tidak menyukai ibu mertuanya tersebut.
Mungkin ada benarnya juga terkait perkataan "Jika kamu membenci ibumu karena kelakuan buruknya, kelak kamu juga akan mendapatkan istri yang sifatnya sama dengannya". Sungguh sangat amat mirip tanpa beda. Nasib wali bagaikan keluar mulut harimau masuk mulut buaya. Bedanya, suasana tak serumit alias seruwet saat tinggal bersama orang tua beliau.
Wali Qimin sudah bertekat. Ia sadar kemampuannya terbatas. Ia sadar memiliki banyak kelemahan. Namun, di sisi lain keinginan untuk hidup "bebas" juga sering muncul. Kehidupan yang tidak mengekang ruang, waktu, dan hartanya. Beliau ingin kehidupannya yang sekarang hingga di masa datang tak ingin menimbulkan penyesalan di masa tua. Hal-hal yang perlu didatangi ingin beliau datangi.
Wali Qimin adalah wali nyentrik. Meski rumah tangga Beliau masih belum punya keturunan beliau tetap enjoy menjalani kehidupan. Beliau tak khawatir akan masa depannya siapa yang akan mengasuhnya. Buat apa punya anak bila ternyata sang anak dibesarkan hanya untuk "mengasuh" orang tua di masa tuanya. Itulah cara pikir Beliau. Selain juga beliau sudah pasrah pada Gusti Allah terkait diberi anak atau tidak.
Kehidupan sehari-hari rumah tangga Wali Qimin seperti layaknya rumah tangga umumnya. Kadang bertengkar, kadang senang-senang, kadang jalan-jalan bersama, kadang mikir bareng-bareng berduaan, dan kadang mengurusi urusan sendiri masing-masing. Wali Qimin sibuk dengan pekerjaan sedang sang istri juga ada urasan kewajiban untuk mengabdi pada negara (PNS).
Wali Qimin memegang teguh bahwa jodoh, rizqi, dan mati sudah digariskan Allah. Bila ia bercerai dengan istri maka itu bukan jodohnya. Atau mungkin saja jodohnya sampai di situ. Bila ia mengalami kekurangan finansial itu juga atas kehendak Allah. Bila ia telah berusaha mati-matian untuk mencari uang lalu Allah mengasih sedikit maka itu bukan rizqinya. Begitu pula terhadap masalah mati. Beliau tak ada rasa khawatir bila akhirnya Allah mengambil nyawanya.
Begitulah Wali Qimin. Semoga kita bisa meneladani sifat positif beliau. Serta tidak berprasangka negatif terhadap hal-hal yang beliau lakukan yang menurut kita itu perbuatan negatif. Sebab sebagai manusia biasa kita tak tahu apa yang ada dibalik penglihatan dan pendengaran kita seperti apa. Siapa tahu dibalik itu terkandung hikmah dan makna yang agung yang bila kita ketahui kita akan takjub. Wallahu a'lam bishawab.
Sanggahan: Cerita ini hanya fiktif alias rekaan semata. Dibuat hanya bertujuan untuk ilustrasi untuk menguatkan gambaran adanya kehidupan di alam barzah/kubur.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kisah Waliyullah: Kehidupan Rumah Tangga Wali Qimin, Ketika Uang Menjadi Tuhan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*