Sebenarnya di hari ini Gisel lagi kurang enak badan. Gejala sakit sudah Gisel rasakan sejak beberapa hari lalu. Mulai dari tenggorokan terasa "kasar" seperti ada pasir di dalamnya hingga di tepat hari ini ujung kepala terasa pusing. Alhamdulillah, badan ini masih bisa bertahan.
Di tengah serangan tubi-tubi penyakit dari luar Gisel tetap beraktivitas seperti biasa. Barangkali imunitas Gisel sedang turun. Oleh sebab itu badan ini mudah mengalami gangguan. Untunglah Gisel rutin minum Obat Herbal Habbatussauda pemberian dari teman.
Baca juga:
temannya Gisel memang baik hati. Beliau rela merogoh kocek demi memastikan keadaan Gisel tetap sehat. Beliau tahu Gisel lagi sedang mengalami masa-masa perjuangan. Berjuang keras demi masa depan adik-adik tercinta Gisel. Mengumpulkan pundi uang untuk membantu biaya mereka.
Sebenarnya Beliau pernah menawarkan bantuan dengan syarat-syarat yang menurut Gisel cukup berat. Yakni, bantuan itu diberikan langsung kepada orang tua Gisel di kampung sana. Saat hari raya Beliau berencana ke sana. Namun, Gisel menolak halus bantuan tersebut.
Gisel tidak ingin orang tua di kampung tahu pekerjaan apa yang telah Gisel lakukan di sini. Sebab bila tahu, maka mereka akan kecewa berat. Pekerjaan yang sedang Gisel tekuni ini bukanlah pekerjaan yang sesuai dengan harapan mereka. Orang tua berharap Gisel jadi pegawai.
Orang tua terlalu berharap banyak pada Gisel. Tidak hanya masalah materi tapi juga masalah gengsi. Mereka bisa malu bila tetangga tahu Gisel bekerja seperti ini di Kota Malang. Sebab di kampung Gisel termasuk gadis berpendidikan. Lulusan S1 melalui beasiswa mahasiswa miskin.
Gisel sadar. Mencari pekerjaan di Kota Sekitar kampung Gisel cukup sulit. Bila pun ada pasti pekerjaan itu tidak akan memuaskan hati orang tua. Oleh sebab itu Gisel harus merantau. Itulah pikiran di benak Gisel sebelum nekat pergi ke Kota Malang ini.
Orang tua pasti akan malu berat pada tetangga bila tahu Gisel mendapat pekerjaan yang tak sesuai ijazah. Apalagi keluarga kami sebenarnya bukan penduduk asli di kampung itu. Para tetangga pasti akan membully habis-habisan orang tua bila Gisel dapat pekerjaan yang tak sesuai lulusan S1.
Bagai Guci ketemu tutup, ternyata temannya Gisel menyambut dengan tangan terbuka untuk menjawab permasalahan Gisel di atas. Beliau mau menerima Gisel apa adanya. Mengerti keadaan Gisel. Wajar itu terjadi. Sebab Beliau adalah Dosen di perguruan tinggi di Kota Malang.
Bukan sembarang dosen. Beliau bukanlah dosen yang hanya gemar "menumpuk" kekayaan. Beliau bukanlah akademisi yang terbelenggu dalam kemunafikan. Yakni, akademisi yang pintar bersandiwara. Lain di otak lain di hati. Akademisi yang hanya menuhankan kemewahan dunia.
Baca juga:
Akademisi dalam Belenggu Kemunafikan
Hidup Hemat Demi Adik-adik Tercinta
Gisel berharap di bawah asih, asah, dan asuh Beliau maka Gisel kelak bisa menanjak karirnya. Tidak terus menerus dalam posisi seperti ini. Saya yakin ini hanya sementara. Dengan begitu maka orang tua Gisel akan bahagia. Tentu adik-adiknya Gisel juga akan memiliki figur yang dapat dicontoh.
Misi merantau ke kota Malang ini yang awalnya hanya untuk "melarikan diri" dari kenyataan berbuah pengalaman berharga. Gisel tidak menyesal pernah ke kota yang indah ini. Kota yang memberi harapan, kenangan, dan kebahagiaan. Semoga kelak masa depan Gisel di Kota ini.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Mantap mantap
BalasHapus